Literasi

Bijak Menggunakan Media Sosial

Minggu, 18 Juli 2021, 17:24 WIB
Dibaca 612
Bijak Menggunakan Media Sosial
Walau informasi melimpah ruah di Media Sosial, buku tetaplah menjadi sumber ilmu pengetahuan yang tak tergantikan

Menggandrungi media sosial merupakan fenomena umum yang kita temukan dimana-mana tidak terkecuali tua muda, laki-laki perempuan, orang kota, orang desa, bahkan orang udik pun tak kalah gilanya ketika memegang smartphone, apalagi kebetulan berada di daerah yang terjangkau oleh sinyal telekomunikasi. Platform dari berbagai jenis Media sosial menyediakan sarana yang membuat kita terhubung secara instan dengan banyak orang walaupun secara kasat mata antara satu dengan yang lainnya masing-masing terpisah oleh jarak ribuan mil. Kemudahan-kemudahan dan kecanggihan teknologi informasi yang disajikan oleh platform media sosial itu tak ayal membuat kita “asyik sendiri” dengan smartphone masing-masing. Dalam beberapa kasus tertentu, beberapa pengguna terutama para pengguna baru yang sedang “kecanduan” bahkan bisa menjadi manusia apatis, yang tidak peduli dengan hal-hal disekelilingnya. Ada lagi fenomena dimana seorang pengguna media sosial lebih tertarik untuk berkomunikasi dengan “friends” nun jauh di seberang sana ketimbang dengan teman ngobrol disebelah kiri atau kanannya.

Fenomena sosial dimana seseorang terlalu asyik dengan gawainya dan tidak ambil peduli dengan lingkungan sekitarnya disebut “phubbing.” Menurut ahli, situasi ini tidak bisa dianggap enteng karena dapat membahayakan kehidupan sosial mendasar kita. Misalnya kurang menghargai diri sendiri dan hilangnya rasa memiliki (https://sains.kompas.com/read/2018/07/09/183400523/mengenal-phubbing-dan-efeknya-bagi-kehidupan-sosial?page=all#page2)

Sampai saat ini, kita mengenal beberapa bentuk media sosial yang menurut platformnya dibagi menjadi dua jenis yaitu Media Sosial bersifat publik seperti Face book, Instagram, Twitter, Podcast, You Tube dan LinkedIn, dan media sosial yang bersifat privat seperti WhatsApp, Line, BBM, Messenger, MeChat, Telegram, dll.

Kita tidak menampik bahwa media sosial, baik yang bersifat publik maupun yang bersifat privat secara substansi membawa manfaat yang sangat besar dalam kehidupan manusia, terutama dalam membangun komunikasi sosial melalui jaringan yang disediakannya. Namun, secara ruang lingkup fungsinya, media sosial ternyata hanya bermanfaat dalam batasan-batasan aspek tertentu saja, misalnya media sosial yang bersifat publik (Face book, Instagram, Twitter, Podcast, You Tube, LinkedIn dan lain-lain), manfaat utama yang bisa dipetik oleh pengguna adalah:

  1. Membantu pengguna agar dapat terhubung dengan orang lain secara visual ditempat yang berbeda;
  2. Sebagai sarana berbagi informasi secara interaktif (dialogis/multilogis) bersifat publik;
  3. Sarana promosi, iklan, dll

Sedangkan media sosial yang bersifat private (WhatsApp, Line, BBM, Messenger, MeChat, Telegram, dan lain-lain) memiliki manfaat pokok seperti:

  1. Membantu pengguna agar dapat terhubung dan berkomunikasi dengan orang lain secara visual atau audiovisual di tempat yang berbeda;
  2. Sebagai sarana komunikasi dan berbagi informasi secara interaktif (dialogis/polilogis) bersifat private;
  3. Sarana promosi, iklan, dll.

