Literasi

Media sebagai Sumber Belajar bagi Siswa

Rabu, 27 Januari 2021, 23:01 WIB
Dibaca 1.127
Media sebagai Sumber Belajar bagi Siswa
Guru di era media serba baru (new media), tetap perlu.

Di era serba menggunakan media (digital) seperti saat ini, di mana peran guru?

Sebagai guru, saya pernah membuat sebuah alat bantu belajar-mengajar membaca siswa SD kelas bawah. Lalu oleh Tim Inovasi dianggap inovatif, sebuah penemuan baru, orisinal dari saya. Lalu saya presentasi ke Jakarta. Dan cukup mencengangkan: "orang udik" membuat berdecak orang kota.

Asalkan kreatif, seorang guru dapat mengarahkan siswa menggunakan media sebagai sumber belajar, selain dirinya. Yang disebut "media" dalam pembelajaran, tidak mesti canggih. Media sederhana pun bisa.

Sebelum masuk pada pembahasan “Media sebagai Sumber Belajar”, baik kiranya dikemukakan apa yang dimaksudkan dengan “media”. Pada esensinya, media adalah alat yang memudahkan dan sebagai kepanjangan manusia. Teknologi media membawa perubahan dalam masyarakat.

Baca Juga: Kenapa Guru Diwajibkan Menulis?

Gagasan McLuhan tentang determinasi media memberikan penjelasan mengenai hubungan sebab dan akibat yang diireduksi menjadi premis “techno-sentris” dalam konteks hubungan media dan masyarakat dalam perkembangan teknologi.

Menurut McLuhan, media apa yang dipakai dalam komunikasi mencerminkan message yang disampaikan. McLuhan selalu mendewakan teknologi dengan mengatakan bahwa “Media is the extension of man”. Teknologi media menyatukan masyarakat, sehingga dunia semakin kecil (global village), dunia ini menjadi amat kecil oleh perkembangan teknologi.

Guru dapat mengarahkan siswa menggunakan media sebagau sumber belajar, selain dirinya.

Isi/pesan suatu media bisa mempengaruhi culture, misalnya pornografi, karena teknologi media dapat menimbulkan perubahan sosial. Kita mempunyai pancaindera, dengan dan melalui media, indera kita diperluas luar biasa. Nonton sepak bola misalnya, tidak perlu hadir langsung di stadion, tetapi kita bisa seolah-olah berada di sana. Main game on line, main kartu, dan main judi di Internet adalah contoh nyata bahwa media the extension of man (perpanjangan manusia). Inilah kehebatan teknologi media yang memberikan kemudahan, sekaligus dapat dimanfaatkan untuk tujuan negatif.

Sementara Arnold Pacey menyatakan bahwa media telah menjadi bagian dari hidup manusia dan mempermudah manusia, akan tetapi pada hakikatnya, media adalah netral. Dalam tulisannya The Culture of Technology, Arnold Pacey menyatakan bahwa teknologi adalah netral. Sebagai alat, teknologi mampu berdiri sendiri dan dapat menyesuaikan dengan budaya yang berkembang, baik dalam diri individu maupun dalam suatu masyarakat.

Akan tetapi, itu semua tetap tidak berarti bahwa kehadiran teknologi tertentu dapat langsung diterima begitu saja dalam masyarakat. Pacey memberikan contoh hadirnya teknologi baru, kendaraan salju pertama di Amerika Utara yang mengawali era baru dalam dunia olah raga salju. Teknologi yang diberi nama snowmobile ini, dikendarai seperti halnya sepeda motor (Pacey, 1983: 1 - 4).

Dalam perkembangannya, kendaraan yang pada mulanya digunakan untuk sarana angkut pada musim salju ini berubah menjadi kendaraan yang diperlombakan dalam suatu cabang olahraga pada kompetisi-kompertisi olahraga dunia. Snowmobile kemudian berkembang pesat dari yang awalnya hanya digunakan oleh orang-orang Amerika Utara hingga ke daratan Eropa. Menurut Pacey, ini membuktikan bahwa teknologi apa pun, dapat diadaptasi oleh siapa pun, dengan kebutuhan yang berbeda-benda untuk untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Demikian juga halnya dengan media yang esensinya sama dengan snowmobile. Pada dasarnya, setiap orang dapat mengadaptasinya dan memanfaatkannya untuk berbagai kebutuhan. Karena teknologi media ini netral maka pemanfaatan untuk tujuan baik atau tujuan buruk bergantung pada si individu yang bersangkutan.

Teknologi ibarat pisau bermata dua. Di satu pihak, hidup manusia sangat dimanjakan dan maju oleh teknologi. Akan tetapi, di pihak lain, teknologi juga bisa menghancurkan manusia, misalnya bom atom. Jadi, akibat baik dan buruk suatu teknologi sepenuhnya berada di tangan dan pada kendali manusia.

Baca Juga: Cinta Nusa Bangsa dan Bahasa Mulai dari Guru

Merunut kepada pemikiran Ki Hadjar Dewantara bahwa sekolah adalah semua tempat dan guru adalah siapa saja, maka dalam konteks media baru, sekolah tempat siswa belajar adalah media baru itu sendiri dan guru ialah siapa saja yang mereka jumpai dan berinteraksi secara maya di dalamnya.

Sejauh mana sekolah dan guru mempengaruhi dan membentuk siswa? Dalam konteks media, kita mengenal berbagai teori yang dapat dipakai untuk menjelaskan pengaruh tersebut. Salah satu teori dimaksud ialah pengaruh atau terpaan media pada khalayak dengan pengandaian bahwa khalayak adalah aktif.

Satu gejala mencemaskan yang mengancam dunia pendidikan dengan hadirnya media baru sebagai guru alternatif bagi siswa ialah bahwa banyak siswa menyalahgunakan informasi dan data yang didapat dari sumber belajar tersebut.

Peran guru - tak tergantikan

Peran guru di sini tidak tergantikan, guru membimbing siswa bagaimana setelah mendapat pengetahuan baru dari guru alternatif tadi, mengolahnya, kemudian mentransferkannya baik secara lisan maupun tulisan tanpa melanggar etika dan hukum.

Perkembangan teknologi ada bersama dan seiring dengan perkembangan suatu masyarakat. Dahulu kala, ketika teknologi belum maju dan guru adalah orang yang mendedikasikan diri di bidang ilmu maka guru menjadi sumber ilmu sehingga KBM berpusat pada guru. Guru merupakan sumber belajar siswa, siswa tidak perlu mencari sumber belajar lain, selain guru.

Ketika teknologi semakin maju dan media adalah ekstensi manusia, pusat belajar siswa bukan lagi semata-mata guru akan tetapi banyak sumber lain, seperti: masyarakat sekitar, lingkungan sosial, media sosial, dan jejaring sosial.

Perubahan paradigma tersebut, membawa dua konsekuensi. Pertama, guru dituntut sebagai fasilitator di dalam menggali dan mengembangkan potensi siswa dan tidak lagi menjadikan siswa sebagai objek yang pasif untuk dijejali dengan ilmu. Seiring dengan itu, guru dituntut untuk mencari dan menemukan metode belajar-mengajar yang relevan dan tepat dengan situasi dan kondisi muridnya. Kedua, guru tidak lagi satu-satunya sumber belajar.

Keefektifan belajar-mengajar memang tidak dapat lepas dari sumber belajar dan media yang digunakan. Meski demikian, peran guru tidak tergantikan dalam pendidikan dan pengajaran.

*)Penulis seorang guru, tinggal dan bekerja di Malinau, Kalimantan Utara.

***