Riset

Sejarah Sanggau, Bumi Daranante (1)

Senin, 25 Januari 2021, 22:22 WIB
Dibaca 3.828
Sejarah Sanggau, Bumi Daranante (1)

Saya narasikan dengan tokoh "Albert" (mirip nama Penulis) sebagai orang ketiga dalam narasi mengenai Sejarah Sanggau. Dan mengapa nama kota, yang sekaligus nama ibukota kabupaten ini disebut "Bumi Daranante".

****

Cikal bakal Kerajaan Surya Negara berawal dari kisah petualangan Puteri Raja Brawijaya dari Kerajaan Majapahit yang bernama Puteri Dara Nante. Berbagai sumber yang dapat dipercaya mengisahkan bahwa Kerajaan Surya Negara didirikan oleh Puteri Dara Nante (Buku Veth 1, hal. 172). Tidak diketahui asal muasal dan sebabnya, mengapa sang puteri bermukim di Kerajaan Sukadana (Labai Lawai).

Dimitoskan dari peristiwa ketimun hanyut yang jadi mainan sang puteri menjadi penyebab utama pengembaraannya dari Sukadana di Ketapang menuju sebuah sungai besar yang pada waktu itu belum bernama. Akibat ketimun ajaib yang menyebabkan sang puteri hamil, setelah melahirkan seorang anak laki laki, sang puteri kemudian mengembara mencari siapa gerangan pemilik ketimun ajaib tersebut. Berbekal sebuah tudung sebagai tiang awan untuk memandu perjalanannya mencari si pemilik ketimun, sang puteri dan rombongannya tiba di sebuah sungai besar yang memiliki banyak anak sungai.

Sekalipun dipandu oleh tudung ajaib sebagai kompas yang kalau dilemparkan akan menentukan sendiri arah perjalanan, tetapi sungai tersebut begitu besar dan menampung banyak anak sungai, sehingga tidak mudah bagi rombongan Dara Nante mencari si pemilik ketimun.

Setelah menempuh perjalanan jauh yang cukup menegangkan dan berbahaya karena di zaman itu konon kabarnya, sering terjadi perburuan kepala di antara penduduk asli, anggota rombongan mulai mengeluh, “kami sudah puas dengan pencarian ini,” kata mereka, oleh karena itu sungai besar tersebut dinamakan Sungai Kapuas.

Tekad Dara Nante sudah bulat bahwa ia harus menemukan sang pemilik buah ketimun, tudung kembali dilemparkan, kali ini tudung tersebut menuju Sungai Sekayam, singkat cerita bertemulah Dara Nante dengan pemuda si pemilik ketimun, atas petunjuk anaknya menggunakan sebatang tebu. Si pemuda beruntung tersebut bernama Babai Cinga.

Mereka kemudian kawin, selanjutnya Dara Nante membawa suaminya Babai Cinga, anak mereka dan anggota rombongan ke hilir menuju muara sungai untuk mendirikan sebuah kerajaan di tepi Sungai Kapuas. Waktu itu sang suami-isteri digelari kepala bukan raja (lihat Bakker, H.P.A, 1884).

Kemampuan personal, semacam taxit knowledge yang dimiliki oleh Albert di dunia kontemporer, menyebabkan Ia jadi terbiasa dengan berbagai keanehan yang terjadi di Kerajaan Surya Negara.

Bagi Albert, urusan ketimun hanyut dan semacamnya adalah hal biasa karena Ia mampu menganalisisnya menggunakan teori the semiotic analysis of culture dari Ferdinand de Saussure (1916). Sekalipun Albert dianggap aneh dan ganjil dalam pandangan masyarakat di kerajaan itu, namun karena didukung oleh sifat peramah, sopan, suka mengalah, baik hati, jujur, dan berani, dalam waktu yang singkat Albert dapat berbaur dengan masyarakat negeri Surya Negara.

Segera Albert mengetahui bahwa rakyat di Kerajaan Surya Negara tunduk pada hukum alam yang berbeda dibandingkan dengan tempat asalnya sebelum ia masuk ke dalam lorong ruang waktu. Di kerajaan itu, orang jahat, pengemis, demonstrasi jalanan, penderita sakit mental, wanita tuna susila, orang miskin dan penyakitan merupakan fenomena yang langka. Orang sakit, miskin dan jahat dianggap aneh dan tidak biasa.

