Sastra

Lima Puisi: Rumah, Jemuran, dan Kota

Senin, 6 Maret 2023, 16:02 WIB
Dibaca 501
Lima Puisi: Rumah, Jemuran, dan Kota
j e m u r a n

JEMURANKU

 

celana dalam cokelat berbisik-bisik dengan handuk hijau teh

 

nyonya rumah menyenandungkan somewhere over the rainbow

 

menyirami pot-pot herbras merah kuning yang mengering

 

memerlukan sentuhan E.T.

 

bau soKlin

 

tersisa di berkas-berkas sinar matahari

 

yang membentuk bayangan seekor kucing di tembok putih

 

tetangga sebelah sedang membikin kos-kosan

 

debunya bukan deru campur debu

 

mengganggu pernapasan si bungsu

 

pagi adalah menghimpun sisa kantuk

 

demi kerja dan cinta dan pilihan

 

"ngopi rumiyin kersanipun ketingal waras"

 

seorang teman memasang gambar di Facebook

 

si tuan rumah hanya meneguk air putih dan tetesan jeruk nipis

 

dan sarapan nasi goreng bumbu rendang instan

 

setelah si sulung berangkat ke sekolah

 

ia tidak yakin apakah pagi sudah dimulai


TRIANGLE OF SADNESS

 

hidup tak selalu untung, kata mendung

kepada cawat setengah basah

yang terbanting ke tanah

saat anak kos itu kalang-kabut

menyambar jemurannya

 

anak kos itu mengerutkan alis

mendengar percakapan mereka

dan ia pun balik

memungut cawat setengah basah itu

dengan lembut

 

hujan tak jadi turun


CILUKBA

 

semut-semut di televisi berdengung-dengung

 

rumah suwung

 

sepasang cicak bercinta

 

menggelepar di tembok

 

: bocah itu tidak berpikir tentang menyingkirkan

 

yang terburuk

 

ia teringat terus pada barongsai kuning

 

yang ditontonnya di pelataran mal

 

ia celingukan

 

tetapi kali ini rumah suwung

 

tidak ada yang mengajaknya bermain

 

hanya angin


KITA DAN MENDUNG SEJAK SIANG

 

kita dan mendung sejak siang

kopi pahit

mendoan

keroncong Hetty Koes Endang dan pertanyaan

: pernahkah kamu berdoa Bapa Kami

dan benar-benar menunggu

makanan hari ini?

 

dengan cadangan frozen food dan indomie

kita mencuri-curi

kepastian-kepastian kecil

di tengah ketidakpastian

pandemi ini

: sekarang kita belajar hidup

hari demi hari

ketika hari esok, rasanya,

hanya akan jadi ulangan hari ini

 

masih mendung:

hujan enggan turun

 

dan kamu bertanya lagi:

masihkah kamu menyimpan

itu mimpi-mimpi

di folder D > Proyek 2020 > Pribadi > Artikel > Masih Perlu Direvisi?

 

bibirku terkulum

teringat kata-kata motivasi:

kebahagiaan itu

seperti tautan-tautan

yang dihapus lagi dan lagi

dari browsing history

 

: mendung memeluk malam

murung dan hitam legam


DI KOTA INI, HUJAN TERTAWA

 

alun-alun kidul adalah brongkos telur dan

es campur. sebuah dunia lain kausembunyikan di

antara beringin kembar: kaututup mata, melangkah

sambil tertawa, gigimu membiaskan cahaya neon

 

aku ingat hujan yang gugur ketika kita

mengambil selfie di pulau cemeti

tetapi kau tertawa juga. seperti kembang api

berpijar

 

hanya dalam tidur, hanya dalam lelap mimpi, bisa

kusimpan: leleh tangismu