Budaya

Gema Batu Ruyud Writing Camp I: Pemuda Perbatasan Utara Indonesia

Sabtu, 15 Oktober 2022, 15:09 WIB
Dibaca 690
Gema Batu Ruyud Writing Camp I: Pemuda Perbatasan Utara Indonesia
Foto penulis: Pertunjukan tari-tarian Dayak Lundayeh

"BATU RUYUD. KEINDAHAN itu tercipta dan diciptakan. Sekeras apapun BATU, terasa LEMBUT karena KEINDAHAN. Sekeras apapun hati, akan LEMBUT karena INDAHNYA PERILAKU dalam HARMONISASI.” – Dr. Yansen T.P.,M.Si

Dari belantara hutan di Kalimantan Utara ke Pulau Jawa, tepatnya Yogyakarta, begitulah aku memperteguh tekad ku untuk melangkah, sebagai bagian perjalananku. Namaku Lio Bijumes, bisa dipanggil Lio atau Rasat Gituen Buduk Naret, begitu nama panggilanku sebagai manusia Dayak Lengilo’/Lengilu, Ba’ Binuang Karayan Tengah, salah satu suku tertua yang mendiami dataran tinggi Borneo di pulau yang bernama Borneo, Kalimantan Utara.

Biasa kita kenal dengan singatan Kaltara. Kaltara merupakan provinsi termuda di Indonesia ke-34, resmi disahkan menjadi provinsi dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada 25 Oktober 2012, pemekaran dari Provinsi Kalimantan Timur.  Wilayah Kaltara terbagi lima wilayah administrasi yang terdiri atas satu kota dan empat kabupaten yakni Kota Tarakan, Kabupaten Bulungan, Kabubaten Malinau, Kabupaten Nunukan, dan Kabupaten Tana Tidung.

Aku dibesarkan di wilayah terpencil, tepatnya Ba’ Binuang, Krayan Tengah, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Didaerah perbatasan ini, ada jejak kehidupan masa kecilku. Jika melihat posisi geografis Kaltara, tempat ini merupakan perbatasan dengan beberapa wilayah. Sebelah Utara, berbatasan dengan Sabah, sebuah negara bagian di Malaysia, di Selatan berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Timur, Di sebelah Barat, berbatasn dengan Serawak, sebuah negara bagian Malaysia. Di sebelah Timur, dengan Laut Sulawesi. Dilihat dari letak daerahku, Binuang, Krayan Tengah, jaraknya lebih dekat dengan Sabah, negara bagian Malaysia.

Sejak kecil, aku hidup di lingkungan masyarakat yang berbudaya. Masih kuingat, saat menempuh pendidikan sekolah dasar adalah saat tersulit yang pernah aku jalani. Hidup di dalam keterbatasan, salah satunya memperoleh buku bacaan. Daerahku jauh dari akses perkotaan. Perlu berbagai usaha untuk bisa mendapat buku bacaan. Hanya para guru yang memiliki peganganbuku untuk mengajar.

Di sekolah saat itu, hanya beberapa murid saja yang mampu mengenakan pakaian seragam sekolah. Dalam keterbatasan itu, walau pun pakaianku tak sebagus teman-teman lain, semangat belajarku sangat tinggi. Memiliki motivasi untuk terus belajar bukan hanya karena diri sendiri, tetapi ada pengaruh sekitarku, seperti orang tua, keluarga dan teman-teman. Tak semua ilmu kudapatkan di sekolah, dari orang tuaku, kuperoleh ilmu berladang.

Berladang merupakan kebiasaan nenek moyang suku Dayak Lengilo' yang telah diwariskan ke anak-cucu. Ladang menjadi tempat bercocok tanam untuk menyambung hidup, orang tuaku melanjutkan tradisi itu. Kami lebih banyak menghabiskan waktu di ladang daripada tinggal di rumah. Biasanya, dari ladanglah aku turun ke sekolah, menyusuri hutan, melewati sungai Fe' Milau, dan menyeberangi Sungai Kerayan dengan berenang. Kuingat saat ituku masih kelas dua SD. Aku melanjutkan perjalanan ke sekolah bersama teman-teman sebaya yang orangtuanya juga membuka ladang di hutan. Merupakan hal yang biasa bagi kami, anak-anak pedalaman di kala itu.

Saat naik ke kelas tiga, orang tua ku memutuskan pergi merantau ke daerah lain. Aku pun ikut ke mana mereka pergi, ke daerah Long Bawan, Krayan. Di sana orang tuaku memulai usaha dan pekerjaan. Aku bersekolah di Long Bawan. Ibuku membuka kantin di rumah, karena kebetulan rumahku dengan sekolah. Bapak bekerja di tata usaha Sekolah Menangah Atas.

Di tengah kesibukan, ibu selalu mendampingiku belajar. Ia juga mengenalkanku pada nilai-nilai lokal, melalui dongeng, cerita rakyat yang disebut juga folklore. Aku selalu antusias mendengarkannya, sampai akhirnya aku tertidur.

Lewat, kisah cerita-cerita itu membuatku menerobos alam imajinasi. Rasanya ingin sehebat tokoh atau figur yang diceritakan. Sampai sekarang masih tertanam dalam ingatanku ada sosok tokoh orang Dayak Lengilo', Derayeh Padan Liu Burung.

