Politik

Rakyat dan Negara Harus Kuat, Refleksi Perang Israel-Iran

Senin, 23 Juni 2025, 07:15 WIB
Dibaca 29
Rakyat dan Negara Harus Kuat, Refleksi Perang Israel-Iran
Ilustrasi perang Israel-iran (Foto:.Antara)

Beberapa hari terakhir ini di ruang publik penuh dengan seliweran informasi tentang perang Israel dengan Iran. Segala macam pandangan pendapatan yang keras, ringan, miring dan lurus dari berbagai orang dan berbagai kalangan. Dari yang membela dan berpihak kepada salah satu negara. Dari yang memusuhi dan mengawani salah satu negara. 

Terlepas sikap berpihak dan apriori, semua sah-sah saja. Dalam konteks perang semua pendapat itu pasti dasarnya asumsi masing-masing. 

Dari sisi kebenaran nanti dulu, apalagi salah, tidak mengurangi dan menambah. Apapun pendapat orang luar, pasti semuanya tidak mampu mengungkapkan kebenaran di balik alasan kenapa Israel terkesan tiba-tiba menyerang Iran.

Apa ada yang salah jika kita berpraduga bahwa Israel sangat terganggu dan terancam karena Iran menjadi sponsor utama dari Hamas dan Hezbollah, yang tidak henti-hentinya merecoki ketenangan Israil? Kalau itu alasannya, oke..! setidak-tidaknya kita bisa memahami sikap keras Israel menyerang Iran. Atau ada alasan dan maksud lain yang lebih seru lagi.

Adanya dugaan bahwa serangan Israel ini merupakan skenario membuka kran revolusi kepemimpinan di Iran. Dugaan inipun sah-sah saja, karena kemungkinan ada benarnya. Karena kepemimpinan di Iran saat ini sangat bermusuhan dengan Israel dan bahkan termasuk bermusuhan dengan Amerika.

Menggulingkan kepemimpinan para mullah di Iran sudah menjadi target sejak 1979, ketika jatuhnya Sah Reza Pahlevi sebagai penguasa monarki Iran ribuan tahun yang telah digulingkan oleh Ayatullah Khomaini.

Banyak fraksi di Iran saat ini yang bisa digerakkan sebagai kekuatan menjatuhkan dan mengganti kepemimpinan Iran saat ini. Benar dan tidak semua tafsiran dan anlisa orang biarlah waktu yg menjawabnya. 

Yang jelas Perang Israel dan Iran ini masih jauh dari kekuatan yang bisa memancing atau melahirkan Perang Dunia ke Tiga.

Saya berkeyakinan ini perang biasa. Perang yang munculnya inisiatif serangan ini dalam menjaga eksistensi satu negara khususnya Israel. Dan alasan ini sama-sama bisa dipahami oleh negara manapun. Oleh sebab itu tidak akan mungkin satu nagara yang merasa bersekutu, ingin melibatkan diri untuk meningkatkan eskalasi ketegangan di kawasan teluk Persia dan Timur Tengah. 

Analisa saya bahwa akhir dari perang ini akan membuka ruang dialog terbuka antara Iran dan Israel bersama masing-masing sekutunya. 

Alasan utama dialog, karena negara-negara besar pasti akan memainkan pionir-pionirnya untuk tetap menjaga eksistensi kekuasaan negaranya yang sedang kuat-kuatnya saat ini di dunia ini. Mereka tidak akan mengorbankan diri mereka yang sudah eksis hanya karena Iran. Bijaklah kita tunggu dan amati jejak dan titik berhentiknya perang ini. Waktu itu akan tiba satu bulan ke depan.

Anomali Olok-olok 

Sesungguhnya saat ini saya tidak bermaksud membahas soal perang ini. Karena ada hal yang lebih seru lagi berseliweran di ruang publik. Apa itu?

