Bupati Malinau Dr. Yansen Tipa Padan Luncurkan Buku "Kaltara Rumah Kita"
" Begitulah yang saya bayangkan Kalimantan Utara (Kaltara) adalah “Rumah Kita Bersama”. Setiap orang yang ada, dan berada dalam rumah bersama ini, terikat dalam ikatan keluarga yang menghidupi norma, nilai-nilai, adat istiadat, kebiasaan, perilaku, dan tujuan bersama, yakni hidup rukun dan damai untuk mencapai kesempurnaan"
Sabtu pukul 16.00 WITA dengan mengenakan kaos kaltara rumah kita warna biru kang Dodi Mawardi memandu acara peluncuran buku Kaltara Rumah Kita. Kemudian sang moderator memanggil kang Pepih Nugraha-juragan Pepnew.com yang sudah malang melintang sebagai wartawan politik Harian Kompas selama 26 tahun, disusul bung Masri Sareb Putra-penulis buku professional, sudah 60-an buku yang diterbitkan dan saya sendiri perwakilan dari penerbit Bhuana Ilmu Populer (Kelompok Gramedia).
Acara berlangsung di Kafe Tubu, kedai kopi yang menjual berbagai kopi Nusantara. Kafe Tubu terletak di tepi sungai dikelilingi pemandangan yang indah. Peluncuran buku ini juga disiarkan secara virtual melalui beberapa media social. Acara ini juga dihadiri oleh para pejabat daerah setempat dengan menerapkan protokol kesehatan.
Buku Kaltara Rumah Kita merupakan cermin kejujuran pak Ytp tentang Kaltara. Sebagai salah satu pelaku sejarah ia mengatakan bahwa Kaltara harga mati.Rumah adalah tempat tinggal kita sebagai manusia yang beradab dan berbudaya. Setiap orang mengidamkan tempat tinggal yang nyaman, aman, damai, mendapat kasih sayang, penuh dengan berkat, dan kelimpahan. Pertama-tama, rumah bukanlah soal seberapa luas dan mahal bangunannya dan terletak di kawasan mana. Akan tetapi, rumah berkenaan dengan seberapa nyaman dan aman kita tinggal di dalamnya.
Orang bisa saja membangun rumah, namun bukan sebuah tempat tinggal yang nyaman. Oleh sebab itu, ada ungkapan, You can build a house, not a home. Home berarti: tempat tinggal, tempat berdiam yang betah, nyaman, aman; mengandaikan setiap anggota adalah sebuah keluarga yang masing-masing terikat dan mengikatkan diri dalam sebuah ikatan bukan saja emosional, melainkan juga sebagai organ yang saling menopang dan bekerja dalam satu kesatuan tubuh yang sama, saling menjaga satu sama lain, saling menghormati, dan berbela rasa.
Siapakah yang mengusahakan dan menciptakan rumah bersama yang ideal seperti digambarkan di atas? Bukan hanya ayah dan ibu, atau anak sulung dan orang yang dituakan saja, melainkan tugas setiap individu sebagai anggota keluarga.
Begitulah yang saya bayangkan Kalimantan Utara (Kaltara) adalah “Rumah Kita Bersama”. Setiap orang yang ada, dan berada dalam rumah bersama ini, terikat dalam ikatan keluarga yang menghidupi norma, nilai-nilai, adat istiadat, kebiasaan, perilaku, dan tujuan bersama, yakni hidup rukun dan damai untuk mencapai kesempurnaan, ujar Ytp.
Disebut “rumah” juga ingin menyadarkan kepada siapa saja, baik penghuni saat ini maupun pendatang yang menginjakkan kaki di bumi provinsi termuda Indonesia ini bahwa Kaltara adalah rumah tempat tinggal dan tempat hidup bersama, yang setiap penghuni atau warganya mendapatkan kehidupan, raupan kasih sayang, rasa aman, kedamaian, ketenangan, dan perlindungan.
“Ketika semua orang berhitung untung rugi kalau kita pemekaran nanti akan seperti ini, begini-begini, begitu, saya katakan betul. Dulu pun kita susah, kita menghadapi tantangan juga akibat berbagai kebijakan. Tetapi akhirnya kita ada, saat ini kita usahakan kita survive dan yang paling penting adalah kita berjalan ke depan,” ungkapnya.
“Kita tidak melakukan seperti yang diharapkan masyarakat. Karena yang perlu dibangun itu adalah masyarakat, bukan wilayahnya. Jadi yang dibangun itu adalah masyarakat Kaltara (Kalimantan Utara) artinya pembangunan itu untuk rakyat. Sekali lagi untuk rakyat bukan manusia untuk pembangunan, karena yang ingin kita bangun itu adalah manusianya,” imbuhnya.
Bagaimana caranya? Sederhana kata Dr. Yansen, lihat daerahnya. Malinau seperti apa, Tarakan seperti apa, Nunukan, Tana Tidung, Bulungan seperti apa. Lihat apa yang mereka butuhkan dan itulah yang harus dibangun.
“Kalau saya tidak punya cara berpikir seperti itu, saya tidak akan berhasil membangun Malinau. Mungkin saya tidak akan membagi kewenangan kepada desa-desa dan saya juga tidak akan memberi kewenangan kepada RT. Karena menurut saya yang merasakan dan yang dibutuhkan oleh masyarakat adalah masyarakat itu sendiri. Mereka yang lebih paham apa yang menjadi kebutuhan mereka,” ungkapnya.
Kemudian lihatlah hasilnya sekarang kata Dr. Yansen, semuanya sudah bisa. Dulu orang tidak percaya bahwa RT bisa mengadakan rapat, bisa melaksanakan musyawarah dan sekarang lihat sudah ada Musrenbang RT. Mereka yang menentukan sendiri kebutuhannya yang dahulu orang-orang meragukannya.
“Dulu mereka mengatakan tidak mungkin, kemudian saya katakan kenapa tidak mungkin? Saya katakan mungkin karena saya yakin itu. Jadi jangan pernah meninggalkan rakyat. Karena salah satu orientasi fokus pembangunan kita adalah kepada masyarakat,” tuturnya.
Dalam bukunya, Yansen TP menuangkan gagasan, pikiran impian, termasuk obsesinya dalam membangun dan menjadikan Kaltara Rumah Kita. Kiranya menjadi sumber inspirasi, sekaligus motivasi kita semua untuk hidup dalam satu rumah yang sama, bernama Indonesia.
"Saya Ada Untuk Semua"
"Bersama Kita Pasti Bisa"
"Salam Harmonis Untuk Kita Semua”
Demikan Ytp menutup acara tersebut yang dilanjutkan dengan foto bersama. Dalam acara tersebut juga dilangsungkan penganugerahan Rekor MURI kategori penulis buku terbanyak sebanyak 31 penulis untuk buku Hidup Bersama Allah Jadi Produktif.