Riset

Pendidikan Tinggi di Kalbar Menuju Center of Excellence

Jumat, 5 Februari 2021, 22:46 WIB
Dibaca 670
Pendidikan Tinggi di Kalbar Menuju Center of Excellence

Gantungkanlah cita-citamu setinggi langit! --demikian kata penyemangat  yang terkenal dari Bung Karno.

Kalimantan Barat dikenal dengan Bumi Khatulistiwa. Saya, sebagai salah seorang warganya telah memulatkan tekad. Untuk menggantungkan cita-cita setinggi surga. Meskipun berada di luar Jawa, kami memimpikan --dan harus bisa mewujudkan-- perguruan tiinggi bumi tempat kami berpijak, sebagai perguruan tinggi yang hebat. Atau istilah kerennya perguruan tinggi yang menjadi center of excellence.

Pendidikan. Ya, sekali lagi: pendidikan.

Betapa sepatah kata ini menjadi begitu berarti dari masa ke masa, bahkan semenjak manusia pertama ada di muka bumi ini. Praktik dari proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, yang dikenal sebagai “pendidikan”, ini telah dipraktikkan.

Demikianlah Indonesia yang dikenal sebagai bangsa beradab sejak zaman prasejarah. Tidak ketinggalan di dalam membangun manusia yang utuh melalui jalur pendidikan. Khususnya di Kalimantan Barat, pendidikan telah berurat berakar sebagai budaya yang diturunkan dari generasi ke generasi tanpa henti.

Seperti diketahui Kalimantan Barat sebagai salah satu provinsi di Pulau Kalimantan dengan luas 147,307 km², memiliki potensi yang besar dalam memberikan kontribusi bagi kemajuan bangsa dan negara. Potensi tersebut terlihat dari geliat pendidikan dasar dan menengah di provinsi yang berada di batas negeri antara Indonesia dan Malaysia.

Geliat pendidikan di Kalimantan Barat tidak terlepas dari berdirinya perguruan tinggi setiap tahun. Beberapa perguruan tinggi swasta bermunculan setiap tahun. Perguruan tinggi negeri dapat dihitung dengan jari. Hal tersebut perlu menjadi perhatian stakeholder agar terjadi pemerataan pendidikan tinggi hingga pelosok negeri.

Perbedaan yang kentara antara perguruan tinggi negeri dan swasta terletak pada pembiayaan. Perguruan tinggi negeri jelas murah karena segala pembiayaan sudah disediakan oleh pemerintah, sementara perguruan tinggi swasta harus berinovasi, berdikari, dan berjuang mencari income untuk menghidupi kelangsungan operasional hidupnya.

Selama ini sudah menjadi isu hangat bila keberadaan perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta ada jurang pemisah yang sangat dalam. Persoalan kesejahteraan, tunjangan profesi, fasilitas dosen, penyediaan insfrastruktur pendidikan, dan sebagainya.

Hal-hal yang disebutkan tadi mungkin sebagian kecil merupakan persoalan yang seakan-akan menjadi bom waktu di masa depan. Oleh karena itu, menjadi sebuah keharusan adanya pemerataan dan keadilan, serta persamaan antara perguruan tinggi negeri dan swasta dari pemerintah. Hal tersebut dilakukan agar eskalasi pendidikan tinggi fokus pada visi dan habitatnya mendorong percepatan pembangunan sumber daya manusia bangsa dan negara.

Pendidikan tinggi sebagai kawah candradimuka memiliki peran sentral dalam menuntaskan persoalan sumber daya manusia agar mampu berdaya saing dalam konteks global. Jadi, seyogianya pemerintah harus memberikan perlakuan yang sama kepada perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta, agar antara kedua institusi tersebut berkolaborasi dan bukan menciptakan kompetisi untuk saling menjatuhkan.

Perkembangan pendidikan tinggi di Kalimantan Barat mengalami dinamika pasang surut. Secara umum, keberadaan pendidikan tinggi di Kalimantan Barat memiliki peran dan kapasitas masing-masing. Hal tersebut terlihat dari geliat persebaran perguruan tinggi di kabupaten/kota Kalimantan Barat.

Hal lain yang juga menjadi faktor positif keberadaan perguruan tinggi di beberapa wilayah Kalimantan Barat adalah dukungan yang diberikan masyarakat. Masyarakat Kalimantan Barat semakin menyadari akan pentingnya pendidikan sebagai investasi yang tak ternilai di masa depan. Kesadaran tersebut terlihat dari partisipasi masyarakat untuk mengenyam pendidikan tinggi dari tahun ke tahun yang terus meningkat. Tentu saja, hal tersebut menjadi berita gembira. Dalam hiruk-pikuk dinamika politik, pendidikan tetap menjadi prioritas masyarakat dalam transisi peradaban.

