Politik

Surprise, AHY Bisa Kayak Gitu!

Senin, 10 April 2023, 09:00 WIB
Dibaca 472
Surprise, AHY Bisa Kayak Gitu!
Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono saat pidato politik, 14 Maret 2023. (Foto: Screenshot Kanal Youtube Partai Demokrat)

Terkesiap menyaksikan pidato politik Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), 14 Maret 2023. Mengusung tema "Memperjuangkan Perubahan dan Perbaikan", AHY lebih dari sekadar menyampaikan arah, sikap dan posisi Partai Demokrat.

AHY tampil energik. Di hadapan ribuan pendukungnya, ia begitu brilian  mengungkapkan kegetiran masyarakat kecil. Empatinya ia sampaikan tegas, bukan semata mengeklaim bahwa dirinya akan terus memperjuangkan perubahan dan perbaikan nasib wong cilik.

"Saya akan terus datang ke lapangan untuk menyapa dan berdialog dengan rakyat. Karena dengan demikian saya sungguh mengetahui persoalan mereka, serta harapan dan aspirasinya. Langsung tanpa perantara," tuturnya semangat.

Sebagai politikus muda yang kian terasah, AHY menampakkan keberpihakannya pada kalangan milenial. Generasi yang akan menorehkan perjalanan bangsa di masa depan. Apalagi pada Pemilu 2024 nanti, pemilih muda jadi yang terbanyak. Versi Komisi Pemilihan Umum (KPU), jumlah pemilih muda diperkirakan 107 juta orang atau 53-55 persen dari total pemilih.

Lantang, AHY berseru. "Kemudian generasi muda, khususnya generasi milenial dan generasi Z, hampir frustrasi dengan lapangan pekerjaan yang makin terbatas. Belum lagi gempuran digitalisasi dan otomasi, sedangkan ketimpangan akses digital antara masyarakat di desa dan masyarakat di kota masih cukup besar."

Kondisi faktual yang diungkit AHY ini tak bisa disanggah. Jangankan lapangan kerja yang makin terbatas, bahkan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) buruh kini tengah menggelora. Sayang, AHY tidak menyentil tsunami PHK. Padahal itu bisa menambah gedorannya atas kinerja pemerintah saat ini.

Tapi, bukan AHY namanya bila tidak mengajak lawan bertarung sportif. Bak memainkan strategi empat langkah Scholar's Mate pada permainan catur, AHY cerdik memulai pertarungan dengan inisiatif merebut kemenangan.

Ia mengatakan, "Banyak yang berdalih, krisis yang kita alami juga dihadapi oleh negara-negara lain, bahkan mereka mengeklaim kondisi kita lebih baik. Faktanya, daya beli masyarakat turun drastis. Kemiskinan dan ketimpangan memburuk."

Menurut saya, pernyataan soal “daya beli masyarakat yang menurun, kemiskinan dan ketimpangan terus memburuk” itulah strategi bermain catur ala Scholar's Mate yang dimainkan. Menunggu lawan lengah dan mengontrol permainan dengan cepat.

Pidato AHY pun makin leluasa mengoreksi pemerintah saat ini. Simak apa katanya berikut ini.

“Masalahnya, bukan hanya krisis global. Persoalan ekonomi kita semakin rumit, karena keuangan negara tidak dikelola dengan baik. Anggaran. Anggaran terlalu banyak digunakan untuk membiayai proyek-proyek mercusuar yang tidak banyak berdampak pada kehidupan wong cilik. Tidak banyak berdampak kepada saudara-saudara kita yang berkategori miskin dan kurang mampu.”

Belum selesai. AHY mengeluarkan jurus pamungkas. Apa itu? Utang negara. “Sementara itu, defisit anggaran coba ditutupi dengan utang pemerintah. Dalam delapan tahun terakhir ini, kenaikan utang pemerintah mencapai tiga kali lipat.”

Jebret!

Konten pidato politik AHY sangat komunikatif. Ia pandai memainkan langgam. Saya sampai bergumam dalam hati, “Ini bukan AHY yang dulu.” Tak ada lagi bayang-bayang "Pepo", sang ayah Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Malah, tidak adanya penampilan SBY selama pidato AHY, menjadi poin plus mimbar politik itu.

AHY terlihat makin matang. Ia lebih dewasa. Seiring dengan itu sosok kepemimpinannya pun menonjol. Sebagai pemimpin partai berlambang “gambar bintang bersinar tiga arah yang berwarna merah dan putih di masing-masing sisinya”, AHY menggariskan tegas. Katanya, “Suara Demokrat adalah suara rakyat. Perjuangan Demokrat adalah harapan rakyat. Demokrat harus terus menjadi bagian daripada solusi.”   

Saya juga memberi poin lebih pada AHY saat ia menyapa para sesepuh yang hadir menyaksikan pidatonya. Siapa mereka? Begini, teriak AHY. “Terima kasih dan penghormatan kepada para patriot bangsa yang juga hadir bersama kita saat ini. Beliau-beliau adalah senior-senior saya. Para jenderal, laksamana, marsekal, purnawirawan TNI/Polri, yang siap berjuang bersama kita. Bersama rakyat Indonesia, mewujudkan perubahan dan perbaikan. Thank you for your service.”

Coba, sesepuh mana yang tidak merasa dihargai martabatnya, dengan luncuran pernyataan AHY yang begitu "nge-wong-ke" dan penuh santun serta takzim seperti itu.

Sungguh, melalui pidato politiknya, AHY berhasil menabalkan dirinya sebagai salah satu figur pemimpin muda yang dibutuhkan Indonesia, kini dan nanti.

