Budaya

Mengulik Keistimewaan Wayang Kulit dan Jalinan Budaya Antar Pulau (2)

Jumat, 22 Januari 2021, 14:07 WIB
Dibaca 1.262
Mengulik Keistimewaan Wayang Kulit dan Jalinan Budaya Antar Pulau (2)
Dokumen Olah Pribadi Wayang Pandawa

Mengenal Raut Muka Wayang Kulit

Dalam ilmu psikologi orang bisa mengenal karakternya dilihat dari wajahnya. Wajah menjadi cerminan dari watak, karakter dan sifat seseorang. Orang yang ahli membaca wajah mengenal gelagat berbohong atau jujur. Demikian sari dari wajah menjadi kunci dari gambaran tokoh wayang.

Pelukisan watak dasar wayang kulit dilihat dari bentuk mata, hidung mulut, warna wajah dan dan proporsinya dibanding bentuk tubuh wayang. Dalang akan memainkah wayangnya berdasarkan  Wanda dan Antawecana atau pelukisan wajah diperjelas dengan pengucapan suara. Suara dari ksatria Bima akan berbeda dengan Duryudana dan Burisrawa. Suara Citraksi berbeda dengan suara Arjuna.

Ada beberapa hal yang membuat wayang kulit begitu rumit untuk dibuat, bukan sekedar menggambar biasa, namun harus pas dalam penggambaran bentuk mata, bentuk hidung, bentuk mulut, kepala yang luruh ke bawah, kepala yang mendongak, warna – warna dasar untuk wajah seperti hitam, merah, biru dan warna prada (prada emas, perak ).

Tokoh Arjuna misalnya warna dasar wajahnya adalah hitam, bentuk matanya liyepan, hidung runcing luruh. Tokoh Bima warna dasar wajahnya hitam, matanya thelengan hdung tumpal luruh. Suyudana atau sebutan lainnya adalah Duryudana atau Destharata Putra mempunyai bentuk hidung tumpul longok, mata thelengan, wajah berwarna hitam.Citraksi berhidung tumpul langak, bermuka merah dan bermata kedondong.

Perwujudan raut muka atau dalam istilah wayang disebut wanda mengekspresikan watak sangat diperhatikan untuk memainkan tokohnya, dari bentuk mata , hidung dan mulutnya bisa diperkirakan watak dari tokoh – tokoh yang ada dalam jagad pakeliran. Dalang harus hapal hampir semua pernik yang ada dalam tokoh – tokohnya sehingga ia dapat mengembangkan dialog lewat antawacana atau pengucapan dialog tiap tokoh dengan benar.

Mata liyepan misalnya karakter yang bisa ditebak dari mata tersebut adalah orang yang berwatak baik. Biasanya bentuk hidungnya  runcing, mulut menutup posisinya sebagian besar adalah luruh dan wayang bentuknya kecil.Dalam istilah untuk menggambarkan posisi wayang, luruh itu berarti menunduk ke bawah, longok artinya memandang ke bawah, langak menengadah ke atas.

Luruh adalah perlambang watak dengan karakter tenang, tidak tergesa- gesa. Segala tindak – tanduknya terukur tidak grusa grusu. Maka penggambara Arjuna yang tenang, segala tindak tanduknya mencerminkan ketenangan terlihat dari wajahnya yang tidak mendongak/ atau melongok. Arjuna adalah sosok yang rendah hati, suka melakukan meditasi, atau bertapa, senang menuntut ilmu.

Pada antawecana atau dalam hal ini pengucapan tokohnya wayang yang bermata liyepan dengan luruh atau sorot matanya memandang ke bawah biasanya bersuara besar dan ringan. Arjuna misalnya pengucapan, atau artikulasi atau dialognya biasanya bersuara besar namun ringan, beda dengan Bima yang bersuara besar dan berat, hampir mirip dengan Gatotkaca dan Antareja. Tokoh Anak Sulung Pandawa yaitu Yudistira atau Puntadewa bermata liyepan, berwajah hitam berhidung runcing mirip perwatakannya dengan Arjuna.Bima yang bermata thelengan lebih tampak bersuara besar menggambarkan ketegasannya dan wataknya yang sedikit lebih emosional meskipun sebenarnya ia baik dan jujur.

