Budaya

Sistem Berladang Padi Gunung Suku Uud Danum (3)

Minggu, 24 Januari 2021, 18:06 WIB
Dibaca 1.293
Sistem Berladang Padi Gunung Suku Uud Danum (3)
Sumber: https://web.facebook.com/yulianus.ratno

Nuhkan Umok (Menanam Padi Gunung)

Beberapa hari setelah lahan selesai dibersihkan barulah dilakukan proses selanjutnya yaitu, menanam padi. Proses menanam padi ini disebut nuhkan umok atau menugal.

Rencana untuk menanam padi di lahan ladang biasanya telah disampaikan tiga hari sebelumnya. Hal ini bertujuan supaya warga dapat melaksanakan kegiatan menanam padi secara bergiliran. Karena pada saat proses menanam padi dikerjakan secara bersama-sama dengan warga kampung.

Kegiatan menanam padi biasanya dilaksanakan pada akhir bulan september dan bulan oktober. Namun, dalam hal menanam padi ini tidak semudah yang kita bayangkan seperti menanam padi di tempat lain pada umumnya.

Sebenarnya, yang sulit itu bukanlah menanam padinya, melainkan proses ritual adat yang harus dipersiapkan menjelang proses penanaman padi. Perlu digaris bawahi bahwa padi merupakan suatu tanaman yang sakral dan bernyawa bagi suku Dayak Uud Danum. Jadi, bagaimana mungkin padi ditaburkan begitu saja ke tanah.

Ada beberapa hal yang akan dipersiapkan jika akan menanam padi di lahan ladang umok.

Pertama, harus menyiapkan seperangkat alat ritual adat dan jenis-jenis tanaman yang digunakan untuk menanam padi. Salah satu jenis tanaman yang digunakan adalah daun somolum atau cocor bebek.

Tanaman cocor bebek merupakan simbol lambang kesuburan.

Baca juga: Sistem Berladang Padi Gunung Suku Uud Danum (1)

Seperti yang kita ketahui, bahwa daun cocor bebek bisa tumbuh di mana saja sekalipun hanya dilempar dan ditaruh di atas tanah maka daun cocor bebek akan tetap tumbuh.

Kedua, mengecek atau memastikan bahwa persediaan benih padinya cukup, terutama benih raja padi harus ada dan dalam kondisi baik adanya.

Ketiga, menyiapkan peralatan yang akan digunakan untuk menanam padi. Misalnya: parang, takui (topi yang terbuat dari daun kacang, rotan dan bambu). Motif, ukuran dan bentuknya pun berbeda-beda.

Dan yang ke empat, ini merupakan sesuatu hal yang tidak kalah penting. Karena pemilik lahan harus menyiapkan konsumsi dan hewan kurban berupa babi dan ayam. 

Jumlah hewan yang akan dikurbankan disesuaikan saja dengan kemampuan keluarga masing-masing.

Akan ada pesta perayaan dan ucapan syukur di lahan ladang. karena hari yang dinanti-nantikan untuk menanam padi telah tiba.

Pada dini hari, terdengar suara merdu si ayam jago piaraan warga. Pertanda bahwa warga segera bergegas bangun untuk bersiap-siap menuju ladang yang akan ditugal.

Udara terasa begitu dingin, menusuk hingga ke tulang sum-sum. Keinginan ku hendak memejamkan mata untuk melanjutkan mimpi yang terputus. Walau hanya sejenak.

Namun, seketika semangatku bangkit ketika mendengar suara hiruk-pikuk warga yang telah berkumpul di halaman rumah panggungku.

Mereka bersiap-siap berangkat menuju lahan ladang yang akan ditugal.

Sudah pasti, aku pun tidak mau ketinggalan dengan teman-teman sepermainanku. Bergegas aku mengambil keranjang yang terbuat dari rotan dan takui darok. Takui darok adalah topi kebesaran dan kebanggaan Uud Danum. Terbuat dari rotan yang berkualitas, serta memiliki tingkat kesulitan yang tinggi pada saat proses pembuatan. Biasanya dipakai pada saat acara adat atau ritual tertentu.

Baca juga: Sistem Berladang Padi Gunung Suku Uud Danum (2)

Kata ku pada ibu: " O' nek, ahkuk kanik tulak umbak ulun huhkan bah inek !" yang artinya meminta ijin kepada ibu dulu untuk ikut kegiatan nuhkan umok (menugal). Hatiku senang tiada taranya setelah mendapat ijin oleh ibu ku untuk berangkat ke ladang. Walaupun tujuanya hanya untuk main-main.

Aku pun sangat bersyukur memiliki seorang ibu yang penuh kasih dan pengertian. Walaupun bapak ku telah berpulang ke rumah Bapa di Sorga pada saat usiaku masih tiga tahun. Ya begitu lah masa kanak-kanak ku bersama teman lainya. Tetap semangat dan sukacita walau hidup sederhana.