Sebuah kisah heroik di mana sosok itu menjadi teladan bagi orang-orang di kampung. Padan Liu Burung memiliki karakter baik. Dalam hal kepemimpinan, ia disebut Lun Do' yang artinya baik hatinya, tauladan, dan dapat menjadi panutan. Pada Suku Lengilo, Lun Do' disebut dengan nama: "Lun Ngimet Bawang" atau pemimpin yang dipercayakan. Orang yang layak menjadi pemimpin, hendaknya eseorang yang baik hati agar kehidupan mereka juga menjadi baik.

Lun Do' berarti hati yang baik dan pikiran yang baik. Bagi orang Lengilo' karakter seorang lun do' sangat peduli pada orang lain, peka, prihatin pada penderitaan orang lain, memberi perhatian dengan tulus tanpa mengharap balas. Kepentingan orang lain atau orang banyak didahulukan dari pada kepenti ngannya sendiri. Lun Do' selalu menjadi patokan atau dasar orang banyak.

Karna itulah, ia menjadi fiigur yang dihormati dan disegani, karena berbudi atau berakhlak mulia, dan tertanam di hati setiap orang. Ia muncul sebagai seorang pemimpin bukan atas kemauannya dan bukan juga atas permintaannya. Lun Do! Hal itu muncul karena wibawa yang ada pada dirinya dan kebaikan hatinya yang tulus.

***

Tak Patah Semangat Untuk Berprestasi

Aku menyelesaikan SD, SMP, SMA di Krayan, Long Bawan, Kabupaten Nunukan pada tahun 2012. Ditempatku belum ada perguruan tinggi. Aku harus pergi ke kota, melanjutkan ke jenjang lebih tinggi. Sebelumnya aku belum pernah ke perkotaan, mautak mau harus memberanikan diri keluar dari Krayan.

Aku harus naik pesawat untuk dapat ke kota karena akses darat yang sulit. Pesawat Mission Aviaton Fellowship (MAF), satu-satunya transportasi yang menghubungkan daerahku dengan perkotaan. Pesawat jenis ini terbang di medan berat, seperti pegunungan, dan lepas landas di landasan pendek. Keberadaan pesawat ini sampai sekarang masih diperlukan masyarakat perbatasan. Pada kondisi seperti sekarang ini, akses darat ke Malaysia ditutup, mengantisipasi penyebaran Covid-19.

Suatu ketika, moment itu terjadi di Pondok Biru, Batu Ruyud Fe' Milau, Ba' Binuang, Kalimantan Utara. Tempat nun juah di perbatasan sana, bersama Dr. Yansen TP.M.Si, Pak Masri Sareb, Pak Dodi Mawardi, dan Pak Pepih Nugraha. Selain itu,  aku berkesempatan menghabiskan waktu liburan bersama figur-figur inspirator, libur produktif sekaligus belajar lebih dekat dengan mereka, membuat aku mafhum arti hidup yang berkualitas itu. Bagaimana membawa diri serta membentuk diri dari banyak hal yang dapat di kembangkan dalam diri, caranya memoles diri setiap hari. Untuk menjadi pribadi yang berhasil. Tak hanya penampilan di luar saja tapi dari dalam diri kita.

Baca Juga Dodi Mawardi : Sumpah Pemuda Wujudkan Writing Camp di Pusaran Hutan Kalimantan

Oleh karena itu, mengasah diri dan membangun kompetensi diri. Melalui pendidikan satu cara untuk mengasah diri hal ini yang selalu dikatakan Dr. Yansen TP, M.Si ,

“ Asalah diri sejak muda melalui pendidikan untuk bekal kompetensimu di masa depan.”

Bagi aku, kata ini tersirat banyak makna yang dapat kita kepal dengang kuat, sebagai pegangan kita meraih impian-impian.

Sapai hari ini, kepedulian aku pada literasi menjadi salah satu misi hidup. Gema literasi yang terus-menerus aku lakukan untuk menyalakan sumbu semangat muda, terutama terhadap kawula muda di Republik Indonesia. Menebar semangat merdeka berkarya, semangat berkolaborasi bagi anak-anak muda, khususnya generasi muda perbatasan di Kalimantan Utara.

Supaya, anak muda haus untuk berani menyuarakan pikiran-pikiran positifnya untuk kemajuan bangsa, serta dapat berorientasi tindakan, tidak menunggu orang lain. Tidak hanya itu, pesan yang terus aku gemakan ialah semasih muda harus berprinsip karena ada banyak hal di depan kita yang dapat menghilangkan fokus atau tujuan. Itulah pentingnya berprinsip. Selain itu, semasih muda teruslah berkolaborasi dengan mereka yang se-visi dengan kita.

Pada akhirnya, Aku Kembali lagi ke Batu Ruyud. Di selenggarakannya Batu Ruyud Writing Camp I pada 28 Oktober 2022. Memompa semangat saya untuk ikut bergabung, sekaligus akan berguru kepada para mentor-mentor yang luarbiasa. Yang telah dipersiapkan oleh panitia Batu Ruyud Writing Camp I di Fe’ Milau, Ba’Binuang, Krayan Tengah, Ka;imantan Utara.

Salam dariku, gema pemuda perbatasan Utara Indonesia, sobat semangat muda.

***