Tradisi Berburu Suku Dayak Uud Danum
Berburu adalah praktik mengejar, menangkap, atau membunuh hewan liar untuk dimakan, rekreasi, perdagangan, atau memanfaatkan hasil produknya. Dalam penggunaannya, kata ini merujuk pada pemburuan yang sah dan sesuai dengan hukum, sedangkan yang bertentangan dengan hukum disebut dengan perburuan liar (wikipedia).
Hewan yang disebut sebagai hewan buruan biasanya berupa mamalia berukuran sedang, besar, atau burung.
Sebelum hidup seperti sekarang ini, manusia bertahan hidup dengan cara berburu (hunting) dan mengumpulkan makanan (food gathering). Berburu biasanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat.
Sejak dari jaman nenek moyang, jauh sebelum Indonesia mereka, suku Dayak Uud Danum pedalmaman Kalimantan Barat telah melakukakan kegiatan berburu hewan di hutan belantara.
Menjelajah hutan merupakan kesukaan dan kegiatan harianku masa kecil. Sekitar usia tujuh tahun aku nyaris tersesat di hutan setelah menempuh perjalanan selama satu hari untuk mencari buah-buahan ke hutan belantara seorang diri. Beruntung saat itu aku sudah mempelajari teknik menjelajah hutan agar tidak tersesat dan bisa pulang ke rumah sebelum malam tiba.
Tentunya hal ini tidak bisa dipelajari dalam waktu singkat. Membutuhkan waktu dan prosesnya pun berbeda-beda. Orang Uud Danum sudah terlatih sejak kecil mereka memilik caranya sendiri untuk menjelajah hutan.
Namun jika saat itu aku harus menginap di hutan pun tak ada masalah bagi ku. Di hutan bagaikan supermarket. Telah tersedia minuman segar, makanan, dan buah-buahan segar. Kami tak perlu membelinya. Kami bisa mengambil sebanyak yang kami butuhkan dan menyisihkan untuk hewan yang membutuhkan.
Barih basak ku yaitu keluarga besar yang laki-laki sering bercerita yang disebut "bokesah atau kesah ngandup/mosan". Bercerita tentang petualangan mereka selama berburu di hutan belantara.
Suku Dayak Uud Danum hidup di alam terbuka bersama hewan dan tumbuhan.
Lingkungan sekitar menjadi sumber pangan dan kehidupan. Maka tak heran jika hingga kini mereka masih melestarikan tradisi berburu. Alat yang digunakan pun tergolong masih sederhana, tradisional dan ramah lingkungan. Dalam berburu, setiap teknik, senjata, dan cara-cara yang digunakan harus dipertimbangkan.
Biasanya pada saat pergi berburu ke hutan, mereka akan membawa beberapa ekor anjing, tombak yang disebut " lunjuk", sumpit yang disebut "sohpot", dan parang. Dan yang tidak kalah penting yang wajib dibawa saat ke hutan adalah "landong/tengkalang" yaitu anyaman yang terbuat dari rotan yang menyerupai tas ransel.
Baca Juga: Dayak in Action (DIA): Cikal Bakal Partai Persatuan Daya, The History of Dayak (12)
Landong atau tas ransel ala Uud danum ini digunakan untuk menyimpan bekal dan tempat buah-buahan. Ketika perjalanan berburu ke hutan belantara biasanya sambil mengumpulkan buah-buahan, umbi-umbian, dan menangkap ikan.
Kegiatan berburu hanya dilakukan oleh kaum laki-laki. Sementara kaum perempuan bertugas mengolah makanan, mengurus anak, mengajari anak cara meramu makanan, dan membuat anyaman kerajinan tangan. Sedangkan pekerjaan mengurus ternak dan bercocok tanam dilakukan secara bersama-sama baik laki-laki, perempuan, orangtua maupun anak muda semua saling membantu dan bekerjasama.
Ada dua jenis berburu yang biasanya dilakukan oleh kaum laki-laki dari suku Dayak Uud Danum.
Pertama adalah jenis berburu yang disebut "ngan dup". Berburu jenis ngandup ini relatif singkat dan hanya sehari saja. Mereka akan pulang ke rumah sebelum malam tiba. Biasanya kaum laki-laki lebih sering pergi seorang diri saja atau membawa putra kecilnya bagi yang sudah menikah dan memilik anak laki-laki.
Sejak dari kecil sekitar usia 7 tahun biasanya anak Uud Danum sudah dibawa oleh "amai/apak" yaitu ayahnya ke hutan belantara untuk latihan berburu.
Jenis berburu yang kedua ini disebut "mosan". Berburu mosan ini membutuhkan waktu lebih lama dari berburu jenis " ngan dup". Kegiatan berburu/mosan dilakukan secara berkelompok yang terdiri dari 3 sampai 5 orang. Waktu yang diperlukan untuk berburu mosan bisa 3 hari, 1 minggu bahkan hingga berbulan-bulan lamanya.
