Riset

Perjuangan Rakyat Kalimantan Timur dalam Merebut Kemerdekaan

Jumat, 22 Januari 2021, 10:09 WIB
Dibaca 504
Perjuangan Rakyat Kalimantan Timur dalam Merebut Kemerdekaan
Kronik Perjoangan Rakyat Kalimantan Timur

Judul: Kronik Perjuangan Rakyat Kalimantan Timur

Penulis: Abdul Gani

Tahun Terbit: 1993

Penerbit: Jakarta Kaltim Group                                                                            

Tebal: x + 134

ISBN:

Kita tahu bahwa daerah bergejolak saat kemerdekaan Indonesia dikumandangkan di Jakarta. Banyak rakyat yang menyambut kemerdekaan ini dengan antusias. Padahal pemerintahan baru belum sepenuhnya berfungsi di daerah. Akibatnya pemerintah lama (Hindia Belanda atau Jepang) masih merasa berkuasa. Rakyat yang menganggap negaranya sudah merdeka berhadapan dengan para pemimpin lama yang mencoba mempertahankan kedudukan mereka sebagai penjajah.

Salah satu peristiwa perebutan kekuasaan di daerah setelah proklamasi adalah di wilayah Kalimantan Timur. Buku “Kronik Perjoangan Rakyat Kalimantan Timur” ini mencatat detail perjuangan rakyat Kalimantan Timur, khususnya di sekitar Samarinda dan Balikpapan. Catatan-catatan ini dikumpulkan oleh pelaku sekaligus sebagai saksi mata, yaitu Haji Abdul Gani.

Haji Abdul Gani adalah seorang pejuang yang menentang kekuasaan Belanda sejak Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan. Beliau adalah aktifis (dengan jabatan sebagai sekretasris) Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) di Balikpapan. Kiprahnya dalam perjuangan membuat beliau ditangkap NICA, dijatuhi hukuman penjara 7 tahun, meski kemudian dibebaskan karena adanya Persetujuan Roem Royen.

Sebagai catatan seorang saksi mata sekaligus pelaku, maka nilai sejarah buku ini sangatlah besar. Kronik disusun secara kronologis. Entri pertama bertanggal 10 Oktober 1945 dan entri terakhir bertanggal 14 Desember 1949. Entri pertama memuat peristiwa yang terjadi tidak lebih dari dua bulan sejak proklamasi dikumandangkan di Jakarta. Sedangkan entri terakhir ini sudah sangat dekat dengan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Pemerintah Belanda pada tanggal 27 Desember 1949.

Selain dari entri yang berdasarkan urutan tanggal, buku ini juga dilengkapi dengan bukti-bukti otentik, baik dari pihak Republik maupun dari pihak Hindia Belanda serta kesaksian-kesaksian pelaku lain yang terlibat langsung dalam peristiwa-peristiwa yang disajikan dalam buku ini. Bukti otentik dari dua pihak yang berseteru ditambah dengan kesaksian para pelaku membuat bobot buku ini menjadi semakin penting.

Peristiwa-peristiwa penting yang terdokumentasi di buku ini diantaranya adalah pengibaran bendara Merah Putih, penyerangan tangsi Belanda, pembakaran Gudang, penyergapan tangsi Belanda dan perebutan Kota Sanga-sanga dan tentu saja reaksi balik dari pihak Belanda. Pengibaran bendera Mereh Putih dilakukan diantaranya di RS Landscap Kutai di Karang Mumus, di Sanga-sanga, di Nenang Besar Penajam antara tanggal 10 – 29 Oktober 1945.

Peristiwa-peristiwa penghadangan dan penyerangan tentara Belanda terjadi seiring dengan keinginan merdeka yang begitu besar dari rakyat Kalimantan Timur, khususnya yang berada di Balikpapan dan Samarinda. Penghadangan dan penyerangan ini tentu saja dibalas oleh Belanda dengan penangkapan dan pembersihan para pejuang tersebut.

Abdul Gani juga memuat peristiwa-peristiwa diplomasi yang diupayakan oleh pihak Belanda untuk meredam pemberontakan di Kalimantan Timur. Misalnya tentang delegasi dari Kalimantan Timur yang diikutkan dalam sebuah pertemuan di Malino, Sulawesi Selatan.

Baca Juga: Folklor: Legenda Asal Usul "Kota Besi" di Sampit

Haji Abdul Gani masih terus mengabdi kepada NKRI setelah kemerdekaan. Beliau berkarya di bidang pemerintahan di Balikpapan, Tarakan, Bulungan dan Kutai dari tahun 1950 sampai tahun 1958. Selanjutnya beliau mengabdi sebagai anggota DPRD Daerah Istimewa Kutai dan Provinsi Kalimantan Timur (1958 – 1970).

Seperti diakui oleh penyusunnya di Kata Pengantar, buku ini disiapkan dengan tergesa-gesa. Oleh sebab itu banyak ditemukan salah cetak dan lay-out yang kurang menarik. Cetakannya pun seadanya. Mengingat pentingnya buku ini, sebaiknya diupayakan supaya dilakukan cetak ulang dengan editing dan lay-out yang lebih sempurna. Dengan demikian kandungan sejarah yang sangat penting yang terkandung dalam buku ini tidak hilang begitu saja.

***