Politik

Presiden Majelis Adat Dayak Nasional ke-3 |Siapa Gerangan?

Rabu, 16 Juni 2021, 00:35 WIB
Dibaca 6.524
Presiden Majelis Adat Dayak Nasional ke-3 |Siapa Gerangan?
Jika giliran Kaltim, maka ini jagonya.

Musyawarah Nasional (Munas) V Majelis Adat Dayak Nasional (MADN), jika tak ada aral melintang, diadakan pada 18-20 Juni 2021. Kali ini, agenda Munas amat sangat penting.

Hotel Menara Peninsula, Jl. Letjen S. Parman di Slipi (seberang Slipi Jaya), Jakarta akan jadi saksi. Siapa gerangan Presiden MADN, alias Presiden Dayak, ke-3. Setelah, urut kacang presiden sebelumnya dari Dr. Teras Narang (presiden ke-1) dan Drs. Cornelis, S.H., M.H. (presiden ke-2).

Sebagai catatan awal, jika mau benar-benar taat-sejarah, maka yang dipilih pada Munas V ini Presiden Dayak / MADN ke-5. Yang urut kacangnya sbb:

1. Barnabas Sebilang
2. Kol. Inf. Michael Andjioe (Bupati Sanggau, 1998–2003)
3. Teras Narang
4. Cornelis
5. ?

Dalam undangan Munas V, ditentukan kriteria peserta dan peninjau. Peserta harus "...membawa Surat Mandat". Tanpanya, tak bisa serta. Selama Munas, tiap peserta diwajibkan mengenakan pakaian adat Dayak.

Dalam Surat Undangan yang (hanya) ditandatangani dan dicap Presiden MADN, Drs. Cornelis, M.H, itu, ditegaskan bahwa acara ini bersifat: Penting.

Sibaklah kamus Bahasa Indonesia. Pada pengertian pertama, "presiden", tertulis demikian, "Kepala (lembaga, perusahaan, dan sebagainya)." Di Malaysia, "presiden" biasa digunakan. Di negeri kita, pernah ada satu partai menyebut ketuanya "presiden". Jika Dayak punya presiden, dalam sense yang kita maksud, sah sah saja.Untuk orang luar, dan yang baru tahu, mudah memahaminya. Selain, tentu saja, punya: kebangaan tersendiri.

Orang Dayak punya Presiden sendiri. Mengapa tidak?

Sudahlah tentu. Bukan dalam ranah politik praktis. Lebih kepada organisasi-sosial. Sebab, sejak dahulu kala, perkampungan dan rumah panjang orang Dayak telah mengenal tata serta tertib etika pengelolaannya.

Di kalangan Iban, dikenal: tuai rumah. Kepala adat di antara Dayak lain. Temenggung. Ada juga yang menyebutnya demang. Atau kepala suku/ klan. Ketua dari suatu komunitas, biasanya yang terbaik. Baik dari sisi kekuatan, pengetahuan, maupun keterampilan lain. Itu konsep pemimpin di kalangan Dayak.

Pedukuhan, dusun dan desa bukanlah konsep pemerintahan Dayak. Melainkan diimpor dari luar. Semua praktik tata kelola rumah panjang orang Dayak, mengacu ke konsep ketua, orang yang dituakan, primus inter omnes, atau: Presiden.

Sibaklah kamus Bahasa Indonesia. Pada pengertian pertama, "presiden", tertulis demikian, "Kepala (lembaga, perusahaan, dan sebagainya)."

Presiden adalah juga bermakna: ketua, orang yang pertama, pemimpin, seseorang yang berfungsi sebagai kepala suatu kaum/ komunitas, dari kata Latin: praesidēns. Pas dengan konsep orang Dayak tentang pemimpin. Jadi, ranahnya pada organisasi sosial kemasyarakatan. Sehingga pas ada dalam ranah: organisasi, lebih tepatnya: Budaya. Karena di dalam budaya, ada nuansa politik juga.

