Kisah Kasih dan Daya Juang Sepasang Petani Melarat
Return to Dust (Li Ruijun, 2022)
Di tengah Return to Dust, pada suatu tengah malam, terdengar gelegar hujan badai di kejauhan. Ma si petani, disusul Cao istrinya, berlari ke ladang untuk menyelamatkan batu bata yang belum kering betul. Mereka sampai jatuh-bangun karena tanah sudah licin, dan akhirnya menangis dan tertawa bersama dalam guyuran hujan.
Saat hujan reda, mereka ngobrol berdampingan. Cao mengaku, saat pertama bertemu Ma dan melihatnya mengurus keledai, ia berpikir, "Keledai ini nasibnya lebih baik daripada hidupku selama ini. Ia mestinya laki-laki baik, layak dijadikan suami." Ma mengusap air mata yang menitik di pipinya. Ia menanggapi, "Aku malu sekali karena kamu terus menatapku. Aku tak berani mengangkat wajahku."
Ini kisah kasih yang begitu lembut berpadu dengan potret ketangguhan menjalani hidup yang mengharukan. Dituturkan dalam ritme mengalir pelan, dibesut dalam tata gambar menawan: kadang teduh segar jernih, kadang gelap temaram, kadang hangat cerah keemasan, berganti-ganti seiring dengan perguliran musim.
Ma Youtie petani melarat meskipun tekun dan pekerja keras. Cao Guiying menderita gangguan kandung kemih sehingga sering ngompol tak terkontrol. Mereka sama-sama sudah kelewat umur untuk menikah. Keduanya dijodohkan oleh keluarga masing-masing karena dianggap jadi beban saja, lalu menempati rumah kosong di desa mereka.
Ma punya keledai untuk menarik gerobak dan membajak ladang dengan bajak sudah berkarat. Mereka menjalani hidup sebagai petani melarat, pelan-pelan menjadi dekat dan tumbuh rasa sayang, di tengah alam Gansu, desa terpencil di China.
Ma, punya golongan darah langka, warga menyebutnya darah panda, diminta berdonor untuk seorang juragan yang sakit. Anak si juragan menghadiahkan jaket murahan sebagai balas budi, tetapi Ma menghitungnya sebagai utang. Ia hanya meminta si juragan membayar hasil panen petani secara layak dan tepat waktu.
Atas nama pembangunan, pemerintah sedang melakukan penggusuran dan memindahkan sebagian warga ke kota. Rumah Ma dan Cao tinggal menunggu giliran. Mereka pun memutuskan untuk membangun rumah sendiri dari nol.
Saat menonton The Outfit, saya terkesan oleh adegan pengerjaan setelan jas. Sekujur Return to Dust menampilkan kehidupan suami-istri petani itu--dari membajak, menabur benih, hingga memanen, berganti jenis tanaman pada musim berbeda; juga beternak ayam mulai dari menetaskan telur--bukan hanya sebagai perjuangan untuk bertahan hidup, tetapi sebagaimana tukang atau seniman menghasilkan karya cipta yang membanggakan.
Proses pembangunan rumah itu mengisi bagian tengah film secara indah. Kamera dengan amat bagus merekam Ma membuat batu bata, bagaimana saat menjemur ia menatanya sebagai busur melingkari dirinya. Dan, kemudian kita menyaksikan adegan penyelamatan batu bata di tengah badai hujan tadi: sebuah romantisme dalam tataran lain, potret kelembutan kasih sayang dan kegigihan daya juang di tengah hantaman keras badai hidup. Sekujur film merupakan rangkaian potret-potret kecil semacam itu.
Ma mewakili sosok petani yang disedot habis oleh kaum juragan: tidak hanya peluhnya, tetapi juga darahnya. Si juragan mengendarai BMW putih, tetapi Ma menganggap "gerobak emas"-nya lebih berharga daripada mobil mewah itu--istrinya malah mabuk saat menumpanginya.
Pemeran Ma betul-betul petani, bukan aktor profesional. Sebaliknya, Hai Qing, pemeran Cao, bintang film moncer di China. Sebelum syuting, bersama awak film lain, ia mengakrabi hidup sebagai kaum tani, termasuk belajar mendirikan rumah batu bata, dan belajar dialek setempat. Hasilnya: sebuah film otentik layaknya film dokumentasi yang dinamis.
Return to Dust tayang di Festival Film Berlin 2022 (bareng film Indonesia, Nana) dan beberapa festival lain, beredar di bioskop dan lumayan laris, lalu tayang di layanan streaming. Pada 26 September 2022, tanpa alasan jelas, pemerintah China mencekal film ini sehingga menghilang dari internet. Lalu, muncul versi alternatifnya, antara lain di Youtube (subtitle ganda) dan DramaCool (subtitle Inggris).
Saya menonton versi ini, dan ending-nya terasa ganjil. Menurut Wikipedia, film ini aslinya berakhir suram, tetapi dalam versi ini dikesankan bahwa pada akhirnya si petani baik-baik saja berkat uluran tangan pemerintah. Ah, bagaimanapun film ini terhitung liat: dengan ending yang terpaksa diubah pun tetaplah ia film yang indah. Sangat indah. ***