Pilih Pemimpin Muda

Indonesia butuh pemimpin muda. Pasti. Salah satu alasannya, karena negeri ini akan menikmati bonus demografi. Pada 2045 atau genap 100 tahun Republik Indonesia nanti, sebanyak 70 persen jumlah penduduk Indonesia adalah usia produktif (15 hingga 64 tahun). Pada saat itu, Indonesia diprediksi akan masuk dalam jajaran empat besar ekonomi dunia. Maka tak pelak, persiapan untuk mewujudkannya harus matang sedari dini. Segala ide, wacana dan gagasan harus runcing guna merengkuh cita-cita Generasi Emas 2045.

Sosok AHY dengan segala kelebihannya saat menyampaikan pidato politik, memenuhi kriteria menjadi lokomotif yang mampu membawa gerbong bonus demografi menuju arah generasi emas tadi. 

Memangnya yang seperti apa itu Generasi Indonesia Emas 2045? Pemerintah sudah menggariskan empat kriteria. Yaitu, memiliki kecerdasan yang komprehensif, yakni produktif, inovatif; Damai dalam interaksi sosialnya, dan berkarakter yang kuat; Sehat, menyehatkan dalam interaksi alamnya; dan Berperadaban unggul. Ahay, semua kriteria itu kini sekurang-kurangnya sudah ada pada tampilan AHY. Terutama, dalam hal "karakter yang kuat".

Ihwal karakter AHY ini, saya teringat tulisan Yansen Tipa Padan (YTP) dalam bukunya “Mengkhianati Keputusan Sendiri - Memoar Politik YTP : Refleksi Perikehidupan Politik Indonesia” (Penerbit Buku Kompas, 2022, Jakarta)

Yansen TP yang menjabat Wakil Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) sekaligus Ketua DPP Partai Demokrat Kaltara dan Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat menulis dalam bab berjudul “Sang Pemimpin”.

“Sekarang AHY sedang memegang tampuk kepemimpinan puncak Demokrat, sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat. Jujur, secara kasatmata kita bisa melihat bukti kemajuan Demokrat di bawah kepemimpinannya. Terlebih kita bisa membuktikan kepiawaian AHY dalam mengendalikan situasi ketika Partai Demokrat menghadapi prahara, kemunafikan, kepicikan, keangkaramurkaan, dan tanda petik “kebodohan, keserakahan, dan ambisi politik” yang tidak terkendali dari orang yang tidak tahu dari mana juntrungannya, tiba-tiba bersama beberapa mantan pentolan Demokrat yang sudah tidak aktif, melakukan manuver KLB Abal-abal.” (hal. 293)

Sedangkan di bab selanjutnya berjudul “AHY, Today’s Leader”, Yansen TP menulis, “Hal lainnya, yang sepele, tetapi mengandung kekuatan, ialah mudanya AHY. Muda adalah kekuatan, slogan yang selalu dikemukakan AHY dan para pengagum dan kami semua, pada kader. Pernyataan orang seusia itu dengan kapasitas sebesar itu.” (hal. 296)

Membaca penilaian Yansen TP terhadap AHY, jujur saya mengamini. Termasuk, lontaran Yansen TP bahwa jikapun ada kekurangan pada sosok AHY, itu hanya lantaran AHY belum sepenuhnya dekat dengan rakyat, karena memang tidak dan belum maksimal dilakukan. Selain itu, tulis Yansen TP, karena AHY bukan seorang pejabat publik seperti Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, dan Anies Baswedan.

Ya, bagi saya, kekurangan yang dimaksud Yansen TP berlaku pada beberapa tahun silam. Kini semua sudah berubah. AHY sendiri menegaskan, dirinya tidak akan berhenti menyambangi, bertemu dan berdialog dengan rakyat. Menyimak keluhan dan aspirasi rakyat. Benar. AHY harus menepati janjinya. Terus mendekatkan diri dengan rakyat, sekaligus menghapus “nilai kurang” dari dirinya itu. Mengubahnya menjadi lekat dengan rakyat, grass root - akar rumput.

Di tingkat elite, AHY diyakini bakal dan telah banyak menimba pengalaman. Membersihkan lingkaran jajaran elite di internal Partai Demokrat untuk tidak ada yang berani-berani (lagi) mengambil jalan curang plus haram demi menangguk keuntungan pribadi.

Tantangan lain, sebagai salah satu figur pemimpin muda yang berkapasitas dan gentleman, AHY juga harus mampu membuktikan kepada seluruh anak bangsa, merajut persatuan dan kesatuan. Ingat, salah satu tantangan bangsa ini adalah tengah terjadinya polarisasi masyarakat. AHY yang senantiasa mengusung (tagar) #MudaAdalahKekuatan harus berani meminimalkan polarisasi masyarakat.

Selain pemersatu, semangat AHY harus terus dinyalakan sebagai spirit perubahan bukan pengekor. Dus, tanpa harus menjadi julid dengan terlalu menilai negatif capaian kerja dan kinerja pemerintah saat ini. Pemimpin muda harus menang tanpa harus menjatuhkan pihak lain.          

Sekali lagi, saya terkesiap menyaksikan penampilan pidato politik AHY. Ia bukan lagi “anak pepo-memo” yang dulu. Kedewasaan dan jiwa kepemimpinannya kian menguat. Layaklah AHY menjadi pilihan pemimpin muda untuk Indonesia berjaya. Ia, yang dulunya hanya sosok misteri “AHY, apa bisa kayak gitu?”, kini telah menjelmakan dirinya menjadi “AHY, bisa tuh kayak gitu!”

Selamat!