Walaupun termasuk negeri kecil, Duli Yang Maha Mulia, Sri Paduka Sultan dan Yang Dipertuan Agung Negeri Surya Negara, Panembahan Mohammad Kesuma Negara (Sultan ke-empat Kerajaan Surya Negara yang tercatat memerintah Tahun 1830-1875) (lihat Bakker, 1884) telah menerapkan sistem pengelolaan daerah aliran sungai yang humanopolis dengan dukungan para sarjana yang berkompetensi dan berkualitas tinggi warisan dari kearifan lokal dan nilai nilai budaya sungai dari para leluhur yang hidup sebelumnya.

Hidup harmoni dengan alam dan sungai untuk kesejahteraan manusia dan keberlanjutan semesta adalah visi Kerajaan Surya Negara. Mengingat bahwa Kerajaan Surya Negara hanya mengandalkan pengelolaan daerah aliran sungai berbasis nilai budaya lokal sebagai sumber pendapatan utama, maka demi kemakmuran negara dan kesejahteraan rakyatnya, Duli Yang Maha Mulia memprioritaskan aspek pengelolaan sungai sebagai sumber kehidupan dan kekuatan negeri.

Di Kerajaan tersebut, kebutuhan air minum diambil langsung dari sungai, manakala untuk sanitasi pihak kerajaan membangun sistem drainase khusus menuju kolam penampungan yang hanya akan dialirkan ke sungai bagian hilir setelah melalui proses daur ulang untuk memastikan sisa-sisa dan limbah pembuangan tidak membahayakan ikan dan kehidupan di bantaran Sungai Kapuas.

Baca Juga: Sistem Berladang Padi Gunung Suku Uud Danum (3)

Tidak heran, bantaran sungai selalu terlihat padat dengan aktivitas warga dari pagi hingga sore hari, aktivitas utama mulai dari mandi, mencuci, menangkap dan menjual ikan, berjualan sayur mayur atau hanya sekedar duduk santai sambil menikmati pemandangan sungai yang masih asri kebanyakan dilakukan di bantaran sungai. Tepi kiri kanan bantaran sungai ditumbuhi oleh berbagai jenis pohon bernilai konservasi tinggi seperti berbagai jenis meranti, tembusuk, tekam, kayu besi atau belian, pohon sarang lebah penghasil madu, berbagai jenis bambu, rotan dan sayuran hutan.

Kondisi vegetasi sungai yang masih asri betul betul menjamin kebersihan dan kejernihan air sungai, sekaligus mendukung sistem kehidupan di dalamnya. Ikan, udang, kepiting, kerang tinggal dijala atau dipancing saja ketika akan dimasak sebagai lauk pauk. Tidak mengherankan, kalau energi manusia di kerajaan tersebut lebih murni dibandingkan dengan energi di peradaban dunia Kontemporer, sebab makanan utama penduduk adalah sayur mayur dan buah yang melimpah di bantaran sungai, daging yang dimakan hanya ikan sungai jenis ikan bersisik saja. Pancaran energi murni ini mendukung perpaduan dan keharmonian antara manusia dan alam.

Tidak berapa lama berada di negeri Surya Negara, Albert terpikat dengan Lisa, seorang gadis manis penduduk asli usia 19 tahun yang cantik mempesona, dengan kaca mata yang selalu menambah keanggunannya. Perkenalan antara Albert dan Lisa terjadi pada saat yang bersamaan dengan pertemuan antara Pangeran Tahir dengan seorang gadis Dayak Pompakng di Kampung Penyelimau.

Pangeran Tahir yang kelak bergelar Mohammad Tahir Kesuma Negara, dalam waktu senggangnya selalu bersampan keliling Sungai Kapuas untuk menikmati pemandangan alam dan mengawasi aktivitas penduduk di wilayahnya.

Konon kabarnya, sang pangeran tiba di salah satu kampung Dayak Pompakng, yaitu Kampung Penyelimau, di kampung tersebut, sang pangeran secara tidak sengaja melihat seorang gadis Dayak yang sedang mandi di lanting jamban belakang rumahnya.

