Politik

Mendambakan Politik Bijak di Indonesia

Jumat, 2 April 2021, 20:48 WIB
Dibaca 733
Mendambakan Politik Bijak di Indonesia
Politik bijak

Dodi Mawardi

Penulis senior

Saya bukan orang politik. Tapi saya melek politik. Politik itu, bagaimanapun capnya, tetap penting bahkan sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita sebaiknya tidak apolitik atau apatis terhadap politik. Karena kekuasaan negara – yang menjadi sutradara nasib bangsa ini – sebagian besar dikuasai melalui politik. Oleh karenanya, seharusnya kita semua melek politik. Paham politik. Mari berliterasi politik. Jangan sampai kita mudah diperdaya oleh politik.

 

Politik kotor? Tidak juga. Tergantung siapa yang melakukannya. Seorang filsuf tersohor Yunani kuno bernama Plato, menyebut kodrat manusia adalah bernegara. Manusia hidup dalam masyarakat polis atau negara kota. Zôion politikon, begitu dia menyebutnya yang sering diterjemahkan sebagai makhluk politik. Kalau mau lebih paham tentang politik yang ideal dan tidak kotor, baca buku karya Plato ini, yang berjudul Politeia. Jangan hanya baca Il Principe dan The Prince karya Nicollo Machiavelli, yang sering disebut sebagai babonnya politik kotor. Bahkan Michael H. Hart menyebut Il Principe karya Machiavelli sebagai “Buku Pedoman untuk para diktator…”

 

Jika menyimak perjalanan sejarah dunia dan Indonesia, banyak kok para pelaku tokoh dan pemimpin yang menjalankan politik secara bijaksana dan santun. Jadi, jangan hanya melihat politik dari para diktator saja seperti Pol Pot, Hitler, Musollini, Marcos, dan lainnya. Jangan juga hanya menyimak pendapat Soe Hok Gie yang berkata, “Dalam politik tak ada moral. Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor…”

 

Lihatlah Prabu Siliwangi, Mahatma Gandhi, Jawaharlal Nehru, Vaclac Havel, Mohammad Hatta, Nelson Mandela, dan banyak lagi. Mereka inilah ‘Zoion politikon’ yang memegang teguh adab dan etika dalam berpolitik, bahkan ketika merebut, menggenggam, dan mempertahankan kekuasaannya. Prabu Siliwangi terkenal sebagai seorang raja Padjadjaran di tanah Pasundan yang menghindari konflik. Ketika kerabatnya sendiri berusaha menggulingkan kekuasaannya, dia memilih mundur dan mengasingkan diri, dibanding harus berperang. Suatu sikap yang sulit ditemukan pada era modern ini.

 

Gandhi (dan juga Nehru) di India, menggaungkan perjuangan tanpa kekerasan dalam meraih kemerdekaan dari penjajah. Ia berhasil. Bahkan, tetap mempertahankan sikapnya tersebut selama menjadi penguasa di India. Mereka jauh sekali dari sifat penguasa yang tamak dan rakus. Jauh. Mohammad Hatta dikenal sebagai proklamator pendamping Soekarno. Setiap kali berkonflik dengan Soekarno dan siapa pun, Bung Hatta lebih sering mengalah tanpa mengesampingkan pendiriannya. Dia tetap kukuh dengan prinsip-prinsipnya dan lebih baik mundur daripada harus berkonflik yang mungkin akan menyebabkan instabilitas negara. Pilihan yang tidak mudah namun sangat bijak.

 

Kredit poin juga perlu disematkan kepada pemimpin Cekoslowakia Vaclac Havel. Dialah bapak bangsa Ceko, yang berhasil meraih kekuasaan dengan menggulingkan diktator tanpa kekerasan. Dia mengusung Revolusi Bludru berbasiskan seni dan sastra dalam merebut kekuasaan. Ujung politik memang kekuasaan, tapi rebutlah kekuasaan itu secara terhormat. Lalu menjalankan dan mempertahankan kekuasaan juga dengan cara terhormat.

 

Satu lagi contoh hebat politik bijak, santun, beradab, dan beretika ditunjukkan oleh Nelson Mandela. Tokoh Afrika Selatan ini mendekam dipenjara selama 27 tahun karena melawan politik rasis di negerinya. Setelah bebas dan kemudian berhasil menjadi penguasa, dia menjalankannya dengan sangat bijaksana. Dia hapus kebijakan rasis (apartheid) tanpa mendendam kepada lawan politiknya. Justru, dia melakukan rekonsiliasi, perdamaian, dan harmonisasi negerinya. Mandela memaafkan seluruh pihak yang membuatnya menderita di penjara selama puluhan tahun.

 

Mereka itulah para pemimpin dan tokoh yang memegang teguh etika politik. Etika yang konon disebut sebagai utopis. Katanya hanya mimpi berharap orang politik bersikap bijak dan penuh etika. Nyatanya, sudah banyak contoh pemimpin yang melakukannya. Etika politik bukan suatu utopia. Pemikiran, sikap, ucapan, dan tindak tanduk mereka terikat pada etika. Dan mereka bisa menjalankannya dengan baik. 

 

Adab dan etika politik ini harus terus digaungkan. Pemegang mazhab politik Plato, Aristoteles, dan tokoh beretika lainnya, tidak boleh kalah dibanding mazhab penganut Machiavelli atau Musollini. Gaung politik bijak dan santun harus terus digemakan, karena manusia memang akan terus membutuhkan politik dalam berbangsa dan bernegara. Apalagi bangsa kita adalah bangsa yang religius. Nilai-nilai ajaran agama yang penuh dengan adab dan etika harus dipegang teguh. Kurikulum pendidikan yang digagas berbasis karakter sejak 2013 lalu (kurtilas) harus diperbaiki secara terus menerus, agar karakter bangsa ini makin kuat, dan menang atas praktik-praktik tak beradab dan tak beretika. Pendidikan berbasis karakter harus diperkuat dan disempurnakan. Masa depan bangsa ini bergantung pada pendidikan karakter sejak dini.

 

Hanya pemimpin yang beradab, beretika, bijaksana, dan santun yang dapat membawa Indonesia menuju rakyat adil dan makmur sesuai cita-cita para pendiri bansga. Pemimpin yang lahir dari sistem pendidikan integratif antara sekolah, keluarga, dan lingkungan berbasis karakter.  

 

Jangan sampai, kita kalah oleh kampanye politik kotor yang menganggap perilaku tidak beradab dan tidak beretika sebagai suatu hal yang lumrah. Jangan kalah oleh politisi yang terbiasa mengeluarkan kata-kata sampah dan sumpah serapah. Jangan kalah oleh tindak tanduk politisi yang memasang topeng demi rakyat padahal hanya untuk kepentingan diri dan kelompoknya saja. 

Sungguh, kita harus melek politik agar tidak mudah dikelabui oleh politisi kotor, tak beretika, dan tidak beradab. Sungguh, kita harus cerdas dalam berpolitik agar bisa memberi contoh karakter baik untuk generasi mendatang...