Politik

Malinau Unggul dalam Berdayakan RT

Rabu, 19 Agustus 2020, 19:05 WIB
Dibaca 395
Malinau Unggul dalam Berdayakan RT
Sosialisasi Perda RT (Foto: Radar Tarakan)

Dodi Mawardi

Penulis senior

Suatu hari di Jakarta, Bupati Malinau menerima panggilan telepon. Dia berbicara dengan seorang perempuan di ujung telepon genggamnya. Suara perempuan itu cukup nyaring sehingga saya ikut mendengar, meski tak terlalu jelas apa yang dibicarakan. Sekilas perempuan itu terdengar sangat percaya diri berbicara kepada Bupati. Seperti kepada seorang bapak.

 

Setelah selesai menelepon, Bupati bertanya kepada saya, “Tahukah siapa yang tadi telepon?”

Saya menggeleng kepala.

“Dia itu Ketua RT di salah satu desa di pedalaman. Mau mengundang saya untuk hadir pada acara RT-nya...” katanya tenang seperti biasa.

Saya masih tak percaya. Beberapa saat terdiam, sambil mencerna apa yang saya dengar. Seorang Ketua RT, ibu-ibu, berbicara langsung melalui telepon dengan Bupati. “Ah yang benar?” kata saya dalam hati. Jangankan Ketua RT, kepala desa saja belum tentu bisa bicara langsung dengan bupati secara bebas. Banyak bupati yang tidak membagi nomor teleponnya.

 

Ternyata memang demikianlah keadaan sesungguhnya di Malinau. Pada periode 2011 – 2016, Bupati Malinau Dr. Yansen TP,. MSi., memberdayakan para kepala desa. Hasilnya, jika kita melihat banyak pejabat berseragam lalu lalang di kantor bupati, bergaul bebas dengan para camat atau kepala dinas, mungkin saja mereka adalah para kepala desa. Dulu, kepala desa tidak percaya diri, tak berani tampil, apalagi bergaul setara dengan para pejabat kabupaten. Berkat Gerdema, sebagian besar kepala dari 109 desa, sudah berani tampil dan penuh percaya diri.

 

Pada periode berikutnya 2016 - 2021, bukan hanya kepala desa yang dimampukan dan diberdayakan, melainkan juga para Ketua RT dan pengurusnya. Sang bupati mengeluarkan kebijakan khusus RT Bersih (dengan kepanjangan Rapi, Tertib, Bersih, Indah, dan Harmonis), sebagai upaya memberdayakan masyarakat RT. Beberapa tahun program itu berjalan, sudah muncul sejumlah Ketua RT berkualitas.

 

Pemerintah Kabupaten Malinau beberapa langkah lebih maju dibanding sebagian besar pemerintah daerah lainnya, dalam hal pemberdayaan Rukun Tetangga (RT). Bahkan, mereka juga lebih unggul jika dibandingkan dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, salah satu provinsi terkaya dan termakmur.

 

Sejak 2016, Pemkab Malinau mencanangkan program pemberdayaan RT, sebagai bagian penting dari Konsep Pembangunan Berbasis Komunitas. RT bukan hanya mitra atau sekadar berfungsi membantu tugas pemerintah dalam pembangunan. RT di Malinau adalah subjek pembangunan. Mereka ikut berpartisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai evaluasi pembangunan di wilayahnya.

 

Pemkab Malinau memberlakukan Perda tentang Peran RT dalam pembangunan, yang berbeda dibanding daerah lainnya. Peran dan fungsi RT bukan hanya sebagai tukang stempel, tanda tangan dokumen, dan hal administratif lainnya. Mereka memegang peran kunci dalam Pembangunan Berbasis Komunitas. Suatu hal yang amat langka di negeri ini.

 

Mari kita kaji hal tersebut dengan perbandingan di wilayah lain. Setidaknya terdapat tiga perbedaan dalam operasionalisasi pemberdayaan RT di Malinau dan daerah lain.

 

Pertama, setiap daerah menyebutkan hal yang sama terkait peran RT, yaitu pemberdayaan masyarakat. Akan tetapi, sebagian besar hanya wacana dan pada tataran di atas kertas. Malinau berbeda. Mereka sudah punya konsep yang jelas. Konsep itu kemudian dituangkan dalam Perda, dan bahkan menjadi program utama periode 2016-2021.  Konsep dan Perda tidak hanya sekadar di atas kertas. Selama setahun lebih, Pemkab Malinau melaksanakan sosialisasi, pelatihan, dan bimbingan teknis terkait hal tersebut, kepada seluruh RT dan perangkatnya. Bahkan, masyarakat RT pun dilibatkan. RT dan masyarakat dimampukan dan diberdayakan.

 

Kedua, Pemkab Malinau memberikan dana tunjangan semacam honor kepada pengurus RT (bukan hanya ketua saja, melainkan juga sekretaris dan bendahara). Honor tersebut di luar biaya operasional. Di daerah lain, hanya para ketua RT yang mendapatkan dana operasional, dan tidak ada honor khusus. Istilah setiap daerah berbeda. Ada yang menyebutnya insentif, dana operasional, dan ada pula yang memberi nama dana stimulan. Setiap kabupaten/kota memberikan besaran dana operasional yang berbeda-beda. DKI Jakarta misalnya, per 2018 lalu memberikan dana operasional RT sebesar Rp2.000.000,-/bulan, dan RW Rp2.500.000,/bulan. Lihat tabel perbandingan dana operasional RT di Indonesia.

 

Malinau memberikan dana sebesar Rp 5.000.000,-/bulan untuk pengurus RT. Dengan rincian, honor Ketua RT sebesar Rp 1.250.000,-/bulan, serta masing-masing Rp 850.000,-/bulan untuk sekretaris dan bendahara RT. Sisanya untuk biaya operasional.

 

Ketiga, hal yang sangat berbeda dan belum ada di daerah lain adalah dana pembangunan RT. Pemkab Malinau membuat terobosan (layak disebut revolusi), dengan memberikan dana pembangunan sebesar Rp200.000.000,-/RT per tahun. Dana tersebut diberikan kepada RT untuk dimanfaatkan secara optimal membangun RT-nya. Merekalah yang menentukan program pembangunan di wilayah masing-masing. Mereka mampu merencanakan, melaksanakan, mengawasi, dan mengevaluasi, karena sudah mendapatkan pelatihan serta bimbingan teknis.

(Dikutip dari buku Gebrakan dari Perbatasan)