Budaya

Menanam Kejujuran

Sabtu, 19 November 2022, 17:55 WIB
Dibaca 391
Menanam Kejujuran
Sekolah sebagai candradimuka kejujuran

Suatu hari saya memberikan kejutan kepada peserta didik yakni memberikan uji pengetahuan atau ulangan harian tanpa saya beritahukan sebelumnya. Apa tanggapannya, ternyata rata-rata peserta didik saya menyatakan belum siap ulangan! Alasannya, belum belajar. Saya merasa ada yang aneh dengan alasan seperti itu. Belum belajar. Lalu kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan sebelumnya apa?

Dari survei dan diskusi yang saya lakukan, ternyata peserta didik masih ketakutan dengan proses pembelajaran bernama ulangan. Takut mendapat nilai rendah. Pantasan saja ketika akan diadakan ujian atau apapun sebutannya, peserta didik terbebani dan cenderung tidak merasa siap. Takut gagal dan takut mendapat nilai rendah. Padahal idealnya, ujian atau apapun sebutannya adalah mengukur sejauh mana pemahaman materi yang dipelajari. Kalau gagal harus diulang lagi. Begitu seterusnya sampai kompetensi yang diharapkan tercapai. Siapa yang salah? Yang salah adalah masa lalu, ketika cara pandang kita keliru terhadap keberadaan sekolah. Kekeliruan ini terlihat sepele, tapi dampaknya kedepan sangat buruk. Korup, mental menerabas, pembohong.

Jauh sebelum itu orang tua kita utamanya akan merasa gagal atau marah bila anaknya mendapatkan nilai rendah. Bahkan frustrasi kalau anaknya tidak rangking kelas sedangkan anak tetangga malah mendapat rangking di kelasnya. Pandangan orang tua seperti ini tentunya berpengaruh pada pembentukan mental peserta didik kita. Mereka terbebani dan takut mendapat nilai rendah. Takut gagal, yang pada akhirnya memunculkan mental instan, mencontek dan terkesan tidak siap menghadapi ujian itu! Nilai memang penting sebagai penanda keberhasilan belajar. Tetapi proses mencapai nilai itu jauh lebih penting.

Kiranya perlu upaya untuk mengubah cara pandang masyarakat terhadap proses pembelajaran di sekolah. Keberadaan sekolah bukan semata-mata tempat mendapatkan nilai-nilai berupa angka. Tetapi jauh lebih penting dan utama yakni mencari dan menemukan cara memecahkan masalah dalam kehidupan secara bijak melalui proses pembelajaran yang tersaji dalam kurikulum secara jujur. Materi pembelajaran di sekolah merupakan alat untuk melatih mental, membangun karakter menuju manusia yang seutuhnya.

Seluruh komponen sekolah tentunya harus menjadi pelopor kejujuran itu. Mulai kepala sekolah, para guru dan staf dan seluruh peserta didik tentunya. kebaikan proses pembelajaran yang mengungkapkan kejujuran. Melatih mental peserta didik kita untuk belajar gagal, namun tidak mudah menyerah. Mencoba dan mencoba lagi sampai keinginannya tercapai. Mengedukasi peserta didik untuk mengubah mindset datang ke sekolah dari tujuan mencari nilai angka-angka menuju proses pembelajaran mencari dan menemukan cara memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari secara bijak.

Roh dunia pendidikan yang mengemban misi menjadikan manusia seutuhnya jangan sampai tergerus oleh kekeliruan yang terjadi pada masa lalu. Spirit kita sebagai pihak yang berkecimpung dalam dunia pendidikan mengungkapkan kejujuran pujian kejujuran kepada generasi yang dicita-citakan. justru menjadikan manusia yang jujur-siddiq, menjadi manusia yang benar, dapat dipercaya dan selalu menyampaikan kebenaran. Semoga....