Saking tertariknya, sang pangeran kemudian memarkirkan sampannya dan mencari ketua kampung untuk menanyakan siapa gerangan gadis cantik yang telah menelikung hatinya pada pandangan pertama tersebut. Karena yang bertanya adalah seorang pangeran maka gemparlah seluruh warga kampung, si gadis cantik yang belakangan dikenal dengan nama Siot itu segera disembunyikan ke tembawang dengan harapan agar sang pangeran melupakan si gadis, tetapi apa daya sang pangeran selalu dibuai mimpi asmara birahi terhadap si gadis. Seperti kisah Raja Daud ketika mengintip Betsyeiba yang sedang mandi dari Sotoh Istananya. Konon kabarnya, Betsyeiba kemudian menjadi isteri Daud, demikian jugalah yang dialami oleh sang pangeran.

Ketua kampung yang merasa terusik karena selalu diganggu sang pangeran dengan menanyakan si gadis, kemudian mendatangi orang tua si gadis dan meminta secara resmi restu agar gadis itu dibawa ke istana menghadap sultan. Orang tua si gadis pada dasarnya memang senang kalau anaknya menjadi permaisuri, tentu saja mereka langsung mengizinkan, sesampai di istana si gadis dipinang dan tidak lama kemudian menikah dengan pangeran. Peristiwa pernikahan agung tersebut disaksikan juga oleh Albert dan Lisa, yang telah akrab dengan keluarga kerajaan.

Seiring dengan berjalannya waktu, ikatan pertemanan antara Albert dan Lisa semakin akrab. Lisa selalu menjadi juru kunci yang mempertemukan Albert dengan para tokoh utama di kerajaan tersebut. Sebaliknya, sejak mengenal Albert, Lisa tanpa pamrih selalu siap sedia menemani Albert.

Pernah suatu ketika saat hujan turun di bulan April menurut penanggalan di peradaban Albert, dengan pakaian basah kuyup, Lisa menepati janji untuk mempertemukan Albert dengan seorang tokoh Dayak Pompakng. Tokoh tersebut kebetulan tinggal di pusat kota kerajaan karena jabatannya sebagai pegawai penjernih air, yang di peradaban Albert dikenal sebagai Kementerian Pekerjaan Umum bidang Sumber Daya Air.

Pakaian putih yang dikenakan Lisa basah kuyup ketika badannya kena air hujan, hal ini membuat mata Albert seperti mata kucing hutan tak makan tiga hari ketika melihat burung perkutut, sebab dalam kondisi seperti itu lekuk kecantikan tubuh seorang wanita menjadi sangat jelas.

Tidak tahan dengan godaan pemandangan itu, Albert menyuruh Lisa mengganti bajunya yang basah. Lisa segera memasuki kamar ganti pakaian wanita yang selalu tersedia di kawasan jual butik di pinggiran kota. Ia mengganti pakaiannya yang telah basah dengan baju kering yang berwarna serba hitam, hal ini dilakukannya karena ia selalu memperhatikan bahwa pemuda tampan yang menjadi teman barunya tersebut selalu mengenakan pakaian hitam baik di rumah maupun ketika akan berpergian. Selain itu, Lisa juga bisa melihat Albert gugup tak karu-karuan, yang tidak bisa Ia sembunyikan ketika baju putih yang dikenakannya basah kuyup.

Setelah selesai mengganti pakaiannya yang basah, Lisa mengantar Albert menemui seorang tokoh Dayak Pompakng yang cukup menguasai kebudayaan sungai, dari tokoh tersebut, mereka mengetahui bahwa sungai yang dianggap sebagai pelindung dan pembersih bagi manusia, ternyata menjadi sumber inspirasi nilai budaya dan adat istiadat. Jadi orang orang Dayak yang selama ini dikenal selalu berbudaya darat, hutan, pohon, batu dan gunung, ternyata juga memiliki budaya sungai yang menjadi kearifan lokal mereka.

Baca Juga: The History of Dayak (8): Dayak Dijajah "Hanya" 40 Tahun

Setelah menemui para tokoh kalangan tua tua yang paham dengan budaya sungai di pusat kota, maka untuk memperdalam ilmu kebudayaan sungai, Lisa mengajak Albert pergi ke salah satu kampung Dayak Pompakng di Penyelimau, tujuannya adalah untuk menemui Timanggong Agong Dayak Pompakng, salah seorang kerabat permaisuri Siot yang sangat menguasai kebudayaan sungai. Lisa selalu bersemangat, tampil penuh gairah hidup, dan begitu ceria.

Pertemuan dengan Timanggong Agong memberikan pencerahan kepada Albert tentang, “Apa itu sungai menurut konsep lokal”, “Seperti apa budaya yang berkembang di bantaran sungai tersebut”, “Bagaimana masyarakat menafisirkan diri dan identitasnya setelah tinggal di tepi sungai”, dan “Bagaimana melestarikan budaya sungai dengan menjaga kondisi biofisik, aspek sosial dan budaya sungai.”