Tak sabar aku menunggu, bersama anak-anak lainya, kami akan memetik bermacam-macam bunga dan buah-buahan di hutan, sepanjang perjalanan menuju ladang.

Ketika melintasi sungai- sungai kecil yang mulai mengering, kami mengumpulkan batu-batu kerikil yang berwarna-warni untuk dijadikan mainan.

Pada saat melintasi sebuah sungai yang besar, kami menyempatkan diri untuk mandi sembari olahraga renang. Sambil menguji nyali dan mengukur tingkat kemampuan, siapa gerangan di antara kami yang mampu bertahan menyelam dan berenang menerobos melawan derasnya arus sungai. Diantaranya sungoi Momaluh, sungoi Tambun, dan sungoi Dalit. Yang dimaksud dengan sungoi adalah sungai yang berukuran besar.

Tak terasa perjalanan kami pun telah sampai di tempat lokasi lahan berladang. Suara riuh terdengar memecahkan keheningan di tengah hutan belantara. Bagaimana tidak, semangat warga yang begitu luar biasa untuk berkumpul, bergotong-royong untuk nuhkan umok (menugal).

Serangkaian prosesi ritual adat dan pemotongan hewan kurban pun telah selesai dilaksanakan.

Saya yang sudah kelaparan bergegas saatnya untuk makan. Biasanya ada huas pulut, beras ketan yang dimasak di dalam bambu. Ada juga barik pulut onyuh nasi ketan yang di campur dengan kelapa muda yang sudah diparut. Ada juga kueh tehpung, kue dari tepung beras ketan yang dicampur dengan sedikit gula, garam dan air.

Kue tradisi ini sejenis kue cucur. Akan tetapi, bentuknya bundar dan lonjong. Ada lubang ditenggah-tengah kue yang berbentuk lonjong dan hampir menyerupai lesung. Rasanya gurih dan teksturnya kenyal, ada juga yang garing.

Sebagian warga sibuk untuk memasak dan mengolah makanan yang akan dikonsumsi oleh semua warga yang hadir.

Pada siang hari, menjelang makan siang, saat yang ditunggu-tunggu pun tiba. Tuan rumah yang mengadakan acara telah menyiapkan daging ayam dan daging babi. Daging tersebut dipotong dengan ukuran yang besar dan dimasak khusus untuk acara ritual adat yang disebut dengan sombaan uroi.

Prosesi ritual adat sombaan uroi ini dilakukan dengan cara; warga yang hadir berbaris mengelilingi daging yang telah dipersiapkan dan di taruh di wadahnya. Setelah hitungan ke tiga, maka warga akan berlomba-lomba untuk merebut potongan-potongan daging tersebut.

Menurut kepercayaan kami, barangsiapa yang berhasil merebut potongan daging tersebut, maka ia akan mendapatkan kemudahan dan keberuntungan dalam hidupnya sepanjang tahun.

Daging yang berhasil direbut itu boleh dimakan dan dibagikan kepada warga lainnya yang kurang beruntung karena tidak berhasil mendapatkan potongan daging.

Hal itu mengajarkan kepada budaya Uud Danum, bahwa ketika sudah mencapai puncak keberhasilan pun harus tetap rendah hati dan menjadi pribadi yang penuh kasih, peduli dengan kesusahan orang lain.

Dan yang lebih penting lagi adalah jangan lupa adat dan budaya. Jangan melupakan jati dirinya sebagai orang Dayak.

Demikianlah prosesi ritual adat sombaan uroi telah selesai dilaksanakan dengan tertib dan penuh kegembiraan. Selanjutnya warga pergi ke sungai untuk membersihkan diri dan bersiap-siap untuk makan siang.

Setelah selesai menyantap makan siang mereka akan beristirahat sejenak sambil minum kopi atau tuak.

Selanjutnya, mereka kembali melanjutkan pekerjaan menugal, nuhkan paroi atau menanam. Tanaman yang ditanam di sebuah lahan tidak hanya padi tetapi juga menanam tanaman lain seperti; ubi, jagung, tebu, kacang, timun, pepaya cabe, bumbu, dan lain-lain. Semua tanaman tersebut ditanam di satu tempat lahan yang sama.

Biasanya, proses menanam padi ini dapat diselesaikan dalam satu hari saja ketika dikerjakan dengan cara bergotong-royong. Jika masih ada tanaman lain yang belum selesai ditanam, maka bisa dilakukan pada hari berikutnya secara pribadi atau keluarga inti saja.

***

Tulisan sebelumnya: Sistem Berladang Padi Gunung Suku Uud Danum (2)