Wisata

Berbagi Pengalaman Menapak di Bumi Kalimantan

Jumat, 29 Januari 2021, 17:10 WIB
Dibaca 635
Berbagi Pengalaman Menapak di Bumi Kalimantan
sumber:kaltimtoday.co

Sekitar tahun 2005 bersama teman saya pergi menyeberangi pulau Jawa menuju ke Kalimantan.Menggunakan penerbangan Air Asia. Dari Bandara Soekarno Hatta. Tujuannya mendarat di Bandara Sepinggan Balik Papan. Terus terang sebelum ke Kalimantan saya benar – benar nervous. Sebab saya harus naik pesawat menyeberangi lautan luas. Bisa dibayangkan bahwa itu pengalaman pertama naik pesawat.

Naik di ketinggian ribuan kaki dari permukaan laut, memandang kota Jakarta sekitar Tanjung Priok, Bandara Soekarno Hatta kemudian hanya melihat laut kurang lebih sekitar 1 jam 15 menit. Sebelum masuk pesawat pun kami seperti berkejaran layaknya naik angkot. Sebab penerbangan menggunakan Air Asia tidak mendapat kursi khusus, jadi siapa cepat dapat tempat duduk yang nyaman. Ternyata kami mendapat tempat duduk yang dekat dengan toilet dan Pramugari duduk ya sudahlah.

Jantung dagdigdug terus terang membayangkan bagaimana pesawat bergerak naik lepas landas dari bandara. Untungnya perjalanan lumayan mulus tidak banyak gangguan, hanya sedikit mengalami turbulensi. Mendekati pulau Kalimantan kami mendapati pemandangan luar biasa karena sepanjang di udara pemandangan hutan hijau benar - benar memukau. Benarkah itu yang dinamakan Borneo, Kalimantan.

Dalam peta itu gambar Kalimantan amat besar. Lebih besar berapa kali lipat dibanding pulau Jawa yang hanya seperti garis. Kalimantan benar - benar diandalkan untuk menjadi paru - paru dunia. Di atas Balikpapan, kota Ibu Kota Kalimantan Timur Pesawat tidak langsung bisa mendarat pesawat harus melakukan gerak terbang memutar untuk bisa lepas landas di Bandara Sepinggan. Dari arah laut pelan - pelan turun menuju bandara yang tidak seluas Bandara Soekarno Hatta.

Saya benar - benar lega setelah pesawat bisa menapaki bandara dan kemudian pelan- pelan berhenti. Setelah pintu terbuka, saya dan teman mengucapkan terimakasih kepada kru pesawat khususnya pramugarinya yang cantik dan pilot co pilot yang ramah. Kami turun dan menuju lobi menunggu jemputan dari teman yang tinggalnya di Samarinda. Ada satu orang yang membawa kertas dengan nama kami. Lalu kami menghampiri dan saling berkenalan.

Kami kemudian menuju taksi yang akan mengantar kami ke Palembang di Pasturan Paroki Katedral Samarinda. Perjalanan dari Balik papan ke Samarinda ternyata tidaklah dekat. Sekitar 4 jam menempuh jarak  108,6 Km naik taksi melewati jalan berkelok- kelok dan hamparan hutan di sana - sini. Yang saya ingat adalah ketika melewati tempat yang menurut keterangan dari teman yang menjemput bernama Taman hutan Bukit Soeharto. Sejarahnya dulu hutan itu hak penguasaan hutannya adalah dikuasai keluarga Cendana. Maka hutan dan bukit itu dinamakan Bukit Soeharto. Sekarang kawasan ini diproyeksikan menjadi pengganti ibu Kota Negara.

Asyik juga melewati jalan mulus dari Balik Papan menunju Samarinda. Itu pengalaman saya yang tidak terlupakan.Sebab pertama kali saya naik pesawat, pertama kali pula menjejak pulau Kalimantan. Pulau yang sangat besar yang dekat sekali dengan garis Katulistiwa.

Baca Juga: Dayak dan Kalimantan jadi Inspirasi Film-film Hollywood

Sebelumnya cerita tentang Kalimantan hanya saya dengan dari guru Geografi dan dari Pak Lik saya yang transmigrasi ke Kalimantan Barat tepatnya di Sintang. Kalau mendengar cerita tentang Pak Lik saya sih nyata benar perjuangannya di Kalimantan. Mengantongi ijasah STM tapi akhirnya memilih menjadi pengajar atau guru di daerah transmigrasi di desa Transmigrasi Sintang. Perjuangan bertahun - tahun yang akhirnya membuahkan hasil. Dari modal 2 hektar yang diberikan pemerintah lalu berkembang pelan - pelan menjadi 11 hektar. Keuletan Pak Lik yang waktu STM sempat lompat kelas dari kelas 1 ke kelas 3 STM (karena kecerdasan pak Lik di atas rata – rata).