Munculnya perilaku “ganjil” seperti phubbing itu tadi merupakan akibat dari ketidakmampuan seseorang dalam memahami fungsi utama dan membatasi diri dalam menggunakan media sosial disamping ketidaksadaran dalam beretika sosial. Apabila etika sosial, etika pergaulan dan etika komunikasi terabaikan oleh karena “kecanduan gawai” maka fenomena “phubbing” sangat layak disebut sebagai sindrom yang harus diwaspadai.

Pertanyaannya, mengapa orang lebih tertarik dengan komunikasi melalui media sosial daripada komunikasi faktual? Jawaban yang mungkin bisa menjadi bahan diskusi adalah:

  1. Setiap manusia mempunyai sifat dasar ingin mencari kesenangan; artinya apabila ada aspek-aspek yang membuat kesenangan mereka terganggu seperti rasa malu, takut, tertekan, salah tingkah maka kecenderungan alaminya adalah menghindar. Di dunia maya hal itu hampir tidak terjadi.
  2. Di dunia maya mereka bebas berekspresi tanpa perlu bersikap atau berpenampilan sempurna, yang terpenting adalah kemampuan dan kemauan mengungkapkan isi hati dan atau isi pikiran mereka;
  3. Setiap manusia memiliki kebutuhan tertinggi dalam bentuk aktualisasi diri yang bisa mereka ekspresikan dengan gampang di dunia maya, sebab di dunia nyata kesempatan aktualisasi diri mungkin sangat terbatas bagi mereka. Sebagai contoh, banyak peserta rapat yang takut mengemukan pendapat secara langsung dan terbuka, padahal hal itu gampang mereka lakukan di media sosial;
  4. Seseorang bisa menghindar atau mengabaikan sebuah proses komunikasi di dunia maya jika komunikasi tersebut tidak menarik atau mengganggu emosinya, hal itu tidak bisa mereka lakukan dengan  mudah jika komunikasi dilakukan secara faktual.
  5. Dunia maya menyajikan pilihan aplikasi komunikasi yang bermacam ragam, sehingga pengguna bebas memilih mana aplikasi yang mereka sukai atau mana kelompok diskusi yang paling mereka sukai sementara yang lain bisa dengan mudah mereka abaikan. Situasi sosial seperti ini tidak mudah mereka temukan di dunia komunikasi faktual.
  6. Dalam berkomunikasi secara online, pengguna memiliki otoritas yang hampir mutlak, mereka bebas mengatur jeda, memilih informasi, bahan diskusi dan lain-lain. Hal seperti ini sulit didapatkan pada proses komunikasi faktual.
Terlepas dari benar atau salahnya asumsi-asumsi tersebut diatas, kita tentu sepakat bahwa etika komunikasi faktual (komunikasi langsung) pada saat bersamaan tidak boleh hilang digerus oleh daya tarik media sosial.

Kita semua memang merasa beruntung hidup di era digital, dimana kehadiran media sosial membuat komunikasi menjadi lebih mudah dan dengan jangkauan yang lebih luas pula. Namun bukan berarti kita bisa sebebas-bebasnya menggunakan media sosial tersebut tanpa harus mempertimbangkan baik dan buruknya, dampak atau resikonya. Intinya kita harus bijak dalam bermedia sosial. Dan hendaknya dimulai dari kita sendiri yang kemudian kita edukasikan kepada generasi-generasi muda agar tidak terjerumus ke dalam perangkap buruk akibat salah memanfaatkan media sosial.