Pada saat kegiatan berburu mosan dan mengumpulkan makanan, mereka hidup secara nomaden atau berpindah-pindah tempat. Sedangkan untuk menghindari diri dari panas, hujan, dan bahaya, mereka tinggal di dalam gua, membuat rumah pangung di dalam hutan, mendirikan tenda atau membuat rumah di atas pohon.
Biasanya hewan yang sering diburu adalah babi hutan.
Cara yang dilakukan untuk berburu babi biasanya akan mencari jejak hewan buruan. Selain gemar memakan tumbuhan dan biji-bijian, babi juga menggali tanah untuk mencari makanannya yaitu cacing. Bekas galian pun menjadi tanda yang akan diikuti oleh pemburu.
Biasanya untuk menemukan hewan buruan terutama babi, mereka akan mencari jejak kaki dan kubangannya. Kedua petunjuk ini sebagai tanda bahwa sudah dekat dengan target buruan.
Jika kubangan babi telah ditemukan, maka mereka akan segera mencari tempat persembunyian yang tidak jauh dari tempat kubangan.
Babi hutan biasanya akan kembali ke kubangan untuk mandi, bermain air dan lumpur serta berendam sambil tidur-tiduran. Meskipun kubangan sudah jorok dan bau, namun kubangan sepertinya tempat terindah yang paling menyenangkan bagi babi sebagai hiburan dan tempat melepas kepenatan.
Penciuman babi tergolong tajam sehingga pemburu harus melawan arah angin supaya bau manusia tidak tercium oleh babi.
Di tempat persembunyian pemburu harus "ngipak" (mengintai) babi datang. Bagi pemburu, jejak dan kubangan babi hutan tidak sekedar petunjuk tapi juga menghemat waktu untuk mendapat target buruan.
Hewan hasil buruan yang diperoleh dalam jumlah yang banyak biasanya akan langsung dipotong dan dibersihkan di tengah hutan.
Pada saat berburu mosan, daging yang sudah dipotong dan dibersihkan ini akan di keringkan atau dipangang di atas bara api hingga matang dan mengering. Tujuannya agar daging yang telah dikeringkan bisa bertahan lebih lama. Biasanya daging yang telah diproses melalui tahap pengeringan ini bisa bertahan hingga tiga bulan meskipun tanpa kulkas.
Daging yang telah dikeringkan ini disebut "sopundang dan korihpang". Sopundang adalah bagian daging yang telah dikeringkan sedang korihpang adalah bagian antara kulit dan lemak-lemak yang telah dikeringkan.
Bagi kaum laki-laki Dayak Uud Danum, berburu tidak hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup melainkan salah satu cara untuk melestarikan budaya nenek moyangnya.
Baca Juga: Mangkok Merah, Makna Tanda dan Petandanya
Berikut ini merupakan beberapa alasan bagi suku Dayak Uud Danum untuk tetap berburu.
Pertama, berburu adalah membantu para petani untuk mengurangi hama yang merusak tanaman para petani.
Kedua, berburu merupakan hobi/kebiasaan dan kesenangan kaum laki-laki sejak kecil yang tak terlupakan.
Ketiga, kegiatan berburu juga dimanfaatkan untuk patroli. Memantau kondisi hutan belantara apakah hutannya masih tetap aman terjaga. Dan untuk memastikan hewan langka yang dilindungi tetap terpelihara.
Keempat, berburu adalah salah satu cara untuk menyatukan diri dengan alam semesta. Kegiatan berburu merupakan kesempatan untuk berkunjung dan menyapa alam semesta.
Bukan sesuatu hal yang aneh bagi orang Uud Danum jika ke hutan belantara bicara dan menyapa hutan, hewan, burung dan sungai. Karna bagi mereka alam semesta dan segala isinya merupakan ibu, sahabat dan rumahnya. Hutan adalah segalanya dan harta yang tak ternilai harganya.
Bagi kami hutan adalah kekayaan
Pelindung bagi kehidupan
Hutan adalah rumah indah
Bagi berbagai tumbuhan
Di sanalah mereka tumbuh
Lalu memberikan kesegaran
Di pagi hari surya berseri-seri.
Terdendar kicau burung di rimba raya
Sungguh alam terasa damai sentosa
Meramaikan hutan dengan kicauan
Fungsi hutan untuk menghindari bencana.
Ketika hutan mulai gundul, maka banyak bencana yang menerpa.
Luas terbentang hutan Nusantara
Menghijaukan wajah bumi
Mengirimkan kesegaran udara
Semoga hutanku tetap lestari.
Dariku anak hutan pedalaman. Hutan milik kita bersama, sayangi dan lindungilah hutan. Salam budaya🙏
***