Budaya

Nostalgia Manis Memanjakan Mata

Sabtu, 27 Mei 2023, 09:06 WIB
Dibaca 986
Nostalgia Manis Memanjakan Mata
Losmen Bu Broto (Ifa Ifansyah & Eddie Cahyono, 2021)

Losmen Bu Broto (LBB) diangkat dari Losmen (Wahyu Sihombing & Tatiek Maliyati), serial TV yang ditunggu-tunggu keluarga Indonesia pada akhir 1980-an. Dengan deretan bintang baru (kecuali Mathias Muchus yang semula berperan sebagai Tarjo kini menjadi Pak Broto) yang bermain bagus, LBB bernostalgia ke masa sebelum kisah-kisah di Losmen: penyebab Pur (Putri Marino) jadi perawan tua, asal-usul hubungan Sri (Maudy Ayunda) dan Jarot (Marthino Lio), kenapa Tarjo (Baskara Mahendra) kurang serius kuliah, juga sekilas masa lalu Pak Broto dan Bu Broto (Maudy Koesnaedi).

 

Namun, latar waktunya ditarik ke masa kini. Kamar-kamar di Losmen ala kamar kos lumayan besar tapi berperabotan seadanya; LBB menempati rumah gedhong magrong-magrong kediaman bangsawan Kotagede. Jadilah ia The White Lotus versi mini dan dikelola keluarga: penginapan all-in, tak hanya menyediakan tempat tidur dan sarapan, tapi juga hidangan makan kapan saja (kecuali para tamu lagi tour dipandu Tarjo), komplet dengan sajian entertainment. Jenis penginapan yang cukup langka di Yogya, di mana para tamu memilih mencicipi hidangan Pur sambil menyimak hiburan yang sebetulnya tak begitu istimewa ketimbang berkelana ke rumah makan atau tempat hiburan lain yang bertebaran di berbagai penjuru kota.

 

LBB menampilkan Yogya nan manis memanjakan mata ala puisi Joko Pinurbo yang terkutip di Teras Malioboro. Pernik-pernik losmen dipotret apik jadi opening credits; sanggul, kebaya, dan batik cantik (dan surjan) berseliweran—suatu cara mudah untuk menampilkan ke-Yogya-an. Toh konfliknya—berfokus pada Bu Broto, Sri, dan Pur—lebih berkutat di ranah personal, tak coba melirik lebih jauh ke isu sosial. Ada pembicaraan soal harga belanjaan yang melonjak sampai dua kali lipat, tetapi tidak menyusup persoalan khas Yogya dan bersinggungan dengan perlosmenan (wisata): kemacetan yang makin bikin gerah atau upah buruh murah, misalnya. Tak masalah, tentu saja, tidak setiap film mesti mengusung agenda berat. Salah satu risikonya, latar Yogya sekadar mengekalkan romantisasi tentang kota pelesiran ini. The White Lotus (Mike White, 2021-2022) bisa jadi contoh bagus kelindan isu personal dan sosial yang berkaitan kuat dengan latar cerita serta berhasil jadi tontonan yang sangat menghibur.

 

Bagaimanapun duet sutradara Ifa Ifansyah dan Eddie Cahyono membesut kisah secara lancar, dengan sejumlah pilihan editing yang memperkuat konflik: dialog Pak Broto dan Bu Broto bolak-balik dengan dialog Sri dan Jarot, misalnya. Konflik terselesaikan secara mulus, tapi tim pengembangan cerita terlihat ancang-ancang berharap LBB akan berlanjut.

 

Bakal menarik kalau penonton diajak ke masa lalu yang lebih jauh: kisah cinta Pak Broto dan Bu Broto, yang konon, menurut pengakuan Pak Broto, sempat terhambat masalah status (“dua dunia yang berbeda”), tapi kalau menilik nama asli Bu Broto dan ucapannya tentang tempat akad nikah Sri, tentulah akar masalahnya lebih jelas, tapi memang sekarang lebih tabu diomongkan terang-terangan, bahkan di masa ketika Sri sudah siap punya anak tanpa harus menikah. Sosok Bu Broto agak bikin kening berkerut: kenapa ia begitu keras pada anak-anaknya—apa latarnya? Setting waktu diajukan ke era digital, tetapi sikapnya terasa lebih kolot daripada Bu Broto versi Mieke Widjaja (beberapa episode Losmen bisa disimak di YouTube dan, mengingat apa yang terjadi di LBB ini, masalah dalam episode “Bumiku Bumimu” mestinya terselesaikan lebih cepat).

 

Juga, siapa Pak Herman itu? Tamu permanen atau kerabat yang ikut menumpang di losmen? Dan, tentu saja, siapa sih Tante Willem itu kok begitu berpengaruh pada Bu Broto? Tak ayal, di sekuel Tante Willem muda akan tampil lebih signifikan.

 

LBB mendatangkan 120.413 penonton saat beredar di bioskop, film Indonesia terlaris kesembilan pada 2021. Terhitung lumayan untuk masa pandemi, tapi mungkin tidak membuat produser bergegas menyiapkan sekuel. Tayang di Disney+ Hotstar sejak 14 April 2023 mudah-mudahan membangkitkan minat lebih besar. Mungkin sekuelnya tidak perlu turun ke bioskop, tetapi langsung muncul di OTT sebagai serial sehingga punya ruang lebih leluasa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi, mengeksplorasi kisah-kisah lanjutan, dan, siapa tahu, menyusupkan isu-isu sosial? ***