Perwajahan  dalam wayang kulit benar – benar digambarkan secara detail untuk meraba bagaimana watak wayang sebenarnya. Sebagian satria pandawa mempunyai bentuk mata yang hampir mirip kecuali Bima yang berbeda sendiri. Namun bukan berarti bahwa Bima lebih jahat. Bima digambarkan lebih lugas. Bahasanya lebih kasar atau kalau bisa disebut ia hampir tidak bisa berbahasa halus seperti saudaranya yang lain.

Kepada siapapun termasuk kepada Dewa sekalipun. Bukan berarti ia kurang unggah ungguh namun intinya tokoh Bima jauh lebih lugas, jujur dan apa adanya. Wataknya lebih emosional atau cepat bereaksi jika muncul masalah tanpa dipikirkan lebih dahulu. Sedangkan satria yang lain seperti Puntadewa, Arjuna, Nakula , Sadewa mereka lebih tenang dalam menghadapi masalah.

Ada beberapa istilah untuk menggambarkan tentang bentuk hidung seperti  runcing, tumpul, hidung bulat, hidung ngemlik ( biasanya digambarkan untuk tokoh – tokoh kera seperti Hanoman, sugriwa, Subali, Anila, Anggada), Hidung  tumpul atau istilah jawanya tepak membedakan tokoh – tokohnya  dari tokoh tokoh dewa, ksatria, raja, raksasa, prajurit. Secara lebih detail bentuk hidung dan filosofinya akan diterangkan pada artikel berikutnya.

Kekayaan Kultural Penjamin Persatuan dan Kesatuan Bangsa

Mengulik dan membahas wayang ternyata sungguh mengasyikkan. Semoga saja kaum muda, kaum milenial menjadi paham bahwa warisan budaya dunia ini memberi kebanggaan besar dan menunjukkan bahwa produk kebudayaan Nusantara itu begitu luar biasa pengaruhnya untuk menggambarkan tingginya peradaban Indonesia. Jangan sampai terkesan bahwa Indonesia membiarkan diri larut dalam polemik intoleransi, potensi munculnya radikalisme, pengaruh budaya lain yang cenderung mengubah perilaku masyarakat Indonesia yang semula ramah tamah dan saling guyup rukun holopis kuntul baris (rukun dan bersama – sama mengerjakan pekerjaan dengan ditanggung bareng/ gotong royong).

Baca Juga: Jejak Majapahit di Sanggau Kalimantan Barat

Kekuatan terbesar bangsa Indonesia adalah keanekaragaman suku bangsa, bahasa, agama dan ragam kebudayaannya. Mengapa tidak terpecah pecah seperti negara seperti Uni Sovyet dan sebagian negara Timur Tengah karena ada Pancasila yang menyatukan dan watak dasar bangsa Indonesia yang sebetulnya tidak suka ribut dan berebut kekuasaan. Kalaupun ada segelintir politisi yang kadang galak dalam beroposisi dan munculnya bibit radikalisme dalam birokrasi namun sampai saat Ini Nusantara masih berdiri kokoh sebagai negara kesatuan.

Wayang sebagai warisan kebudayaan dan sudah diakui dunia patut terus dilestarikan. Tidak ada yang lebih berharga bagi masyarakat kecuali menghargai kebudayaannya sendiri. Budaya mencerminkan seberapa besar kualitas manusianya.

Dengan tradisi, budaya dan seni maka akan meredam anarkisme dan persinggungan emosi. Sebab orang yang mengedepankan emosi cenderung ingin selalu bermusuhan dengan sesamanya. Maka cukuplah penggambaran konflik diselesaikan dalam pertunjukan seperti wayang. Perang digambarkan dalam cerita Pakeliran bukan dalam kehidupan yang sebenarnya.

Sebagai bangsa yang besar, untuk membangun kuatnya jalinan persatuan Nusantara jalan kebudayaan, jalan seni adalah hal yang tepat.  Seni membentuk watak yang mampu saling bersinergi, saling bersimpati dan saling mengagumi keistimewaan budaya masing masing suku bangsa di Nusantara ini. Sampai Jumpa di artikel berikutnya yang membahas tentang ragam hias dalam wayang kulit.Salam.

Sumber Referensi: Buku Wayang Kulit Purwa Klasifikasi Jenis dan Sejarah.Soekatno, BA, Penerbit Aneka Ilmu.

Baca juga: Mengulik Keistimewaan Wayang Kulit (1)