Saya kira tidak berlebihan jika saya berpendapat, bahwa ada keanehan di mana di berbagai media sosial, muncul status dan postingan yang mengolok-olok, maaf, jajajaran aparat penjaga ketertiban rakyat dan para legislator serte para pejabat pemerintah.

Olok-olokan yang berupa video-video yang ditampilkan itu justru dilakoni oleh para figur oknum itu. Tentang perilaku transaksional dalam menjalankan tugas. Transaksional dalam mendapatkan dukungungan suara dari rakyat. Tidak perlu lagi didengar keluhan rakyat, karena semua sudah dibayar. Siapa membayar, keluhan dan urusannya bisa ditanggapi dan di selesaikan. 

Satu minggu terakhir ini di laman tiktok saya, 60 persen menampilkan postingan olok-olokan ini. Saya berpikir ada apa gerangan yg terjadi?

Memang tidak bisa dipungkiri, di hampir wilayah pedesaan, pedalaman, perbatasan dan pinggiran kota, munculnya berbagai keluhan rakyat tentang buruknya infrastruktur di daerah mereka. Buruknya pelayanan publik. Berbagai bentuk intimidasi. Persolan lahan yang diserobot perkebunan. Dan banyak hal di mana-mana kita perhatikan sangat memprihatinkan. Terkesan seolah-seolah tidak ada negara di sana. Karena pemerintah terkesan dan terlihat tidak aktif, tidak prihatin, tidak inisiatif, tidak impati, tidak responsif, tidak kreatif, tidak professlional dalam menyikapi dan mengatasi semua problem rakyat. 

Jelas-jelas rakyat berjibaku menghadapi keterbatasan dari sarana dan prasarana yang ada. Di berapa tempat masyarakat berjuang mati-matian untuk mempertahankan dan menyambung hidupnya. Aneh juga, tetapi itulah kenyataannya. Rakyat seolah ditinggal sendiri dalam letihnya berjuang untuk bertahan hidup.

Apakah karena keadaan sikap ini, muncul berbagai kritik melalui postingan dan status serta video yang berseliweran di media sosial ini?

Terlepas ya dan tidak, maka mungkin yang penting sekarang negara harus kuat. Untuk menjadi negara yang kuat, maka tidak bisa tidak, rakyat harus kuat. Rakyat pondasi negara, jadi rakyat harus tetap kuat.

Bagaimana rakyat kuat? Rakyat harus membantu pemerintah dan negara, untuk membangun inisiatif berkarya kreatif dan profesional membangun diri. Bangkit untuk mengatasi berbagai hambatan. Bangkit berperan mengelola lingkungan strategisnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kalau diam menanti dan menunggu dari mana datangnya pertolongan, maka waktu terus berlalu, masalah terus semakin menjadi-jadi dan menumpuk, semakin menambah kerumitan dan keterpurukan rakyat.

Jalan baik, rakyatlah yang bangkit menata diri, mengelolah potensi dan lingkungan strategisnya. Tidak ada kata lain bangunlah jiwa karsamu, bangkitlah semangatmu, bersatu bersama membangun negeri.

Daripada kita menanti, saling berolok-olokkan, takkan pernah ada keteladan yang bisa kita hadirkan memandu perilaku unggul ke masa depan. Takkan perna ada legacy atau warisan dari kita untuk masa depan anak cucu dalam membangun bangsa.

Perang boleh terjadi. Para pelaku pembangun boleh lalai. Tetapi rakyat jangan lalai, jangan diam. Diammu, berarti kepunahan masa depan.

Tentu kita tidak mau negara ini lemah, karena kita. Tentu kita tidak mau mengulangi kesalahan trsnsaksional untuk suara kita. Kesalahan sendiri karena tidak pintar memberi hak suara rakyat yang sangat berharga menentukan masa depan negara.

Berkhidmatlah untuk kualitas hidup bangsa dan negara yang sempurna!

Malinau, 22 Juni 2025

***