Riset

Kulat Sio, Jamur Hutan Kalimantan

Jumat, 2 April 2021, 19:19 WIB
Dibaca 4.417
Kulat Sio, Jamur Hutan Kalimantan
dokpri

Sekarang lagi musimnya panen jamur merah, kata salah seorang kerabat dari suku Dayak Uud Danum. Mendengar jamur merah yang biasanya disebut kulat sio mengingatkanku pada masa lalu. Pada masa kecil disaat aku selalu menantikan musim panen jamur tiba. Maklum jamur ini hanya bisa tumbuh sekali dalam setahun. Dan musim pertumbuhannya berlangsung sekitar 1,5 bulan saja.

Jika sudah ada sebatang jamur merah yang mulai tumbuh di atas permukaan tanah, maka dari satu batang jamur akan merambat dan menyebar luas hingga menghasilkan ribuan tanaman jamur.

Biasanya ketika jamur ini sudah musimnya, maka hampir diseluruh permukaan tanah akan terlihat berwarna merah karena dipenuhi oleh tumbuhan jamur merah.

Apabila musim jamur telah tiba, saya dan keluarga bisa memetik jamur ini sampai berkarung-karung. Hasil panen jamur akan kami bagikan lagi kepada tetangga dan warga. Lumayan bisa berbagi sedekah untuk warga sekampung. Sebaliknya jika warga lain yang panen jamur, mereka juga pasti akan berbagai. Istilah berbagai rejeki dalam bahasa Uud Danum (auh eto'k), disebut motulat, tonulat/hotulat.

Bagi masyarakat Kalimantan yang daerah pemukimannya dekat dengan hutan, tentu sudah tidak asing lagi dengan jamur merah ini. Di Kalimantan, sebutan jamur merah ini pun berbeda-beda disetiap wilayahnya. Ada pula yang menyebutnya "jamur buah" karna tumbuh pada musim pohon buah-buahan di Kalimantan berbunga.

Sedangkan suku Dayak Uud Danum menyebutnya kulat sio. Kulat yang artinya jamur, sedangkan sio artinya burung/nama burung. Pertanyaannya, mengapa jamur merah ini disebut jamur burung sio?

Sio adalah nama seekor burung yang ada di hutan Kalimantan.
Menurutku, suara burung sio itu unik dan merdu. Pada masa kecil, saat aku istirahat di pondok yang ada di ladang sering mendengar suara nyanyian burung sio. Dengan alunan nada yang tingi dan panjang kicauwan burung ini berbunyi: "cuit... cuit... cuit... shio!"

Berdasarkan bunyi kicauwan burung tersebut maka nenek moyang Uud Danum dulu menyebutnya burung sio.

Entah mengapa, dulu ketika mendengar kicauwan burung ini di hutan, hatiku terasa tenang dan damai meskipun disaat-saat aku mengalami beban berat yang tak bisa diungkapkan. Jika sedih dan berbeban berat, kadang aku lari ke hutan, berdiam diri di hutan sampai aku merasakan ketenang dan dihiburkan oleh kicauwan burung-burung yang merdu. Akan tetapi, meskipun suara burung sio sering terdengar dengan nyaring, namun sangat sulit untuk ditemukan atau dilihat. Kebanyakan hanya bisa mendengar suara merdunya saja.

Ciri-ciri burung sio seperti ayam hutan, tapi ukuran tubuhnya lebih kecil dari ayam piaraan. Bulunya lebih dominan berwarna merah dan kuning. Itulah sebabnya orang Dayak Uud Danum menyebut jamur yang berwarna merah dan kuning ini dengan sebutan kulat sio. Warna jamur ini merah dan kuning seperti warna bulu burung sio.

Seperti halnya burung sio yang semakin sulit untuk ditemukan, demikian pula dengan jamur " kulat sio" yang semakin langka akibat habitatnya di hutan yang semakin habis dan keberadaan hutan sekarang yang semakin terancam.

Tak heran jika ada yang bilang, apabila sudah menemukan jamur ini seperti menemukan harta karun yang terpendam. Selain langka, harga nya juga lumayan jika sudah sampai ke kota.

Jamur ini banyak terdapat di hutan Kalimantan. Berdasarkan informasi yang saya dapatkan dari teman-teaman didaerah Kalimantan, jika musimnya telah tiba, maka jamur ini tumbuh serempak hampir di semua daerah yang ada di Kalimantan.

Kulat sio tumbuh secara alami diatas permukaan tanah di hutan dan di perkebunan karet di tempat yang teduh. Saya pastikan jamur ini hanya bisa tumbuh diatas permukaan tanah yang bebas pestisida dan pada kondisi alam yang belum tercemar.

Dulu, jamur kulat sio ini sering ditemukan dihutan. Jika sudah musim hujan, jamur kulat sio akan tumbuh lebih banyak. Sayangnya sekarang hutannya sudah mulai habis. Jadi jumlahnyapun terbatas dan sangat jarang dijual.

Mengenai cara pengolahannya, ternyata di daerah lain cara pengolahan jamur ini berbeda dengan di daerah Uud Danum. Konon katanya zat warna merah dalam jamur bisa menyebabkan keracunan. Sehingga jamur merah/kulat sio harus direbus atau disiram dengan air panas terlebih dahulu untuk menghilangkan warna merah pada jamur.

Jika di suku Dayak Uud Danum, setelah jamur merah dicuci bersih, kami langsung memasaknya untuk menjadi masakan yang siap disantap. Puji Tuhan di tempat kami dari dulu hingga sekarang tidak ada kasus keracunan jamur merah meskipun dimasak secara langsung.

Jamur kulat sio yang sudah dicuci bersih dapat dimasak langsung sesuai selera. Bisa ditumis, dipepes atau buat bakwan jamur. Jamur merah/kulat sio yang dimasak terasa tawar jika tidak diberi bumbu penyedap.  Teksturnya yang lembut dan kenyal, dengan aroma jamur yang khas dapat mengugah selera bagi setiap orang yang hendak menyantapnya.