Pada dasawarsa tahun 1980, salah satu tonggak sejarah pendirian STKIP PGRI Pontianak (kini IKIP PGRI Pontianak) merupakan konsensus dan jalan panjang para pemikir dan tokoh-tokoh pendidikan Kalimantan Barat. Pendirian STKIP PGRI Pontianak pada saat itu disebabkan oleh keprihatinan para tokoh pendidikan terkait kurangnya tenaga pendidik di Kalimantan Barat. Atas dasar keprihatinan tersebut, lahirlah ide-ide dari para tokoh pendidikan Kalimantan Barat untuk mendirikan sebuah perguruan tinggi yang dasarnya adalah mencetak tenaga kependidikan atau guru.

Embrio tersebutlah yang menjadi fondasi awal pendirian STKIP PGRI Pontianak hingga saat ini menjadi IKIP PGRI Pontianak, dan telah banyak melahirkan tenaga-tenaga pendidikan yang berkualitas dan tersebar di seantero Kalimantan Barat, serta Indonesia.

Baca Juga: ITKK, Perguruan Tinggi Pertama di Borneo dengan nama Dayak

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, digariskan bahwa “tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Sejauh ini, rumusan tujuan pendidikan, secara umum masih merupakan cita-cita yang impossible entah sampai kapan akan terealisasi. Ini disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari tidak berjalannya sistem pengelolaan pendidikan yang telah digariskan sampai pada implementasi pembelajaran yang terjadi dalam ruang kelas. Intinya, persoalan kompleks yang melanda dunia pendidikan di Indonesia adalah terletak pada sumber daya manusia (human resources).

Sebagai salah satu garda terdepan dalam membangun sumber daya manusia, perguruan tinggi membawa dan menyimpan misi yang strategis dan deterministik bagi kemajuan dan masa depan bangsa. Terkait dengan itu, negara atau pemerintah sebagai pengemban amanat rakyat memiliki komitmen tinggi untuk menjadikan perguruan tinggi benar-benar kontributif bagi kemanusiaan dan peradaban, bukan saja dalam konteks lokal, melainkan nasional, regional bahkan internasional.

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa sumber daya manusia memiliki peran penting dalam perencanaan, pelaksanaan, dan kontrol terhadap serangkaian proses pendidikan. Sumber daya manusia jualah yang menjadi faktor utama dalam menentukan kualitas pendidikan. Demikian pula saat ini, di mana dunia berada pada era milenial yang ditandai dengan vilositas (kecepatan). Dalam era ini, kecepatan informasi, keputusan, dan tindakan akan berlangsung at the Speed of thought.

Hal ini akan mengarah pada semakin cepatnya perubahan karakteristik bisnis dan jasa, semakin mudahnya akses informasi, berubahnya gaya hidup dan ekspektasi konsumen terhadap dunia bisnis dan jasa, serta semakin cepatnya perbaikan kualitas dan penyempurnaan proses bisnis dan jasa termasuk pendidikan. Notoatmojo mengatakan bahwa suatu organisasi bisnis atau organisasi jasa seperti institusi pendidikan, agar mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka sumber daya manusia perlu dikembangkan secara terencana, terarah, intensif, efektif, dan efisien dalam proses pembangunan.

Organisasi jasa yang dimaksud dalam konteks ini adalah pendidikan tinggi. Ini disebabkan oleh karakteristik pendidikan tinggi itu sendiri sebagai center of excellence. Dengan karakteristik demikian, pendidikan tinggi jelas harus melakukan repositioning dalam konteks lingkungan eksternal melalui upaya restructuring internal yang terencana dengan baik (well-planned), dilaksanakan dengan baik (well-actuated), dan dievaluasi dengan baik secara berkesinambungan (well evaluated/controlled) dalam bingkai semangat continuous improvement.

Untuk itu, Perguruan Tinggi (PT) harus menetapkan target sebagai center of excellence, agar tercipta semacam pusat keunggulan dan identitas perguruan tinggi sebagai organisasi jasa yang berbasis keilmuan. Pusat keunggulan yang dimaksud adalah inkubator dalam menghasilkan produk, serta lulusan sehingga menjadi identitas dan karakteristik perguruan tinggi dalam kompetisi global.

Oleh karena itu, dengan adanya tantangan yang semakin besar dalam mengaktualisasikan fungsi-fungsi strategis pendidikan tinggi, Supriyoko (2001) mengusulkan beberapa kebijakan yang ditempuh, sebagai berikut:

Perguruan tinggi di Indonesia harus dikelola secara bisnis dengan mengaplikasikan manajemen yang profesional. Otonomi perguruan tinggi kita harus dijalankan secara konkret dan proporsional. Sistem evaluasi dan akreditasi harus dikembangkan ke arah yang lebih objektif dan transparan.

