Sastra

Cerpen | Kegagalan Faris si Ensiklopedia

Kamis, 28 Januari 2021, 22:59 WIB
Dibaca 852
Cerpen | Kegagalan Faris si Ensiklopedia
http://bit.ly/3ckPRuC

 


 

Hai! Namaku Faren. Yah, sebenarnya itu nama panggilan yang diberikan teman-temanku di sekolah. Namaku sebenarnya adalah Faris. Teman-teman ku mulai memanggilku Faren sejak aku bisa menjawab beberapa pertanyaan sulit dulu. Mereka bilang Faren adalah Faris si Ensiklopedia. Walaupun asal katanya terdengar lucu, tapi Faren terdengar bagus jadi aku membiarkan mereka tetap memanggilku begitu.

Aku bersekolah di sebuah sekolah swasta yang cukup terkenal. Kehidupanku di sekolah tidak banyak yang istimewa. Aku memiliki banyak teman dan memiliki beberapa teman dekat. Guru-guru di sekolah juga cukup menyukaiku. Apalagi aku memiliki nilai yang bisa dibilang sangat bagus dan bisa aku banggakan. Tapi aku tidak akan menceritakan tentang kehidupan sekolahku sekarang, mungkin lain kali.

Sebenarnya, akhir-akhir ini aku tertarik dengan sebuah olahraga. Sejak beberapa bulan terakhir aku ikut dalam kursus memanah yang ada di dekat rumahku. Bisa dibilang kalau memanah menjadi salah satu hal yang mengalihkan pikiranku dari kesibukan tugas-tugas dan kegiatan sekolah.

Karena umurku, aku melewati level dasar dan langsung masuk ke level pertama setelah mempelajari dasar-dasar dalam memanah. Aku cukup percaya diri dengan kemampuanku memanah. Aku merasa aku memiliki bakat dalam memanah karena setelah beberapa kali pertemuan, aku bisa memenuhi target skor di level ku.

Sekarang aku sedang belajar menggunakan visir. Visir adalah alat untuk membuat bidikan menjadi lebih akurat. Butuh waktu lebih lama daripada yang aku perkirakan untuk terbiasa dengan alat ini. Aku perlu menyesuaikan posisi visir dengan jarak sasaran, posisi, dan tinggi badanku. Aku juga harus memastikan mata yang mana yang bisa melihat sasaran lebih akurat.

Aku juga telah menaikan tingkat berat tarikan busur yang aku gunakan. Walaupun awalnya terasa sangat sulit untuk menarik tali busur, setelah beberapa kali di gunakan aku mulai terbiasa.

Dua minggu lagi akan ada sertifikasi kemahiran memanah. Itu adalah ujian untuk naik ke level berikutnya. Peserta yang mengikuti ujian ini harus memenuhi target skor minimal di level masing-masing. Nantinya akan ada juri yang menilai dan memastikan skor yang di dapatkan. Untuk levelku sekarang target skornya adalah 200. Tapi karena sudah beberapa kali mendapatkan skor 200 saat berlatih aku tidak terlalu memikirkannya. Jadi selama dua minggu menuju hari ujian, aku tidak menambah waktu latihan ku. Bahkan aku tidak melakukan latihan fisik. Aku hanya berlatih di hari pertemuan kelas memanah.

Di hari ujian, aku bangun pagi seperti biasa. Setelah mandi dan makan, aku mulai bersiap-siap untuk berangkat. Aku memastikan alat pelindung seperti arm guard dan finger tab masuk ke dalam tas. Aku belum memiliki busur sendiri, jadi saat ujian aku akan menggunakan busur yang disediakan oleh panitia ujian.

Ujian sertifikasi akan dilakukan di lapangan futsal yang berbeda dari lapangan yang biasa digunakan untuk berlatih. Begitu sampai di tujuan, lapangan itu lebih ramai dari yang aku pikirkan. Selain peserta dan juri, ada orangtua peserta dan orang-orang lain yang juga menyewa lapangan. Saat aku sampai, peserta lain sedang mempersiapkan peralatan mereka.

Beberapa menit kemudian ujian dimulai. Aku bersiap di posisi yang telah ditentukan. Aku merasa jauh lebih gugup daripada saat latihan karena banyak orang yang menonton. Akibatnya aku kurang fokus dan banyak anak panah yang meleset. Bahkan tali busurku sering mengenai lengan dalamku. Lenganku memerah dan mulai memar walaupun sudah menggunakan pelindung.

Ujian yang berlangsung selama kurang lebih 45 menit itu terasa lebih berat daripada latihan memanah selama 2 jam yang biasa aku lakukan setiap minggu. Skor akhir yang aku dapatkan tidak menyentuh angka 200. Skorku adalah 184, kurang 16 lagi agar bisa lulus ujian.

Aku menyesal sudah meremehkan ujian sertifikasi ini dan terlalu percaya diri dengan kemampuanku hingga mengabaikan latihan. Akhirnya setelah istirahat sebentar dan rangkaian acara sertifikasi kemahiran memanah selesai, aku pulang dengan perasaan tidak puas. Sejak hari itu aku lebih serius saat latihan di setiap pertemuan kelas memanah dan rutin melatih fisik ku. Aku berjanji kepada diri sendiri kalau aku akan lulus di sertifikasi berikutnya.

***