Sastra

Ku Lukis Luka Atas Sajadah Tua

Kamis, 25 Maret 2021, 17:42 WIB
Dibaca 532
Ku Lukis Luka Atas Sajadah Tua
Malik

Ku gelar sajadah tua yang robek di pinggirnya

Tebal debu di atasnya menyiratkan waktu tersisa

Lalu kucoba menumpahkan rindu dan cinta diatasnya dengan amat terpaksa

Angin, bantu aku mengatakan kepadanya

Siapa tahu masih dapat kubuka pintunya yang sudah kupatahkan kuncinya

 

Aku tahu, sesekali sosokmu datang berkelebat dikepalaku, samar

Masih kuingat senyummu, bagai ombak laut yang menuju pantai

Menggulung awalnya, namun tak berbekas akhirnya

Selalu begitu saat pasang datang atau surut yang menjauh

 

Tapi diujung senja ini, mendadak kau datang dengan sosokmu yang seutuhnya

kau sapa aku dengan salam hangat yang terasa menghentak hingga jantung pertiwikupun retak-retak

Kau cengkeram tubuhku dengan lembut belaianmu yang meluluhlantakkan segala bentuk dan rupa

Kulihat betapa manisnya senyummu hingga melumat bumi dan seisinya  juga imanku yang tinggal satu-satunya

kau hilangkan dahaga jiwaku dengan setetes air lautmu hingga terasa tercabut nyawaku

kau sanjungi tubuhku hingga jiwaku  melambung ke mayapada lalu kau hempas keras ke belantara puing yang penuh bangkai tanpa nama

selepas senja, kau pergi begitu saja meninggalkanku tergeletak berselimut sajadah tua bersama mayat istri dan anakku yang tanpa busana

 

Begitu rupanya caramu mencintaiku, ya.. ya..ya.. kini aku paham siapa dirimu

tidak perlu dirayu lewat segelas susu, sebungkus mie atau segepok janji tapi cukup dengan secuil niat tulus dan sebait mantra tanpa berita

Baiklah, lusa setelah pemakaman setumpuk bangkai tanpa nama juga istri dan anakku akan kubasuh lumpur di hatiku dan kugelar sajadah tua yang sama dalam kamarmu. Tapi masih mungkinkah kubuka pintumu dengan kunci yang telah kupatahkan?

 

                                                   Gunung belah, 6 Oktober 2018

 

(puisi ini ditulis dan dihimpun dalam kumpulan puisi sebagai bentuk keprihatinan terhadap gempa dan tsunami di Donggala, Sulawesi)