Guru Merangkap Penyunting Buku Adat Dayak
Yang diperlukan bukan semata-mata guru yang pintar. Melainkan guru yang: kreatif dan efektif.
Sebagai manusia, kita kerap mengeluh. Guru tak luput. Hal itu wajar saja. Guru semua dituntut melakukan banyak hal. Salah satunya: dapat melahirkan/ memproduksi karya tulis. Tidak harus baru. Dan menulis sendiri.
Buku ini terbit tahun Juni 2018, menjelang Gawai. Diborong (dibeli) Bupati Sanggau, Paolus Hadi, sebanyak: 100 eksempar. Kami dapat uang lumayan dari buku ini.
Saya setelah memutar otak, bertemu rumusnya. Kita bisa menjadi penyunting buku orang. Penyunting itu ada juga lho cumnya. Lumayan: 10 angka kreditnya.
Maka saya minta kepada dua ahli adat Dayak Jangkang, penyusun buku ini, untuk bertindak sebagai Penyunting.
Di mana peran saya? Tidak asal nempel, atau nebeng nama Penulis utama. Saya juga bekerja. Mulai dari mencermati kesalahan ketik, tanda baca, ejaan, pengkalimatan, alur buku, hingga membuat kata Pengantar. Saya juga yang menghubungi Percetakan, sampai buku ini jadi.
Baca Juga: Dayak in Action (DIA): Cikal Bakal Partai Persatuan Daya, The History of Dayak (12)
Saya mengantar pembaca masuk ke dalam isi. Di akhir Pengantar saya menulis hal yang demikian ini:
Sekarang ini, marilah kita sama-sama belajar dengan cara membaca dalam buku cetakan pertama tahun 2003, serta dalam buku cetakan kedua tahun 2016, dan cetakan ke-3 ini tentang Hukum Adat dan Adat-istiadat kita. Program kami sebagai Temenggung Adat Kecamatan Jangkang adalah mencetak buku tersebut yang nantinya akan bisa dibaca oleh masyarakat secara luas, karena Hukum Adat bukanlah milik lembaga adat.
Walaupun demikian, adanya dan adatnya, tidak semua orang punya wewenang untuk menyelesaikan perkara adat. Ada lembaga yang memiliki kapasitas mengurus adat dalam masyarakat, baik itu yang ditunjuk oleh masyarakat itu sendiri, maupun yang diangkat oleh pemerintah. Mereka inilah yang mengatur sesuai dengan aturan dan kesepakatan yang tertera dalam buku kecil ini.
Jangan sampai aturan itu melenceng dari jalur hukum karena ada oknum yang mengatasnamakan lembaga adat. Untuk itu, masyarakat harus mampu melibatkan perkara mereka ke lembaga adat yang syah. Jangan sampai terjadi premanisme dalam hukum adat karena ada oknum yang mencari kesempatan dalam kesempitan.
Buku ini terbit tahun Juni 2018, menjelang Gawai. Diborong (dibeli) Bupati Sanggau, Paolus Hadi, sebanyak: 100 eksempar. Kami dapat uang lumayan dari buku ini.
Mungkin Pembaca bergumam: begitu mudah, ya, menerbitkan buku?
Memang!
Begitu mudah ya jadi Penyunting?
Memang!
Kalau mudah, mengapa Anda tidak mulai?
***