Proses belajar mengajar atau sistem perkuliahan di perguruan tinggi hendaknya disampaikan dengan memakai Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional.
Pimpinan perguruan tinggi harus selektif terhadap kualifikasi para dosennya. Hanya mereka yang berkualifikasi master, magister, dan doktor yang berhak mengajar pada perguruan tinggi.

Center of Excellence juga mengisyaratkan bahwa perguruan tinggi sebagai pusat peradaban. Oleh karena itu, IKIP PGRI Pontianak sudah selayaknya menjawab tantangan dengan berevolusi menjadi perguruan tinggi yang memiliki pusat keunggulan di bidang pendidikan.

Di Indonesia, Center of Excellence juga diadaptasi oleh berbagai institusi pendidikan tinggi umum. Misalnya, Ilmu Kedokteran identik dengan Universitas Airlangga, Ilmu Budaya melekat pada UGM, Ilmu Sosial dan Ekonomi terkait dengan UI, Ilmu Teknologi terkait dengan ITB, Ilmu Pendidikan UPI Bandung, dan sebagainya. Di dunia pendidikan tinggi, center of excellence ternyata memang terkait dengan sejarah perguruan tinggi tersebut dan banyaknya ahli yang memiliki kompetensi yang relevan dengan keunggulannya.

Pandangan kesejarahan dalam era sekarang ini ternyata sudah tidak relevan lagi sebab banyak faktor lain yang mengharuskan institusi mengejar keunggulan yang memang dicita-citakan. Kemudian muncul paradigma kedua, yang beranggapan bahwa keunggulan secara sosiologis dapat dilakukan oleh perguruan tinggi mana saja asalkan sesuai dengan kapasitas dan usaha maksimal.

Oleh karena itu, dewasa ini sudah terdapat variasi-variasi keunggulan inovasi di berbagai tempat. Hal ini tentu saja terkait dengan usaha-usaha yang dilakukan oleh masing-masing perguruan tinggi. Studi yang dilakukan oleh UNESCO, sebagaimana dikutip oleh Tilaar (1999), mengemukakan unsur-unsur yang perlu mendapatkan perhatian dalam meningkatkan mutu pendidikan tinggi, serta mempersiapkan pusat keunggulan, yaitu sebagai berikut.
Kaderisasi tenaga dan pimpinan perguruan tinggi.

Bagaimana mengolah sumber-sumber daya yang ada di dalam suatu perguruan tinggi. Administrasi sebagai unsur yang biasanya dianaktirikan hendaknya diubah karena administration dalam arti to serve akan menentukan berhasil tidaknya misi suatu perguruan tinggi.

Kelembagaan, bahwa pendidikan tinggi merupakan lembaga sosial yang unik, yang mengawinkan manajerial dengan kemampuan akademik. Sejatinya perguruan tinggi memang harus menjadikan dirinya sebagai center of excellence. Hal ini tentu saja terkait dengan keharusan perguruan tinggi untuk mengembangkan dirinya sebagai pusat keunggulan akademik yang memang dibutuhkan di era sekarang.

Hanya saja, banyak perguruan tinggi yang belum berbenah, misalnya melakukan pemetaan dan riset pengembangan secara maksimal tentang apa yang sesungguhnya dapat dijadikan sebagai center of excellence perguruan tinggi dalam era sekarang. Pemetaan tersebut terkait dengan kebutuhan masyarakat.

Baca Juga: Perguruan Tinggi Dayak

Dalam kompetisi yang semakin pesat, setiap perguruan tinggi harus memiliki pusat keunggulan sebagai brand dan identitas yang menjadi kekuatan dalam persaingan. Kita tahu bahwa institusi pendidikan tinggi memang memanggul lima tugas kependidikan. Ada jasa kurikuler, jasa nonkurikuler, jasa penelitian, jasa pengabdian masyarakat, dan jasa administrasi. Jasa administrasi, misalnya terkait dengan pelayanan.

Oleh karena itu, sekarang sudah saatnya pelayanan pun harus terukur melalui standar pelayanan yang memadai. Untuk itu, pelayanan yang berbasis ISO 9000, misalnya menjadi penting untuk diraih dan diperoleh. Bahkan misalnya, beberapa perguruan tinggi sudah mencantumkan standar internasional tersebut di dalam surat-menyurat. Bahkan juga peringkat internasional lainnya, seperti peringkat Webometrics dan peringkat perguruan tinggi unggulan, baik di tingkat nasional maupun internasional.

Dalam era kompetisi perguruan tinggi yang mengedepankan inovasi tingkat tinggi, diperlukan kerja keras dan kerja cerdas, termasuk melakukan berbagai pengembangan institusi, pengembangan kualitas proses belajar mengajar, pengembangan kapasitas dosen, mahasiswa, dan sebagainya.

Usaha ini, sudahlah tentu dilakukan di dalam kerangka untuk menjadi bagian dari center of excellence yang memang diniscayakan.

***

Penulis adalah kandidat Doktor, dosen IKIP PGRI  Pontianak.