Sastra

Ngulandara - Cara Pemuda Jawa Mematangkan Diri

Kamis, 8 Agustus 2024, 08:55 WIB
Dibaca 808
Ngulandara - Cara Pemuda Jawa Mematangkan Diri
Ngulandara

Judul: Ngulandara

Penulis: Margana Djajaatmadja

Perterjemah: Sri Widati

Tahun Terbit: 2021

Penerbit: Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Tebal: vi + 120

ISBN: 978-623-95675-9-0

Novel ”Ngulandara” pertama kali terbit dalam Bahasa Jawa tahun 1940. Karya Margana Djajaatmadja ini baru ditermeahkan ke dalam Bahasa Indonesia pada tahun 2021. Upaya penerjemahan karya-karya berbahasa daerah (Jawa) ke dalam Bahasa Indonesia sangat diperlukan. Dengan alih bahasa tersebut akan lebih banyak pembaca yang bisa menikmatinya.

Buku ini berkisah tentang seorang pemuda bernama Raden Mas Sutanta, seorang bangsawan muda dari Mangkunegaran yang melakukan petualangan  demi perjalanan reflektif (ngulandara) untuk mencari makna hidup.

Raden Mas Sutanta menyamar sebagai sopir bernama Rapingun. Mula-mula ia bekerja sebagai sopir taksi milik pengusaha Tionghoa bernama Nyonya Oei Wat Hien. Sebagai sopir taksi, Rapingun suka membantu mobil yang mogok. Termasuk saat ia membantu mobil Asisten Wedana (Ndara Seten) yang mogok di saat rembang petang.

Pertemuan kedua Rapingun dengan keluarga Den Bei adalah saat Nyonya Oei Wat Hien mengunjungi rumah Den Bei Ndara Seten untuk menjual berlian dan mobil taksinya. Mobil taksi tersebut ditawarkan kepada Den Bei karena Nyonya Oei Wat Hien harus membayar hutang. Meski Den Bei tidak jadi membeli mobil taksi tersebut, namun Rapingun memilih untuk pindah kerja ke keluarga Den Bei sebagai sopir pribadi.

Peristiwa yang serba kebetulan tersebut membuat Rapingun kenal dengan keluarga Den Bei Seten yang punya anak perempuan yang bernama Supartinah (Tien). Tien adalah seorang guru di HCS (Holland Chineese  School?) di Parakan. Sementara keluarga Den Bei tinggal di Ngadiraja.

Rapingun yang rajin membuat keluarga Den Bei senang. Rapingun juga berhasil menaklukkan Heil si kuda milik Den Bei. Kuda yang liar itu berhasil ditaklukkan sehingga bisa menjadi kuda yang jinak dan bisa ditunggangi.

Apalagi saat Rapingun berhasil menyelamatkan Tien dari upaya jahil Harjana. Harjana yang jatuh cinta kepada Tien berupa memaksa Tien untuk menerima cintanya. Harjana adalah teman kuliah Tien saat di Jogja. Saat cintanya ditolak, Harjana berupaya melakukan tindak kekerasan. Tapi Rapingun berhasil melindungi Tien, meski tangannya luka karena terpukul batang besi yang diayunkan oleh Harjana.

Sikap baik, berbudi luhur dan mempunyai berbagai keterampilan seorang priyayi, membuat keluarga Den Bei mengangkat Rapingun sebagai anak.

Rapingun dirawat di rumah sakit untuk menyembuhkan tangannya yang terhantam besi.

Setelah sembuh, Rapingun pamit untuk menengok keluarganya yang ada di Pacitan. Namun Rapingun tidak pernah kembali lagi. Ia berkirim surat untuk keluar dari pekerjaan sebagai sopir di keluarga Den Bei. Ia beralasan untuk menyampaikan surat yang dititipkan kepadanya oleh atasannya saat ia bekerja di Magelang. Surat tersebut adalah surat dari Raden Ayu Gandaatmadja yang kehilangan anaknya yang bernama Raden Sutanta. Dalam surat itu Raden Ayu Gandaatmadja berharap anaknya segera kembali. Padahal surat itu adalah surat dari ibunya untuk memintanya kembali ke Surakarta.

Kisah ditutup dengan menikahnya Raden Sutanta dengan Raden Supartinah setelah secara tidak sengaja bertemu lagi di rumah saudara Den Bei. Raden Sutanta yang saat itu sudah menjadi Pamong Praja, hidup bahagia dengan Raden Supartinah sebagai suami istri.

Novel ini menggambarkan bagaimana pemuda Jawa mendapatkan pengalaman hidupnya. Pemuda Jawa harus berani menghadapi hidup yang susah dan keras supaya bisa menjadi seorang lelaki yang matang. Jika perlu sang pemuda harus melakukan ngulandara (melakukan perjalanan reflektif). Siapa yang berhasil menjalani hidup yang susah akan lulus dalam kehidupan. Sang pemuda akan menjelma menjadi pria yang siap untuk hidup mapan.

Dalam novel ini ada bab yang diberi judul ”Nyonya Oei Wat Hien.” Ada dua tokoh Tionghoa yang muncul dalam novel ini. Kedua-duanya perempuan dan pengusaha. Mereka adalah Nyonya Oei Wat Hien dan Nyah Oen. Meski ada satu bab yang judulnya menggunakan nama seorang Tionghoa, dan ada dua tokoh perempuan Tionghoa, namun novel ini sama sekali tidak membahas persoalan Tionghoa. Tidak juga membahas tentang asimilasi antara orang Tionghoa dengan orang Jawa melalui perkawinan. Tokoh Tionghoa di novel ini digambarkan sebagai seorang pedagang yang dengan pintar menjual dagangannya. Kehadiran Nyonya Oei Wat Hien hanyalah cara Margana Djajaatmadja mempertemukan Raden Sutanta alias Rapingun dengan keluargaa Den Bei Asisten Wedana. 857

Tags : sastra