Filosofi

Mengubah Harta Fana Menjadi Kekayaan Sorgawi, Berdasarkan Matius 6:19-24

Jumat, 12 Desember 2025, 11:15 WIB
Dibaca 11
Mengubah Harta Fana Menjadi Kekayaan Sorgawi, Berdasarkan Matius 6:19-24
Pdt. Jonfretles Kornalius, S.Th., M.C.M., M.Pd

Dari Kotbah dijadikan Literasi Jurnal Motivasi.

Judul:
Investasi Kekal:
Mengubah Harta Fana Menjadi Kekayaan Sorgawi, Berdasarkan Matius 6:19-24
Oleh: Pdt. Jonfretles Kornalius
Sekolah Tinggi Teologi Sehati Malinau Kalimantan Utara


Pendahuluan:
      Di era modern yang didominasi oleh pergeseran nilai dan pesatnya perkembangan materi, dimana setiap individu, terutama mereka yang terpanggil dalam pelayanan Kristus, dihadapkan pada dilema mendasar yaitu prioritas hidup. 
     Bagi mahasiswa dan civitas akademika di Sekolah Tinggi Teologi  Sehati Malinau, dari sisi geografis terletak di jantung Pulau Kalimantan dan berakar kuat dalam konteks komunitas Dayak sebagai pengikut Kristus, panggilan untuk mengabdi adalah nyata. Namun, tantangan duniawi mulai dari kebutuhan finansial, prospek karier, hingga godaan kenyamanan materi sering kali mengaburkan fokus pada mandat rohani yang lebih tinggi.
Relevansi Injil di Tengah Materialisme
     Jurnal Motivasi ini berakar pada pengajaran Yesus yang monumental atau bersifat menimbulkan kesan peringatan pada sesuatu yang agung dalam Matius 6:19-24, yang secara tegas membedakan antara "harta di bumi" dan "harta di sorga." Ayat-ayat ini bukan sekadar nasihat terkait keuangan saja, melainkan sebuah deklarasi atau pernyataan teologis yang jelas mengenai tata nilai Kerajaan Allah. Yesus mengajarkan bahwa tempat kita menginvestasikan harta kita akan menentukan fokus hati kita sebagaimana Firman Tuhan mengatakan "Sebab di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada," ay. 21. Bagi para calon pemimpin dan pelayan gereja dari STT Sehati Malinau, yang adalah institusi teologi yang mempersiapkan pemimpin-pemimpin rohani untuk melayani masyarakat perkotaan dan daerah pedalaman yang mayoritas Kristen, pemahaman ini sangatlan krusial.

Fokus dan Tujuan Jurnal
Tujuan utama dari jurnal ini adalah untuk menjadi kompas spiritual dan panduan praktis harian. Jurnal ini akan menuntun pembaca untuk memahami beberapa hal:
1. Mengidentifikasi secara jujur "harta fana" yang saat ini
     mendominasi keinginan dan perhatian mereka seperti
     waktu, tenaga, uang.
2. Mengevaluasi kembali kehidupan dan pelayanan
     berdasarkan sudut pandang Matius 6:19-24, melihat
     apakah mereka sedang melayani Allah atau Mamon.
3. Mempraktikkan prinsip "Investasi Kekal" melalui tindakan
     nyata, seperti komitmen studi, pengabdian komunitas,
     integritas, dan fokus pada misi Allah, sehingga secara
     sadar mengubah sumber daya fana menjadi kekayaan
     sorgawi atau pelayanan yang berdampak abadi.
Dengan demikian, jurnal ini bukan hanya refleksi, tetapi juga ajakan untuk mengambil keputusan harian yang memastikan bahwa mata rohani "pelita tubuh adalah mata," ay. 22 tetap terfokus pada kemuliaan Kristus, menjadikan setiap hari di STT Sehati Malinau sebagai langkah strategis menuju Investasi Kekal yang sejati.

Ayat kunci: Matius 6:21
"Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada."

