Politik

Generasi Emas di Ujung Jari: Menjadikan GEN-Z Sebagai Garda Literasi dalam polarisasi bonus demografi

Jumat, 12 Desember 2025, 11:13 WIB
Dibaca 7
Generasi Emas di Ujung Jari: Menjadikan GEN-Z Sebagai Garda Literasi dalam polarisasi bonus demografi
Firdaus, (Akademisi Fisip Untan) dalam memberikan sesi materi

Indonesia tengah berdiri di ambang sejarah. Bukan karena perayaan, melainkan karena fenomena demografi yang menentukan nasib bangsa: Bonus Demografi. Angka-angka berbicara lantang: per 30 Juni 2025, usia produktif diperkirakan mencapai 69,51% dari total penduduk, atau sekitar 199,28 juta jiwa. Kita berada di fase puncaknya, yang diprediksi akan berlangsung hingga dekade krusial 2030-2040. Akademisi dari Universitas Tanjungpura (UNTAN), Firdaus, menegaskan bahwa momen ini ibarat koin bermata dua: jika penduduk usia produktif memiliki kualitas baik, ia menjadi bonus luar biasa. Namun, jika tidak, ia akan menjelma menjadi beban berat bagi negara.

Inti dari tantangan ini sederhana namun mendalam: Apakah generasi muda, sebagai agen perubahan sosial utama, benar-benar memahami proses kebijakan publik yang akan membentuk nasib mereka sendiri?

Dalam era di mana ponsel pintar adalah perpanjangan tangan kita, proses kebijakan publik telah berubah secara radikal. Akses data kini jauh lebih cepat dan luas, pemerintah dapat memanfaatkan big data dan analitik untuk meningkatkan akuntabilitas, dan partisipasi publik dapat melonjak melalui petisi online dan media sosial. Namun, kemudahan ini datang bersama risiko yang mengancam kualitas demokrasi kita. Kita dihadapkan pada derasnya arus misinformasi dan disinformasi yang memanipulasi opini, risiko privasi dan keamanan data akibat masifnya pengumpulan data, hingga bahaya polarisasi sosial karena algoritma media sosial memperkuat echo chamber. Belum lagi ancaman ketimpangan digital, di mana tidak semua warga memiliki kemampuan atau akses internet yang memadai.

Inilah mengapa literasi kebijakan publik menjadi kebutuhan mendesak. Firdaus menyebut kebijakan publik sebagai cetak biru (blue print) masa depan kita. Tanpa pemahaman yang cukup, pemuda—yang sejatinya adalah inovator, penggerak sosial, dan pengawas (watchdog)—berisiko menjadi penonton pasif. Jika kita diam dan tidak peduli, kita secara sukarela menyerahkan masa depan di tangan orang lain. Kita berisiko diatur oleh kebijakan yang mungkin tidak berpihak pada kepentingan kita, seperti regulasi yang rumit untuk izin usaha kecil atau kurikulum pendidikan yang usang dan tidak relevan.

Kekuatan generasi muda sesungguhnya terletak di ujung jari, namun penggunaannya harus bertransformasi: dari sekadar scroll menjadi control.

Strategi yang ditawarkan adalah pemberdayaan berbasis data dan literasi digital, dengan memegang teguh filosofi bahwa "Gunakan dan percayakan kemampuan otakmu yang diciptakan Allah untuk berpikir jangan bergantung pada teknologi."

Transformasi ini dilakukan melalui tiga langkah solutif:

Menerjemahkan Kebijakan (Translasi Cerdas): Bahasa pemerintah sering kali formal dan rumit. Pemuda harus mengambil peran sebagai penerjemah. Ubah dokumen kebijakan menjadi konten yang simple dan to the point, seperti infografis Instagram, konten TikTok yang ringkas, atau utas X (Twitter). Tujuannya agar teman sebaya mudah memahami implikasi kebijakan tersebut.

Melakukan Advokasi Cerdas (Kontrol Berbasis Data): Ketika menemukan kebijakan yang merugikan (misalnya terkait layanan publik), jangan hanya bereaksi emosi. Kumpulkan fakta, buat analisis singkat, dan sampaikan masukan kepada pihak terkait secara sopan dan berbasis data. Pendekatan ini terbukti jauh lebih efektif dalam mendorong perubahan daripada sekadar keluhan tanpa dasar.

Mencari Kebenaran (Cek Silang Wajib): Di tengah badai hoaks politik, pemuda wajib cek silang kebenaran informasi. Daripada mudah percaya pada kabar burung, jadikan kunjungan ke sumber resmi.

dalam hal ini Firdaus kembali menegaskan bahwa "Momentum bonus demografi ini adalah kesempatan emas, bukan sekadar statistik. Dengan penguatan literasi kebijakan dan kapasitas digital, generasi muda dapat mengambil kendali dan menjadi penggerak perubahan yang aktif dan bertanggung jawab. Jangan biarkan masa depan kita menjadi beban yang ditentukan oleh orang lain. Kendalikan cetak biru Anda sekarang."