Politik

Tiga Nama Ini Pemegang Tiket Otomatis Capres 2024

Minggu, 23 Agustus 2020, 20:10 WIB
Dibaca 554
Tiga Nama Ini Pemegang Tiket Otomatis Capres 2024
Kolase pribadi

Dodi Mawardi

Penulis senior

Baru 2020. Buat apa menerka siapa yang akan jadi presiden pada 2024 nanti? Eits jangan salah. Waktu empat tahun itu sebentar. Kita harus bersiap-siap. Apalagi pada pemilu mendatang, presiden petahana Joko Widodo, sudah tak boleh lagi ikut serta. Dia harus menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada ‘wajah’ baru. Pasti lebih menarik.

 

Siapa sajakah tokoh masa depan itu, yang layak memimpin Indonesia untuk periode 2024-2029?

Nama-nama mereka yang muncul sebagai calon presiden 2024 sudah diketahui publik. Beberapa lembaga survey sudah nyolong start menampilkan hasil survey mereka. Misal Indonesia Research & Consulting bulan Juni lalu merilis nama-nama Capres 2024. Hasilnya secara berurutan adalah Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, Anies Baswedan, Sandiaga Uno, Agus H. Yudhoyono, Tri Rismaharini, Erick Tohir, Mahfud M.D., Puan Maharani, dan Susi Pudjiastuti. Ada 11 nama yang muncul.

 

Memang nama-nama itulah yang selalu disebut dalam sejumlah hasil survey lembaga lainnya. Nama lama dan wajah baru. Tua dan muda. Pria dan wanita. Berpengalaman dan sebaliknya. Meski muncul juga nama-nama di luar itu, seperti Khofifah Indar Parawansa, Nurdin Abdullah, dan Tito Karnavian atau Gatot Nurmantyo. Biasanya, nama mantan panglima TNI atau KASAD, akan muncul dalam survey menjelang pemilu nanti. 

 

Terima kasih kepada lembaga survey, yang sejak jauh-jauh hari sudah menjaring nama-nama calon presiden 2024. Paling tidak, kita sudah tahu siapa saja yang mungkin muncul dalam persaingan keras pemilu mendatang. Soal urutan siapa yang paling kuat versi survey, tentu saja tidak perlu dipercaya, karena pendapat publik selalu berubah-ubah sesuai situasi dan kondisi.

 

Saya mencoba mengutak-atik siapa calon terkuat dengan dasar perhitungan:

1.      Kekuatan dukungan partai politik.

2.      Kekuatan dukungan finansial.

3.      Kekuatan tak terlihat/tak terduga.

 

Minimal tiga faktor itulah yang akan berpengaruh besar terhadap peluang seorang tokoh menjadi presiden. Berkaca pada pengalaman Pemilu 2004, 2009, 2014, dan 2019 lalu. Sistem demokrasi kita memang menjalankan pemilu langsung. Presiden dipilih oleh rakyat. Akan tetapi pada prosesnya, partai politiklah yang menentukan.

 

Parpol adalah kekuatan pertama dan utama dalam sistem demokrasi Indonesia. Tanpa dukungan parpol, tak ada seorang pun yang bisa menjadi presiden. Percayalah... Apalagi, aturan-aturan terkait pemilihan presiden pun diciptakan oleh orang-orang parpol, sesuai dengan kepentingannya.

 

Itulah sebabnya, modal parpol adalah yang utama. Percuma sang tokoh didukung rakyat, didukung survey, dan didukung siapapun, jika tak didukung oleh parpol. Lalu, siapakah tokoh-tokoh yang disebut dalam survey itu yang punya modal besar parpol? Pendek kata, parpol sudah mereka genggam. Yang lain perlu berdarah-darah dulu...

 

Hanya tiga nama!

1.      Prabowo Subianto

2.      Puan Maharani

3.      Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)

 

Prabowo adalah Ketua Umum Partai Gerindra, dan kemungkinan besar akan tetap diusung partainya. Usianya pada 2024, ‘baru’ 73-74 tahun. Puan adalah putri kesayangan Ketua Umum PDIP, calon penerus ketum. AHY baru saja menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, yang bersiap-siap meneruskan kesukesan ayahandanya sebagai presiden.

 

Jadi, pesan menarik buat Ganjar Pranowo, Tri Rismaharini, atau siapa pun tokoh PDIP, yang namanya terjaring survey. Bersiap-siaplah bertempur habis-habisan di partai sendiri. Kecuali muncul tokoh selevel Jokowi, yang pada 2005-2010 menyedot perhatian publik karena berhasil memimpin Solo dengan ciri khasnya.

 

Jika tidak, maka harus siap bersaing dengan Puan Maharani, sang putri mahkota PDIP yang sudah sejak jauh hari di’make-up’ agar mampu menjadi pemimpin Indonesia.