I. Pengantar: Paradigma Baru Investasi
Di tengah kampus STT Sehati Malinau, kita sedang berinvestasi pada hal-hal yang tidak dapat diukur dengan uang meliputi Waktu, Panggilan, dan Kebenaran Ilahi. Dunia mengajarkan kita untuk menginvestasikan uang pada aset yang dapat dilihat seperti emas, properti, saham sebagai jaminan dihari tua. Namun, Tuhan Yesus menantang paradigma ini. Kita berinvestasi untuk mencari keuntungan, keamanan, dan masa depan yang lebih baik. Namun, Yesus Kristus, dalam Kotbah di Bukit, menantang kita untuk mengevaluasi kembali di mana sebenarnya kita menanamkan aset terpenting kita.  Ia menawarkan sebuah skema investasi yang jauh lebih unggul dan bebas dari risiko kerugian yakni Investasi Kekal.
      Injil Matius 6:19-24 bukan sekadar saran keuangan, melainkan sebuah deklarasi prioritas yang pasti.
Yesus membandingkan dua jenis bank:
1. Bank Duniawi
    Dikatakan berinvestasi di bank duniawi berisiko dimakan
    ngengat, karat, dan pencuri.
2. Bank Surgawi 
    Dikatakan bank Sorgawi adalah tempat investasi yang
    abadi.

Sebagai calon pelayan Tuhan, kita harus berani mengevaluasi dengan tepat dan benar, di mana kita investasikan harta atau sumber daya kita yang paling berharga.

II. Tiga Prinsip Investasi Kekal (Matius 6:19-24)
A. Prinsip pertama: Prioritas Tempat Penyimpanan (Ayat 19-20)
Yesus dengan tegas memerintahkan dan melarang agar kita jangan menimbun harta di bumi. Harta duniawi—seperti gelar yang diagungkan, kekayaan pribadi, atau kenyamanan fisik yang dicari di atas panggilan semuanya memiliki masa kedaluwarsa. Mereka rapuh terhadap:
÷ Ngengat: Gambaran dari kerusakan moral, godaan dosa,
    dan kehampaan rohani.
÷ Karat: Gambaran dari keusangan, kesia-siaan, dan
    kehilangan nilai seiring waktu.
÷ Pencuri: Gambaran dari kehilangan, musibah, atau
    kematian yang merenggut segalanya.
Sebaliknya, timbunlah harta di surga. Investasi ini memotivasi kita terlibat dalam tindakan nyata dalam hal melayani Tuhan, mengutamakan penginjilan, memberi diri untuk pemuridan, dan pengorbanan di tengah tantangan pelayanan.
B. Prinsip kedua: Hukum Keterkaitan Hati (Ayat 21)
Ayat ini adalah inti teologi kekayaan: "di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada."
Harta (investasi kita) adalah penunjuk arah bagi hati kita. Jika waktu, pikiran, dan uang mahasiswa STT Sehati lebih banyak dicurahkan untuk hiburan duniawi, kenyamanan diri, atau mencari jalan pintas menuju kemakmuran finansial daripada mendalami Firman, doa, atau persiapan pelayanan, maka hati kita tidak sepenuhnya ada pada Kristus.
Jadikan investasi pelayanan dan pengudusan diri Anda sebagai harta utama, maka hati Anda secara otomatis akan terikat pada hal-hal surgawi.
C. Prinsip ketiga: Kesetiaan Tak Terbagi (Ayat 24)
Yesus menutup perikop ini dengan sebuah ultimatum: "Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mammon."

Mammon (istilah Aram) bukan hanya uang, tetapi roh kekayaan yang menuntut kesetiaan dan pengabdian.

Sebagai mahasiswa teologi, kita sering tergoda untuk berkompromi: melayani Tuhan sambil tetap memelihara keinginan kuat akan keuntungan duniawi. Yesus menegaskan bahwa tidak ada ruang abu-abu. Pelayanan di STT Sehati harus dilandasi oleh kesetiaan tunggal kepada Allah, yang berarti menolak mammon sebagai tuan dalam hidup kita.

III. Aplikasi Khusus bagi STT Sehati Malinau
     Sebagai mahasiswa yang dipersiapkan untuk melayani di pedalaman, di tengah masyarakat Dayak dan berbagai suku lainnya atau di mana pun Tuhan menempatkan, investasi kekal kita berarti:
1. Mengutamakan Misi : Menolak mentalitas "pelayan yang
     kaya" dan memeluk mentalitas "pelayan yang berlimpah
     dalam perbuatan baik" (1 Timotius 6:18), berani
     ditempatkan di mana pun Tuhan panggil, sekalipun di
     lokasi yang minim fasilitas.
2. Menguduskan Waktu : Menggunakan setiap jam studi,
     doa, dan persekutuan di kampus sebagai tabungan
     surgawi, bukan sekadar kewajiban akademis.
3. Memelihara Pandangan : Menjaga mata (Matius 6:22)
     untuk tetap fokus pada Kristus dan Injil, bukan pada
     standar kesuksesan duniawi yang sifatnya hanya
     sementara saja.
Tantangan bagi kita: Periksa dompet, waktu, tenaga, dan uang Anda. Di mana Anda menempatkan lebih banyak "harta" tersebut?  Semoga respons kita adalah kesediaan untuk menukarkan potensi fana kita dengan janji kekal dari Tuhan.