Tapi ketika lulus berkeinginan  meneruskan kuliah tapi tidak mempunyai biaya. Ia memutuskan ikut program transmigrasi namun tidak disetujui nenek saya. Tapi Pak Lik Nekat. Kalimantan memang menjadi tempat perpindahan banyak orang Jawa. Waktu zaman Soeharto ada program transmigrasi untuk mengurangi jumlah penduduk Jawa dan mungkin membantu program meluaskan lahan pertanian. Penduduk Jawa yang padat dan seperti tidak mempunyai harapan meluaskan lahan pertanian, ditawarkan program transmigrasi ke luar pulau Jawa termasuk ke Kalimantan.

Tapi tragedi datang sekitar 10 tahun lalu ketika lahannya di Kalimantan berhektar - hektar ludes karena kebakaran hutan yang berasal dari lahan gambut. Tanaman lada yang siap panenpun terbakar. Pak Lik akhirnya memutuskan pulang Ke Jawa setelah pensiun sebagai guru dan tinggal di Magelang tempat kelahirannya. Rumahnya Di Kalimantan di tempati oleh anak keduanya yang laki - laki, anak Ragilnya ikut pulang ke Jawa dan sekolah, hingga menikah di Jawa. Sedangkan kakak ragilnya ketika Pak Lik masih tinggal di Kalimantan meneruskan sekolah di Magelang, dan Kuliah di ITS dan Airlangga Surabaya sekaligus karena menurun kecerdasannya dari ayahnya.

Saat ini Sepupu saya masih bolak balik Kalimantan Jawa, karena ada lahan beberapa hektar yang menjadi tanggungjawabnya. Kebetulan ia menikah dengan putri Kalimantan. sekaligus karena menurun kecerdasannya dari ayahnya.

Kembali ke pengalaman saya menapak bumi Kalimantan. Saya tinggal kurang lebih 3 hari  di Samarinda, sebuah kota di Kalimantan Timur, tempat pabrik - pabrik besar penambangan berada di sana. Kota yang berkembang pesat, namun panas teriknya juga luar biasa. Kami sempat putar - putar di Samarinda. Melewati Jembatan  di atas sungai Mahakam yang panjang dan lebar yang menghubungkan daerah hutan arah ke Balikpapan dan Samarinda. Angkotnya yang fullmusik, dengan suara menggelegar membawa kami berputar - putar Kota. Di sebuah sudut kota ada gerbang  yang menandai bahwa masuk ke dalam kawasan yang namanya kampung Jawa.

Oh rupanya orang Jawa juga banyak yang bekerja dan tinggal di Kalimantan. Ada juga pendatang dari Flores, dari Makassar dan juga Sumatera. Kami berkenalan dengan orang batak yang cukup lama tinggal di Kalimantan Timur sisi Utara tepatnya di Tarakan, bertetangga dengan kota Tajung selor (sekarang ibu kota Kaltara, ya lumayan jauh sih) sekarang menjadi provinsi sendiri yaitu Kalimantan Utara. Tinggalnya di pulau  di dekat perbatasan Thailand. Dan kalau  menyeberang lebih dekat ke Pulau Sulawesi.

Selama tiga hari sambil istirahat di tepi sungai Mahakam yang besar dan luas ( seperti berada di tepi pantai) menikmati ikan asin yang konon katanya diambil dari sungai tersebut. Meskipun hampir 3 hari menunya hanya tempe ikan asin, kami selalu nambah. Itulah pengalaman saya tinggal kurang lebih 3 hari di Kalimantan Timur.

Baca Juga: Ini Dia Penyebab Banjir di Kalimantan Selatan

Sebetulnya pengalaman biasa saja. Waktu itu karena kami adalah pengurus pusat organisasi pencak silat berbasis katolik, diutus untuk menyelesaikan persoalan ketika ada kecelakaan yang menyebabkan salah satu calon anggota meninggal, juga ada rapat daerah yang kami hadiri.

Kami jadi mengenal cerita tentang suku Dayak, sisi budayanya dan sisi mistisnya. Meskipun hanya sekilas saya sangat terkesan dengan suasana pulau Kalimantan yang kadang digambarkan secara seram oleh orang - orang yang pernah tinggal di sana. Tapi ketika saya dan teman saya menginjak pulau Kalimantan, cerita itu tidak seseram yang diceritakan orang. Yang jelas ada pepatah Di mana Bumi dipijak disitu langit dijunjung.

Di manapun berada kita harus bisa menyesuaikan diri dengan kebudayaan dan adat istiadat daerah setempat agar kita tetap dihargai. Salah satu sepupu saya juga mendapat jodoh orang Kalimantan Asli. Om Saya atau Pak Lik, adik dari ibu kandung saya pernah tinggal di Kalimantan puluhan tahun dari muda sampai pensiun sebagai guru.

Jadi kangen ke Kalimantan kalau ada yang mengundang ke Kalimantan saya sih tidak keberatan. Salam.

(maaf, saya lupa mengabadikan dengan kamera)

***