 

Pun demikian buat Sandiaga Uno, Anies Baswedan, atau siapapun yang maju melalui kendaraan Partai Gerindra. Prabowo masih terlalu kuat. Gerindra pasti akan menjadikannya kembali sebagai calon presiden mendatang. Pengalamannya kini bertambah karena sudah masuk dalam pemerintahan. Dia pasti belajar lebih banyak.

 

Nama AHY masih sayup-sayup. Dalam beberapa survey pun, namanya hanya masuk dalam 10 besar. Belum pernah meroket ke lima besar calon paling potensial. Namun percayalah, namanya akan terus naik karena dialah tokoh masa depan Demokrat, setelah ‘turunnya’ SBY. AHY-lah jualan utama Demokrat.

 

Dan AHY, pasti menggunakan Demokrat untuk melenggang ke istana, lalu menarik minat parpol lain untuk mendukungnya. Pesan khusus buat siapapun, pikir dua kali jika mau berjuang ke kursi presiden melalui Demokrat.

 

Mereka yang ingin dan ngebet maju sebagai presiden 2024 sebaiknya menghindari ketiga parpol tersebut. Realistis saja.

Golkar, salah satu partai terbesar, sampai saat ini masih kesulitan mendapatkan tokoh besarnya sendiri sejak bergulirnya Era Reformasi. Jusuf Kalla sejauh ini adalah yang paling kuat, namun hanya mampu meraih kursi wakil presiden. Tokoh masa kini yang bisa diusung Golkar adalah ketua umumnya, Erlangga Hartanto. Atau Ketua MPR Bambang Susatyo. Sayang sekali, kedua nama ini tidak populer di mata publik. Bahkan di mata saya pun, keduanya punya peluang sangat kecil menjadi presiden.

 

Biasanya, setelah gagal mengusung jagoannya sendiri, Golkar akan langsung secara terbuka mendukung capres dari parpol lain. Hal yang selalu mereka lakukan pada pemilu sebelumnya. Tampaknya, pada 2024 nanti pun, Golkar akan melakukannya lagi. Berdasarkan catatan pemilu sebelumnya pula, parpol lain tak mampu menghasilkan capresnya sendiri.

 

Akan menjadi sangat menarik, jika ketiga nama penggenggam otomatis tiket capres itu, berkoalisi. Prabowo–Puan, Prabowo–AHY, atau Puan–AHY. Tinggal ditukar tempat saja siapa yang jadi capres dan cawapresnya. Koalisi ketiga tokoh ini pasti akan menarik perhatian parpol lainnya. Atau kalau parpol lain kelak punya jagoan, tak boleh meninggalkan salah satu dari ketiga nama itu.

 

Faktor kekuatan lainnya, yaitu finansial juga dimiliki oleh ketiga nama tersebut. Puan, sudah pasti yang terkuat karena PDI P berkuasa dalam dua periode ini. Pastilah gundukan modal sudah mereka miliki. Dan ingat, masih ada tiga tahun untuk menambah gundukan modal itu. Lalu Prabowo, dengan masuknya ke pemerintahan tentu saja dari segi finansial akan sangat menguntungkan. Sudah bukan rahasia, parpol masuk ke pemerintah pasti dapat berkah finansial.

 

Di antara ketiga nama tersebut, mungkin hanya AHY yang relatif dianggap tak bermodal, karena Demokrat berada di luar pemerintahan. Tapi jangan salah duga, selama 10 tahun sebelumnya mereka adalah parpol penguasa. Masak sih tak ada tabungan modal? Dan Demokrat masih merupakan parpol besar, apalagi setelah AHY menjadi ketua umum. Daya tariknya meningkat. Daya tarik modal pun secara otomatis akan meningkat.

 

Kesimpulannya, tak ada masalah dengan faktor finansial buat ketiga calon terkuat itu. Nama lain yang muncul di survey dengan modal finansial memadai adalah Erick Tohir dan Sandiaga Uno. Jika keduanya maju pada pilpres periode mendatang, mereka akan menonjol karena faktor finansial ini. Siapa yang tak tertarik menggandeng Erick atau Sandi, jika urusan logistik terpenuhi?

 

Faktor terakhir adalah kekuatan tak terduga. Hal yang terjadi pada Pilpres 2019. Siapa menyangka jika Ma’ruf Amin menjadi pendamping Jokowi? Tak banyak yang yakin Jokowi hadir sebagai calon terkuat pada Pilpres 2014? Meski kita sudah mereka reka rencana dan prediksi, tak boleh mengabaikan faktor kekuatan tak terduga ini.

 

Kunci politik adalah komunikasi. Komunikasi setiap calon; apakah menguatkan atau melemahkan. Komunikasi antar calon; apakah saling menguatkan atau malah saling melemahkan.

 

Siapa pun yang nanti muncul dan menjadi presiden, sebagai anak bangsa yang cinta tanah airnya, kita berharap yang terbaik untuk Indonesia!