Budaya

Catatan BRWC 2022 (3): Ruyud Tak Gampang Surut

Selasa, 22 November 2022, 22:46 WIB
Dibaca 406
Catatan BRWC 2022 (3): Ruyud Tak Gampang Surut
Warga pedalaman ruyud memindahkan rumah

Meskipun ruma kadang ditiadakan, tak berarti jiwa ruyud ikut surut dan padam. Tidaklah gampang melunturkan nilai kearifan yang telah melekat dan mengakar turun-temurun serta terbukti membangkitkan daya hidup yang tangguh. Meskipun tidak lagi tinggal dalam satu rumah bersama, mereka terus menjalani hidup dalam kebersamaan dan kegotongroyongan.

Pagu Kalvin (42), kepala desa Binuang, menceritakan pengalamannya membeli lembaran seng untuk atap Penginapan Rain Forest miliknya. Ia berangkat bersama lima orang bapak dari desanya untuk berbelanja di Sabah, Malaysia. Setiap orang membawa 15 lembar seng. Mereka menggulung, mengikat, dan memanggulnya sedemikian rupa agar nyaman dibawa berjalan. Untuk kembali ke Binuang, mereka menempuh perjalanan selama dua hari dengan bermalam di tengah hutan.

“Nanti kalau ada warga lain memerlukan bantuan serupa, gantian saya ikut,” kata Kalvin.

Melalui kiriman foto, Kalvin memberikan contoh warga pedalaman sedang melakukan ruyud untuk memindahkan rumah. Mereka mengangkat dan mengangkut sebuah rumah bersama-sama ke lokasi yang baru.

Mereka juga menggelar sejumlah acara tahunan untuk merawat kebersamaan, misalnya perayaan hari kemerdekaan Indonesia. Sepanjang bulan Agustus, mereka melangsungkan turnamen olahraga dan serangkaian perlombaan.

Dalam artikelnya di situs YTPRayeh, Lio Bijumes mencatat, “Turnamen ini menonjolkan beragam kegiatan khas yang ada di Krayan Tengah, dari olahraga sampai tari-tarian, senam, lomba vokal, dan lainnya yang dipentaskan dari berbagai latar usia, sebagai bagian dari budaya yang khas di setiap lokasi yang ada di Krayan Tengah.”

Perayaan hari kemerdekaan ini diadakan berpindah-pindah lokasi dari tahun ke tahun. Pada Agustus 2022, turnamen diselenggarakan di lapangan sepakbola Ba’ Liku. Pesta rakyat ini tak ayal menggugah kreativitas warga serta mendorong pembangunan infrastruktur dan perekonomian setempat.

“Tujuannya supaya berbagi rezeki dan berkat. Ada yang buka warung. Biasanya seksi pelayanan perempuan atau pemuda gereja, mereka mencari dana. Kepala desa juga mengingatkan warga agar mempersiapkan atau memperbaiki toilet, misalnya, untuk menyambut warga desa lain yang berdatangan. Jadi, pesta Agustusan ini menggerakkan roda ekonomi dan pembangunan lokal,” kata Marli Kamis.

(Bersambung)

Catatan: Foto-foto saya peroleh dari Pagu Kalvin, Kepala Desa Binuang.