Politik

Politik Etnis Cina Indonesia

Minggu, 9 Februari 2025, 05:47 WIB
Dibaca 92
Politik Etnis Cina Indonesia
Politik ECI

Judul: Etnis Cina Indonesia Dalam Politik

Penulis: M.D. La Ode

Tahun terbit: 2012

Penerbit: Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Tebal: xxiv + 406

ISBN: 978-979-461-817-2

 

Buku ”Etnis Cina Indonesia Dalam Politik” karya M.D. La Ode ini memberi gambaran tentang keterlibatan Etnis Cina Indonesia (ECI) dalam politik di Kalimantan Barat. La Ode setidaknya menjelaskan tiga hal dalam buku yang ditulis berdasarkan penelitiannya ini. Pertama adalah tentang faktor-faktor yang membuat ECI kembali berkiprah di dunia politik pasca tumbangnya Orde Baru, kedua adalah tentang dampak politik, ekonomi dan sosial budaya akibat masuknya ECI ke dunia politik dan ketiga adalah respon etnis lain di Kalimantan Barat terhadap peran politik ECI.

Etnis Cina sudah datang ke kawasan yang sekarang bernama Indonesia sejak berabad lalu. Mereka ada yang datang berrombongan, namun ada juga yang datang sebagai imigran individual. Alasan kedatangan mereka pun berbeda-beda. Ada yang datang karena muhibah perdagangan, muhibah budaya dan agama (Islam) dan kemudian menetap, datang sebagai pekerja tambang dan buruh perkebunan atau datang karena menghindari kelaparan dan perang untuk mencari nasip yang lebih baik.

Sebelum kedatangan Belanda, mereka berbaur dengan baik dengan penduduk lokal dimana mereka tinggal. Pada jaman Belanda, para imigran Cina ini mendapatkan status sebagai warga kelas 2 dan didorong untuk berperan di bidang perdagangan. Beberapa tokoh Cina berperan secara politik di pemerintahan lokal. Misalnya Njoo Lay Hwa menjadi pemangku di Majapahit, Tan Jin Sing di Keraton Jogja, Njoo Keng Song di Kesultanan Bulungan, Kalimantan Utara dan lainnya.

Di era sebelum kemerdekaan dan di jaman Orde Lama, nama-nama seperti Jaap Tjwan Bing, Siauw Giok Tjhan dan Oey Tjoe Tat muncul sebagai politisi handal. Namun di era Orde Baru, peran ECI dikerucutkan hanya di bidang perdagangan saja. Sejak orde baru sampai dengan masa Reformasi, hampir tidak ada orang Tionghoa yang berperan secara politik. Trauma tragedi 1965, membuat orang-orang ECI takut untuk berpartisipasi di sektor politik. Hanya di akhir masa jabatan Suharto, ia mengangkat Muhammad Hasan sebagai menteri.

Seiring dengan era Reformasi dan tumbangnya Orde Baru, peran ECI di bidang politik kembali marak. Apalagi setelah fenomena Ahok di Jakarta. Di daerah pun mulai bermunculan tokoh-tokoh politik yang kemudian berhasil memenangkan kontestasi untuk menjadi kepala daerah. Andrey Angouw (Walikota Manado), Tjhai Chui Mei (Walikota Singkawang), Acep Purnama (Bupati Kuningan), Budhi Sarwono (Bupati Banjarnegara), dan Benny Laos (Bupati Morotai) adalah beberapa contoh kepada daerah yang beretnis Cina Indonesia.

 

Dinamika dan faktor-faktor penyebab keterlibatan ECI dalam politik

Meski peran politik ECI di era Orde Baru sangat terbatas, namun di Kalimantan Barat, ada beberapa ECI yang berhasil masuk ke dunia politik. Peran mereka memang hanya terbatas sebagai anggota atau pengurus partai politik dan menjadi anggota DPRD. La Ode mencatat hanya ada empat ECI yang menjadi anggota DPRD di Kalimantan Barat sebelum reformasi. Itu pun semuanya berasal dari Golkar. Namun setelah reformasi La Ode mencatat ada lebih dari 50 ECI yang menjadi anggota DPRD di Kalimantan Barat, 40 di Kota Pontianak dan 25 di Kota Singkawang dan ada tiga orang yang menjabat sebagai Kepala Daerah atau wakil. Belum lagi warga ECI yang berperan di bidang birokrasi.

