Budaya

Ini Dia Eksistensi Pengadilan Adat Dayak

Sabtu, 23 Januari 2021, 21:58 WIB
Dibaca 813
Ini Dia Eksistensi Pengadilan Adat Dayak

Sabtu, 22 Januari 2011.

Tonggak bersejarah bagi suku bangsa Dayak. Betapa tidak!

Hari itu, persidangan adat Dayak Nasional menghadapkan Thamrin Amal Tomagola. Sosiolog terkenal ini dinyatakan bersalah dalam sidang majelis Adat Dayak, Sabtu (22/1-2011). Sosiolog dari Universitas Indonesia itu dinilai melecehkan suku Dayak saat memberi kesaksian di Pengadilan Negeri Bandung dalam perkara video porno dengan tersangka seorang pesohor negeri ini.

Ini luar biasa! Preseden untuk sidang adat selanjutnya.

Lalu ada kasus persidangan PT. Mustika Sembuluh, Kalimantan Tengah. Anak perusahaan Wilmar Group itu dituntut secara adat oleh masyarakat setempat, dengan dakwaan telah merusak situs budaya Dayak (sanding) yang terletak di Desa Pondok Damar, Kecamatan Mentaya Hilir Utara, Kabupate Kota Waringin Timur.

Nah, PTMS ini ditengarai telah menodai simbol-simbol yang menjadi hakiki atau hal yang menyangkut kehormatan, martabat, dan harga diri manusia Dayak. Salah satu di ataranya adalah apa yang dilakukan oleh PT Mustika Sembuluh, yang beroperasi di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.

 Untuk itu, Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Tengah (Kalteng) menggelar sidang adat terhadap perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Mustika Sembuluh, yang beroperasi di Kabupaten Kotawaringin Timur. Sidang adat digelar pada hari Senin 14 Mei 2018.

Baca Juga: Cinta Nusa Bangsa dan Bahasa Mulai dari Guru

Sidang adat tersebut digelar di Betang Eka Tingang Ngarendang, Kota Palangka Raya tersebut sungguh sangat sakral. Layaknya sidang di pengadilan, bahkan terasa ada nuansa magisnya. Terasa sekali betapa suasana pengadilan benar-benar serius dan pokok perkara yang digelar sedemikian penting menyangkut harkat, martabat, kehormatan, dan kelangsungan orang Dayak.

Pada waktu memasuki ruang rumah Betang yang disulap seperti ruang pengadilan, aroma asap dupa mulai menusuk hidung. Di depan meja Majelis Mantir Basara Hai atau meja majelis hakim, tampak tiga buah tombak terhunus terikat kain merah ditancapkan berdiri di sela-sela empat guci (belanai) yang usianya ratusan tahun dan beberapa gong (gerantung).

Suasana mistis pun menyelimuti ruang sidang itu. Tak jauh dari hadapan meja majelis hakim, dua tempat duduk disediakan secara khusus sebagai kursi pikah yang disidang menurut adat budaya Dayak. Di samping tempat duduk tersebut, terlihat satu baskom berisi kelapa dan beberapa dupa yang terus menyala.

Suasana sakral, sekaligus magis, terasa pada sidang adat Dayak atas dakwaan yang dilakukan oleh PT Mustika Sembuluh. Dakwaannya adalah merusak situs sakral Dayak di lokus kerjadian perkara Desa Pondok Damar, Kecamatan Mentaya Hilir Utara, Kabupate Kota Waringin Timur, Kalimantan Tengah.

Lalu kasus persidangan adat atas Sutopo Purwo Nugroho. Ormas Dayak se-Kalimantan Barat, menuntut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho meminta maaf langsung ke masyarakat Dayak di Kalbar.

Dalam orasinya di depan Kantor DPRD Kalbar, Sekretaris MADN, Yakobus Kumis di Pontianak meminta Sutopo Purwo Nugroho agar hadir di Kalbar untuk menjelaskan permasalahan tersebut paling lambat tujuh hari terhitung aksi hari ini.

"Pernyataan Sutopo, bahwa gawai serentak memicu kebakaran hutan dan lahan, tidak bisa kami terima, karena selama ini masyarakat Dayak dengan kearifan lokalnya tidak merusak hutan, dan kami sudah ribuan tahun berladang," katanya.

Ia juga mengajak, siapa saja untuk turun langsung ke kampung-kampung guna melihat secara langsung bagaimana masyarakat Dayak membakar lahan dengan cara kearifan lokal, dan sudah jelas pihaknya juga tidak membakar lahan gambut.

Sebelumnya lewat keterangan persnya, Sutopo Purwo Nugroho menyebut masyarakat di Kabupaten Sanggau, Sambas, Ketapang, Kubu Raya dan lainnya memiliki tradisi gawai serentak yaitu kebiasaan persiapan musim tanam dan membuka lahan dengan cara membakar.

Namun Sutopo menyatakan tidak bermaksud menghina atau mencap tradisi gawai serentak sebagai penyebab semakin banyaknya kabut asap.

Ketua Perhimpunan Perempuan Dayak Kalbar, Katarina Lies mengatakan, pihaknya (suku Dayak) merasa tersinggung dengan pernyataan Sutopo dan pihaknya selalu dikambinghitamkan atas kejadian kebakaran hutan dan lahan sehingga berdampak asap tersebut.

"Kami hidup sebagai orang Dayak, makan dari beras hasil ladang, sehingga asap bukan bersumber dari Dayak, jangan lagi mengkambinghitamkan gawai," ujarnya.

Menurut dia, kalau dilarang berladang, mampukan pemerintah memberikan makan pada masyarakat. "Sekarang kami menuntut pak Sutopo menyelesaikan masalah ini, sehingga ke depan tidak ada lagi yang dikambinghitamkan kalau terjadi Karhutla dan menyebabkan kabut asap," ujarnya.

Sutopo dengan gentle datang ke Pontianak untuk dihukum adat. Ia taat. Dan masyarakat Dayak memberinya maaf.

Terakhir Lutfi Holi. Ia juga disidang adat di Pontianak.

**

Menjadi pertayaan: mengapa orang menista Dayak?

Itu yang mendorong saya meneliti. Saya menemukan jawabannya, yang akan dinarasikan dalam sebuah buku. Pada Bab 4 "Para Penista Dayak" dibeberkan alasan "mengapa"?

Berikut ini senarai nama/ lembaga yang menista Dayak sepanjang sejarah.

1. George Windsor Carl Bock

2. Brooke

4. Tamrin Tamagola

5. BPS Pontianak

6. PT Mustika Sembuluh, Kaleng

7. Sutopo

8. Lutfi Holi

Tunggu saja! Dalam waktu singkat, buku ini segera rilis.