Baca juga: Terbuai Media Sosial Tak Sadar Merusak Dunia Nyata

Berikut beberapa saran bijak yang hendaknya menjadi perhatian dalam memanfaatkan media sosial, yaitu:

  1. Jika Anda penggemar Media Sosial bersifat Publik (Face book, Instagram, Twitter, Podcast, You Tube dan LinkedIn), pastikanlah agar Anda: 1) Berteman hanya kepada pengguna yang jelas identitasnya; 2) Tidak membaca postingan-postingan yang beracun (negatif, pesimis, sarkastis, radikal, dll); 3)Tidak memposting kalimat-kalimat atau pernyataan-pernyataan yang bernuansa negatif (pesimistis, berisi ujaran kebencian, keluh kesah, kritik tajam, hinaan, rahasia, dll); 4) Tidak mengunggah foto-foto yang dapat memancing tindak kekerasan (foto sensual, foto kekerasan, pamer kekayaan, dll); dan 5) Selektif dalam memilih Grup yang mengundang Anda untuk bergabung di dalamnya (tidak semua grup bertujuan dan bermanfaat membangun).
  2. Jika Anda penggemar Media Sosial bersifat privat (WhatsApp, Line, BBM, Messenger, MeChat, Telegram, dll), pastikanlah agar Anda: 1) Berbagi nomor kontak/PIN hanya kepada pengguna yang jelas identitasnya; 2) Tidak menanggapi atau paling tidak harus bijak dalam menanggapi komentar-komentar atau obrolan yang beracun (negatif, pesimis, sarkastis, radikal, dll); 3) Tidak mengirim komentar-komentar atau pernyataan-pernyataan yang bernuansa negatif (pesimistis, berisi ujaran kebencian, keluh kesah, kritik tajam, hinaan, rahasia, dll); 4) Tidak mengirim foto-foto yang dapat memancing tindak kekerasan (foto sensual, foto kekerasan, pamer kekayaan, dll); dan 5) Selektif dalam memilih Grup yang mengundang Anda untuk bergabung di dalamnya (tidak semua grup bertujuan dan bermanfaat membangun).
  3. Sebelum Anda memutuskan untuk bergabung menjadi anggota sebuah grup Medsos, pertimbangkanlah beberapa hal  berikut ini: 1) Bergabunglah, jika tujuan grup tersebut adalah untuk berbagi informasi terkait pelaksanaan tugas yang memerlukan kesatuan gerak langkah; 2) Bergabunglah jika anggotanya adalah orang-orang yang mempunyai minat yang sama dengan Anda terhadap suatu aspek atau topik tertentu; 3) Bergabunglah jika keanggotanya bersifat eksklusif terbatas pada suatu kelompok kaum/etnis/keluarga besar tertentu dengan tujuan untuk saling berbagi khabar berita, saling mengingatkan, dan saling menguatkan; dan 4) Bergabunglah jika group itu memiliki misi khusus tertentu yang  memerlukan anggota untuk mendukung misi tersebut dan Anda memiliki hasrat yang sejalan dengan misi itu.
  4. Terakhir, perhatikan dan patuhilah aturan-aturan berikut ini jika Anda tidak ingin menjadi bagian dari masalah dalam ber-media sosial: 1) Jangan asyik dengan smartphone Anda ketika sedang menikmati kebersamaan dengan orang-orang lain; 2) Jika Anda punya teman spesial, jangan dirahasiakan, biarkan teman dekatmu tahu; 3) Jangan pasang kunci pada smartphone Anda; 4) Hargai waktu dengan cara memilih aktifitas yang lebih penting daripada main smartphone; 5) Atur diet informasi Anda; dan 6) Jika Anda tak mampu jadi guru bagi orang lain, jadilah pelajar yang taat dan berkepribadian mulia.
 Walaupun dunia maya menyediakan informasi yang melimpah ruah, posisi buku sebagai sumber ilmu pengetahuan tetaplah tidak tergantikan.

Terima Kasih.

Referensi:

  1. https://sains.kompas.com/read/2018/07/09/183400523/mengenal-phubbing-dan-efeknya-bagi-kehidupan-sosial?page=all#page2;
  2. https://www.daftarinformasi.com/jenis-jenis-media-sosial
  3. Mariani A. Septi (2021): "Terbuai Media Sosial Tak Sadar Merusak Dunia Nyata." https://ytprayeh.com/literasi/p-b162f4711157851/terbuai-media-sosial-tak-sadar-merusak-dunia-nyata.