Ayat-Ayat Pendukung Sebagai Pentup.
÷ Injil Lukas 12:33: "Jualah segala milikmu dan berikanlah sedekah! Buatlah bagi dirimu pundi-pundi yang tidak dapat menjadi tua, suatu harta di surga yang tidak akan habis: di situ pencuri tidak dapat mendekat dan ngengat tidak merusaknya."
     Perlu dipahami pernyataan dalam Lukas 12:33 menggambarkan ajaran Yesus mengenai pentingnya mengutamakan harta yang bersifat kekal di surga daripada harta duniawi yang bersifat sementara. Ketika Yesus meminta kita untuk menjual segala milik dan memberikan sedekah, itu bukan berarti kita harus hidup tanpa harta, melainkan dia mengajak kita untuk melepaskan ketergantungan kita pada barang-barang materi. Dengan memberikan kepada orang yang membutuhkan, tindakan itu menunjukkan cinta dan kepedulian kita kepada sesama, serta berinvestasi dalam kekayaan spiritual yang tidak bisa dirusak oleh pencuri, ngengat dan karat atau kerusakan.
     Harta di dunia ini sangat tidak stabil; bisa rusak atau hilang kapan saja dari hadapan kita. Namun, Yesus menekankan bahwa dengan menyimpan harta di surga, kita berinvestasi dalam sesuatu yang akan abadi dan tidak akan pernah pudar. Pundi-pundi yang tidak dapat menjadi tua dapat kita artikan sebagai perbuatan baik yang kita lakukan dalam hidup kita. Ini menggambarkan hubungan yang lebih dalam dengan Tuhan dan orang lain, yang lebih berarti daripada sekadar memenuhi kebutuhan materi kita sendiri.

÷ 1 Timotius 6:17-19: Merupakan himbauan Paulus kepada Timotius untuk jemaat yang kaya "Peringatkanlah mereka, supaya mereka berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi, dan dengan demikian mengumpulkan suatu harta sebagai dasar yang baik di masa depan untuk mencapai hidup yang sesungguhnya."
     Ayat ini mengingatkan kita tentang pentingnya berbuat baik dan kebajikan sebagai bagian dari kehidupan orang percaya. Dalam konteks pengajaran Paulus kepada Timotius, dia mendorong jemaat untuk tidak hanya fokus pada kekayaan materi, tetapi juga mengingatkan kita untuk mengumpulkan kekayaan dalam kebaikan. Yang dimaksud dengan kebaikan di sini ialah mencakup tindakan memberikan dan membagi kepada orang yang membutuhkan, yang mencerminkan kasih Kristus dalam hidup kita. Dan ini menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan kekayaan sejati tidak diukur dari jumlah harta yang kita miliki, tetapi dari seberapa banyak kita dapat memberikan kepada sesama dan memberi dampak positif dalam kehidupan orang yang ada disekutar kita.
     Memberi dan membagi merupakan manifestasi dari hati yang penuh kasih dan kepedulian terhadap sesama. Dalam pernyataan ini, sebagai mahasiswa dan civitas akademika STT Sehati Malinau secara tidak langsung diingatkan untuk menjadikan kebajikan sebagai prioritas utama dalam hidup. Seorang Kristen yang hidup dalam kasih Tuhan akan mencerminkan kualitas hidup, di mana tidakan memberi bukanlah suatu beban, tetapi suatu kesenangan yang berasal dari rasa syukur atas berkat yang telah diterima. Ketika kita diberkati maka hendaknya hidup kita pun menjadi berkat bagi sesama. Dengan demikian, berbuat baik dan menjadi kaya dalam kebajikan akan menghasilkan dampak yang jauh lebih besar bagi sesama kita dan mengarahkan kita pada hidup yang lebih berarti.


Kepustakaan:
1. Alkitab. Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta 2009. (Digunakan sebagai landasan penulisan).
2. Carson, D.A. (2012). Komentari Injil Matius. Jakarta: Gandum Mas. (Digunakan untuk penafsiran kontekstual Matius 6).
3. Stott, John R.W. (2006). Isu-Isu Kontemporer: Kekayaan dan Kemiskinan. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih. (Digunakan untuk konteks aplikasi teologis tentang Mammon).
4. Tenney, Merrill C. (1995). Survei Perjanjian Baru. Malang: Gandum Mas. (Digunakan sebagai referensi umum latar belakang Injil Matius).