Budaya

Minu (Nebas), Mengenal Sistem Peladangan Dayak Kancikgh (2)

Selasa, 9 Februari 2021, 14:21 WIB
Dibaca 930
Minu (Nebas), Mengenal Sistem Peladangan Dayak Kancikgh (2)
Nebas - minui: tahap operasional pertama berladang.

Minu. Nebas, atau menyiangi lahan yang akan menjadi ladang/ huma.

Kegiatan ini hanya "baru" membersihkan rumput, gulma, perdu, atau tanaman yang menutupi permukaan bumi. Dibiarkan sampai kering. Agar tidak basah. Baru setelah itu ditebang pohon-pohon besar yang menaunginya. Tahapan itu nanti akan dibahas sendiri.

Pekerjaan berladang secara aktivitas fisik dimulai dengan kegiatan menebas, orang Kancikgh menyebutnya “minu”, yaitu pekerjaan memotong semak belukar atau pepohonan kecil yang berada di lokasi lahan yang hendak dijadikan ladang.

Tujuan minu adalah membersihkan lahan perladangan dari pepohonan kecil atau semak belukar. Peralatan yang digunakan untuk minu adalah parang yang sebelumnya ditempa sehingga tajam dan keras sehingga efektif dan tahan jika digunakan untuk menebas.

Pekerjaan minu biasanya memakan waktu 1 atau 2 minggu tergantung luasan dan tingkat kesulitan  lahan yang ditebas. Beberapa faktor yang menjadi penyebab kesulitan lahan adalah seperti, kontur tanah yang terjal, berbatu-batu, kerapatan semak belukar, jenis pepohonan dan jarak lahan dari tempat tinggal.

Batasan ukuran pepohonan yang bisa ditebas pada saat berlangsungnya pekerjaan minu adalah tergantung kemampuan petani, kekuatan parang dan jenis pepohonan. Untuk jenis pepohonan tertentu yang relatif  besar dan keras sehingga sulit untuk dipotong menggunakan parang biasanya ditunda untuk dikerjakan pada tahapan selanjutnya yaitu “nobakgh” atau menebang.

Kearifan/ tacit knowledge

Sistem peladangan tradisional Dayak Kancikgh diwarisi turun-temurun. Tidak ada yang mengajari. Semua orang telah menjadi terampil berladang. Dan melakukan tahap-tahapnya agar panen berhasil.

Baca juga: Bouma dan Botanam - Mengenal Sistem Peladangan Dayak Kancikgh (1)

JIka diperhatikan bahwa secara ilmu demikianlah adanya. Lahan mengenal tahap-tahap pengolahannya. Tidak sekali lagi. Rerumputan dan perdu yang di-minu, akan membusuk, jadi humus penyubur tanah.

Sedangkan dahan dan akar batang pohon besar, akan dibakar, jadi abu dan arang.

Itulah pupuk alami! Jadi, membakar ladang itu: menyuburkan tanah. Bukan merusak ekosistem.

Kearifan orang Dayak yang belum banyak dikenal. Sebabnya, antar lain, karena orang Dayak belum menulis tacit knowledge itu. Dari pengetahuan dan sudut padang sebagai orang dalam. Orang yang paham. Sekaligus mengalaminya.

***