Dalam perjalanan pulang dari Kampung Penyelimau, sampan yang didayung oleh Albert kadangkala bergerak menentang arus gelombang sungai menyebabkan percikan air terbawa desau angin sepoi basah yang selalu menerpa wajah cantik Lisa, namun ia tidak menghiraukan hal tersebut sebab saat itu ia begitu bahagia, sebuah kebahagiaan yang tidak ia temukan di negeri Surya Negara. Dalam hatinya ia bertanya, siapa gerangan pemuda aneh ini? 

Kerajaan Surya Negara adalah suatu negeri yang mirip satu peradaban di Gunung Bawakng bagi Dayak Kanayatn, mirip Tampun Juah sebelum dikotori oleh tangan manusia bagi Dayak Iban dan Bidayuh atau mirip Taman Eden dalam Perjanjian Lama.

Pada kebudayaan Tibet dikenal sebagai Sangrila, Negeri Kayangan, suatu tempat yang diimpikan banyak orang karena pemandangan alam yang indah, damai dan eksotik dengan lembah yang subur, air sungai yang bersih, hutan yang lebat sebagai rumah bersama semua makhluk, udara pengunungan yang sejuk, suara alam nan merdu merayu dan masyarakatnya yang hidup damai sentosa.

Letak istana sultan hanya berjarak 100 meter dari bantaran Sungai Kapuas, sangat strategis untuk melihat berbagai pola hidup dan gerak laku masyarakatnya. Sungai tetap menjadi sarana transportasi yang utama, selain itu, gangguan keamanan akan segera diketahui  lewat sungai.

Pada Tanggal 10 April 1815, bertepatan dengan musim panen sayur dan buah-buahan, di pagi hari Albert dan Lisa sedang berjalan jalan di bantaran sungai, mereka menyaksikan para pedagang sayur mayur dan buah sibuk melayani para pembeli, yang rata rata masih mempunyai ikatan keluarga dengan pihak kerajaan.

Tidak ada tanda tergesa gesa, segalanya berjalan secara alamiah, para pemuda dan anak anak gadis, selain berbelanja juga menggunakan kesempatan itu untuk saling curi pandang, melihat kecocokan satu sama lain. Anak anak sibuk bermain air sambil mandi dan ada juga yang memancing, sedangkan orang orang tua, ada yang santai minum kopi, sambil menunggu bubu atau tajur yang dipasang di tepi sungai mendapatkan ikan. Ketika hari mulai panas, rakyat di kerajaan itu mulai beraktivitas di kawasan hutan, dan kebun yang masih terletak di bantaran sungai.

“Each morning, we are born again. What we do today is what matters most,” perkataan sang Budha tersebut kiranya cocok untuk umat manusia zaman ini, bahwa setiap pagi, setiap hari, kita dilahirkan kembali, bahwa apa yang kita lakukan hari ini adalah yang terpenting.

Lisa hanyalah seorang wanita, sama seperti wanita lain pada umumnya, yang juga membutuhkan sentuhan dan perlakuan mesra dari laki laki gagah. Sedangkan Albert, dengan berbagai ilmu pengetahuan yang dia warisi di padepokan digulis, mempunyai kemampuan untuk membaptis seseorang seperti kelahiran baru melalui pemikiran, guyonan, dan perilakunya.

Bersama Albert, Lisa merasa seperti selalu dilahirkan kembali setiap pagi, dan setiap hari menjadi penting dalam hidupnya. Hidup adalah hari ini, hari kemarin pengalaman, dan hari esok harapan.

Sejak hadirnya Albert di kerajaan tersebut, keberadaan yang menyenangkan, aman, damai, dan selalu berkecukupan di negeri itu sudah tidak menarik lagi bagi Lisa, Ia amat merindukan tantangan yang tidak disediakan oleh Kerajaan Surya Negara. Perkenalan Lisa yang singkat dengan Albert, sang pengembara jenius telah membuka hati dan pikirannya tentang dunia lain atau sejenis peradaban asing yang dibawa Albert, namun Lisa belum tahu seperti apa peradaban tersebut, yang jelas peradaban tersebut mempunyai daya tarik yang tidak biasa bagi jiwa muda yang masih haus pengalaman hidup.

***