Faktor-faktor yang menurut La Ode berperan dalam mendorong ECI berpartisipasi di dunia politik adalah: (1). Panggilan jiwa untuk memperjuangkan kelompoknya yang mengalami pembatasan di era Orde Baru, (2). Politik identitas, (3)Idealisme, (4). Pragmatisme, dan (5). Kekuasaan. Faktor lain yang mendorong berkiprahnya ECI di dunia politik adalah fenomena Ahok. Keberhasilan Ahok di dunia politik daerah dan di Ibukota membuat semangat ECI untuk ikut terjun di dunia politik.

 

Dampak keterlibatan

Dampak keterlibatan ECI di dunia politik yang ditemukan oleh La Ode melalui penelitiannya adalah kekhawatiran dominasi ECI di bidang politik di Kalimantan Barat. Setidaknya dominasi di Kota Pontianak dan Kota Singkawang. Dampak kedua adalah negatif terhadap proses integrasi nasional. Sebab saat ECI mempunyai peran secara politik, muncul arogansi dari kelompok ECI kepada kelompok lainnya. Apalagi dalam kasus Kalimantan Barat, orang-orang Cina pernah mendirikan Republik Lan Fang. Namun di sisi lain, La Ode juga mencatat bahwa peran ECI di dunia politik berdampak positif terhadap integrasi nasional. ECI juga semakin berperan dalam dunia sosial.

Peran politik yang didapat oleh ECI di Kalimantan Barat ternyata tidak mampu mengubah rendahnya sikap saling percaya antaretnis. Peran ECI dalam politik ini malah berpotensi merenggangkan toleransi dan rasa saling percaya antaretnis.

Secara ekonomi, masuknya ECI di dunia politik memperkuat posisi mereka di sektor ekonomi. Jika dengan pembatasan di masa Orde Baru ECI bisa kuat secara ekonomi, apalagi saat mereka juga mempunyai kekuasaan melalui partisipasi mereka di dunia politik.

Menariknya, di bidang sosial-budaya, La Ode mencatat bahwa sejak ECI aktif di bidang politik, mereka menjadi semakin terbuka di bidang sosial dan budaya. Masuknya ECI di dunia politik juga berdampak positif terhadap asimilasi, khususnya dalam mendorong kawin campur dan pilihan pekerjaan.

 

Respon terhadap keterlibatan

Selain mendokumentasikan dampak negatif dan positif keteribatan ECI di dunia politik, La Ode juga mengumpulkan pandangan etnis lain terhadap fenomena ini. Respon dari para informan yang diwawancarai ada yang menolak, mendukung dan bersikap moderat.

Salah satu informannya (bertenis Melayu) menyatakan bahwa belum saatnya ECI berperan besar di dunia politik di Kalimantan Barat. Sebab peran politik mereka akan membuat dominasi ECI tidak hanya di bidan ekonomi saja. Informan ini meragukan bahwa posisi politik ECI yang kuat akan memperjuangkan kesejahteraan semua warga. Ada juga kelompok informan yang menolak secara tegas keterlibatan ECI di dunia politik. Alasannya ECI bukan dari rumpun yang asli Nusantara. Mereka adalah bangsa asing.

Kelompok yang mendukung beragumen bahwa harus ada kesamaan hak warganegara dalam politik. Kedua partisipasi kelompok ECI di dunia politik tidak bisa dihambat karena tuntutan demokrasi dan HAM. Ketiga, sebagai konsekwensi demokrasi. Keempat sebagai negara demokrasi Indonesia tidak boleh melakukan diskriminasi dan pelanggaran HAM.

Sedangkan informan lain berpendapat lebih positif. Informan ini menyampaikan bahwa keterlibatan ECI dalam politik harus dihormati, tetapi tetap perlu kehati-hatian.

 

Hasil penelitian La Ode ini sangat bermanfaat bagi masyarakat Indonesia, khususnya Kalimantan Barat untuk berefleksi terhadap fenomena masuknya ECI dalam dunia politik. Refleksi perlu dilakukan baik oleh kelompok ECI sendiri maupun kelompok etnis lainnya. Fenomena ini bisa memberi sumbangan positif bagi Indonesia dan khususnya Kalimantan Barat apabila keterlibatan ECI ini didorong untuk meningkatkan integrasi secara nasional dan untuk mengupayakan kesejahteraan bagi seluruh warga negara. 895

 

Tags : politik