Hari Pertanian Organik ke-8 Krayan, Dr. Yansen TP : Bagaimana Pertanian Krayan tetap Dijalankan di atas Kekuatan komunitas dan Nilai Lokal

Setelah terakhir digelar di Long Layu pada 2022, Hari Pertanian Organik (HPO) Krayan kembali dihelat pada 14 Juni 2025. Perhelatan di desa Tanjung Karya, sekitar 15 kilometer dari pusat kecamatan, Long Bawan.
Perhelatan tahunan yang memasuki yang ke-8 ini menjadi ruang refleksi dan penguatan komitmen masyarakat terhadap praktik pertanian ramah lingkungan yang berakar pada kearifan lokal.
Dr. Yansen TP dan HPO
HPO yang yang dihadiri petani, tokoh adat, dan generasi muda Krayan itu, Dr. Yansen TP kembali hadir, namun kali ini dengan pendekatan berbeda. Tiga tahun lalu ia menekankan konsep-konsep dasar pertanian organik, kali ini ia mengajak masyarakat untuk melihat dinamika perubahan yang sedang berlangsung serta pentingnya menjaga nilai-nilai inti tanpa kehilangan arah.
“Pertanian organik bukan semata teknik budidaya tanpa pupuk kimia. Ini adalah warisan hidup, jati diri, dan cara kita menempatkan alam sebagai bagian dan kosmologi, bukan objek eksploitasi,” ujar Yansen yang sedang menyiapkan materi presentasinya.
Yansen juga menegaskan bahwa ekonomi kreatif Krayan harus dibangun di atas nilai-nilai lokal dan potensi sumber daya alamnya sendiri.
Ia mengingatkan bahwa nilai-nilai kearifan lokal yang telah lama mengakar di masyarakat Krayan harus terus dirawat dalam konteks perubahan zaman. Menurutnya, tantangan global terhadap kedaulatan pangan, migrasi generasi muda dari sektor pertanian, serta tekanan pasar modern terhadap komoditas lokal harus dihadapi dengan keteguhan dan inovasi yang tetap berpijak pada akar budaya.
Yansen juga menekankan pentingnya membangun ekonomi kreatif Krayan yang berlandaskan pada nilai-nilai lokal dan kekayaan sumber daya alamnya. Dalam kerangka pembangunan berkelanjutan, Krayan perlu mendorong pertumbuhan yang tidak hanya mengejar angka-angka ekonomi, tetapi juga memperhatikan keberlanjutan lingkungan dan pelibatan masyarakat adat secara aktif. Pertumbuhan intensifikasi teknologi—apabila diarahkan dengan bijak—dapat menjadi jawaban atas berbagai tantangan lokal, seperti akses pasar, pengolahan hasil tani, dan distribusi informasi. Ia mengajak masyarakat untuk merenungkan satu pertanyaan mendasar: apa yang tidak ada di Krayan? Semua yang dibutuhkan untuk hidup sejatinya telah tersedia di sana—tanah yang subur, air yang bersih, udara yang segar, serta budaya kerja kolektif yang kuat.
Dari kesadaran inilah, muncul gagasan besar: melahirkan pertanian organik yang tumbuh dari masyarakat sendiri, bukan sekadar meniru model luar. Pertanian ini tidak hanya menjaga kesuburan tanah dan kesehatan masyarakat, tetapi juga menjadi identitas ekonomi Krayan yang membedakannya dari wilayah lain. Dengan pendekatan ini, Krayan tidak hanya menjadi wilayah yang bertahan, tetapi juga menjadi contoh bagi daerah lain tentang bagaimana lokalitas dan teknologi dapat berjalan beriringan demi masa depan yang lestari dan bermartabat.
“Nilai-nilai boleh diwariskan, tapi harus juga dimaknai ulang. Yang tidak boleh hilang adalah semangat merawat tanah, air, dan benih dengan rasa hormat,” katanya.
HPO ke-7 ini juga menjadi momentum konsolidasi antar generasi. Diskusi-diskusi kecil di sela acara memperlihatkan kegelisahan sekaligus harapan: bagaimana regenerasi petani dapat berjalan, bagaimana pertanian Krayan tetap berdiri di atas kekuatan komunitas, bukan intervensi pasar semata.
Pertanian organik di Krayan telah lama dikenal sebagai sistem yang berbasis pada pengetahuan tradisional dan praktik ekologis. Di tengah tekanan terhadap alih fungsi lahan dan ketergantungan pada produk-produk eksternal, masyarakat Krayan berusaha menjaga agar praktik ini tetap hidup sebagai fondasi keberlanjutan wilayah mereka.
Mengolah tanah dengan nilai dan budaya lokal
“Kalau tanah sudah tidak bisa lagi ditanami dengan cara nenek moyang, lalu siapa kita?” ujar Gat Khaleb petani dari Pa' Upan yang mempraktikkan pertanian organik. Di media sosialnya, Gat menekankan pentingnya tetap menjaga alam sekitar. Dan bertumpu pada konsep "membangun Krayan berdasarkan sumber daya alamnya" yang pernah digaggas salah soorang ilmuan organik Lundayeh, Dr. Samuel Tipa Padan.
Melalui HPO, masyarakat Krayan tidak hanya merayakan hasil bumi, tetapi juga menegaskan kembali posisi mereka dalam percakapan global tentang pangan, ekologi, dan masa depan komunitas adat. *)