Mengapa Alergi pada Usia?
Soal usia tetiba menjadi viral dan krusial di negeri ini ketika Gibran Rakabuming Raka menjadi kandidat cawapres Prabowo. Gibran memang terhitung masih muda, baru 36 tahun. Sedangkan berdasarkan undang-undang yang berlaku (sebelumnya), capres-cawapres harus berusia minimal 40 tahun.
Kontradiksi tentang usia ini membuat gonjang-ganjing dunia perpolitikan di Indonesia. Berbagai kecaman dan caci maki keluar menghantam sosok muda ini. Apalagi dari kubu-kubu yang merasa terancam dengan kiprah sang pengusaha martabak. Entah itu karena merasa dilangkahi, atau juga sebab cemburu yang berlebihan.
Tak dapat dipungkiri, mereka berusaha menggali semua kelemahan dan kesalahan Gibran. Terutama dari sisi keturunan, karena jelas dia adalah putra presiden yang berkuasa saat ini, Jokowi. Inilah yang paling dianggap sebagai kartu tarif untuk menjatuhkan Gibran Rakabuming Raka.
Naif, itulah yang saya lihat dari masyarakat Indonesia. Begitu banyak lembaga, perusahaan dan organisasi yang membatasi potensi seseorang dari hal yang sepele, bukan sesuatu yang penting. Salah satunya adalah masalah usia ini. Bukan hanya dalam dunia politik, tetapi juga dalam dunia kerja, batasan usia telah menjegal seseorang tanpa melihat kemampuan yang dimiliki.
Betapa sering saya melihat dan membaca persyaratan usia kerja, maksimal 25 tahun tetapi harus memiliki pengalaman. Ini lebih bersifat eksploitasi terhadap sumber daya manusia. Perusahaan-perusahaan semacam ini membuat persyaratan seperti itu dengan maksud mendapatkan tenaga kerja yang murah.
Lalu bagaimana dengan usia di atas itu? Ada sebagian kecil yang membolehkan calon pekerja maksimal 35 tahun. Tapi ini tentu saja masih tidak logis, karena dalam setiap range usia, pasti ada orang-orang yang membutuhkan pekerjaan. Di Indonesia, seakan menutup kemungkinan bagi seseorang untuk produktif dengan batasan usia. Bahkan juga di bidang kreator konten, sangat tidak masuk akal jika ada pembatasan usia.
Di negara-negara maju, boleh dikatakan usia tidak menjadi persyaratan yang berarti. Semua orang memiliki kesempatan, asalkan dia mempunyai kemampuan yang dibutuhkan di bidang tersebut. Jadi, sungguh menggelikan bahwa orang Indonesia alergi pada usia. Bagaimana kita mau lepas landas menjadi negara maju jika masih terkungkung oleh batasan usia?
Kemampuan
Sebetulnya, usia tidak menjamin seseorang mampu berpikir dan bertindak dewasa. Banyak orang yang usianya semakin bertambah, tetapi sikapnya masih kekanakan serta berpikiran sempit. Sebaliknya, ada orang yang usia biologis masih remaja tetapi bisa berpikir dan bertindak bijaksana sebagaimana orang dewasa.
Karena itu yang patut menjadi tolok ukuran bukanlah usia, melainkan kemampuan, keahlian di bidang yang digelutinya. Ada orang-orang tertentu yang diberikan kelebihan oleh Tuhan di atas yang lainnya. Di negara-negara lain, ada CEO perusahaan yang masih berusia belasan tahun. Di sisi lain, banyak pula orang yang baru sukses di usia tua seperti pendiri KFC, Kolonel Sanders. Begitu juga dalam dunia politik.
Jadi, dalam menilai sosok Gibran Rakabuming Raka, jangan melihat dari usia. Lihatlah kemampuan yang dimilikinya, yang tidak ada pada tokoh-tokoh seusia atau bahkan yang lebih tua dari dia. Soal kemampuan Gibran, pernah saya tulis dalam sebuah artikel beberapa bulan lalu di website ini.
Saya bukan kroni dari Gibran, apalagi dari presiden Jokowi. Saya tidak mengenal mereka secara pribadi. Tetapi saya hanya seorang pengamat amatir yang berusaha obyektif, sebagai rakyat yang memandang jauh ke masa depan Indonesia.