Bagi saya, Isran Noor ini fenomenal. Saya telah mengendus di medos, bahwa ada sebagian yang menginginkan Presiden MADN harus "asli", tidak KW-2, apalagi 3. Kiranya, Deklarasi Bengkayang 2017 penting dicamkan: Siapa pun yang menitis darah Dayak, adalah Dayak. Maka "asli" dan KW ini akan jadi isu yang meramaikan Munas V MADN. Di MADN sendiri, ada politik.

Musyawarah Nasional IV Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) yang dihelat pada 18-19 September 2015 mengantar Cornelis terpilih secara aklamasi menjadi Presiden, kemudian Yakobus Kumis sebagai Sekjen MADN. Kini sebenarnya jabatan Presiden itu demisioner. Siapa calon kuat Presiden MADN berikut?

Agaknya, orang Dayak tidak ingin tanggung-tanggung memberi nama pemimpin besar mereka: "Presiden", bukan ketua, apalagi kepala. Sama dalam makna, beda dalam citarasa!

Dengan "Presiden", terasa lebih berkarisma, punya daya, greget yang jauh lebih berkuasa. Di kompeni predikat itu biasa. Di politik lebih lazim lagi. Namun, di organisasi, kadang orang malu malu tapi mau. Ini orang Dayak tidak malu dan sungguh mau pemimpin besar mereka disapa: Presiden.

Idenya sederhana. Minimal, orang Dayak punya presiden sendiri. Bukan dalam makna realitas politik. Melainkan terkait kebanggan, kejiwaan, serta harga-diri. Orang Dayak terkenal dengan harga diri ini. Mereka punya prinsip, "Lebih baik berputih tulang daripada berputih mata".

Suatu ketika, di Jakarta. Presiden MADN, Cornelis, berkisah kepada saya. Ia pernah berkata di depan para pejabat pusat demikian. "Saya ini camat, pernah. Bupati, pernah, 2 periode. Gubernur, pernah 2 periode. Presiden juga pernah, meski Presiden Dayak".

Dalam bincang sersan itu, terpendam kebangaan. Orang menaruh respek padanya. Karena langsung di dalam benak muncul bahwa Sang Presiden, punya jutaan pengikut. "Tidak main-main itu!" cetus Cornelis.

Atas kelakar Cornelis, separuh serius itu, saya jadi "lancang". Sekaligus bangga menyingkat Presiden MADN dengan hanya "Presiden Dayak".

Orang berdecak. Dalam batin, "Boleh juga orang Dayak!"

Namun, sejak bila orang Dayak punya Presiden?

Sejarah mencatat bahwa Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) didirikan di Palangka Raya, Kalimantan Tengah tahun 2008. Saat ini, Majelis Adat Dayak Nasional dipimpin oleh Drs. Cornelis, M.H. (anggota DPR-RI). Sebelumnya, Agustin Teras Narang. Embrio MADN muncul dari seorang tokoh Dayak, Barnabas Sebilang.  Pada 15 Mei 2001 telah menghadap notaris Yuni Astuti, S.H., di Balikpapan, Bapak DR. Barnabas Sebilang, dkk. Mereka mendirikan perkumpulan "Dewan Adat Dayak Kalimantan" berkedudukan di Balikpapan.Inilah cikal bakal MADN, hikayat dan sejarah orang Dayak punya Presiden.

Sebenarnya, “presiden” sama saja maknanya dengan pemimpin. Secara etimologis, berasal dari kata Latin: prae (di depan/sebelum ) dan sedere (menduduki). Istilah ini adalah suatu nama jabatan yang digunakan untuk pimpinan suatu organisasi, perusahaan, perguruan tinggi; bukan hanya disandangkan kepada pemangku jabatan politis yang memegang kekuasaan eksekutif suatu negara.

Dipilih nama demikian, karena selain terasa lebih keren, juga sarat nuansa politis. Selama ini, belum seorang pun presiden RI dari luar Jawa; maka dengan istilah “presiden”, setidaknya orang Dayak punya presidennya sendiri. Ada kebanggaan!

Meski demikian, MADN bukan lembaga politik. Ia badan koordinasi, sinkronisasi, komunikasi, pelayanan, pengkajian, wadah menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan semua tingkat Lembaga Adat Dayak. Demikian seperti tertera dalam Anggaran Dasar.

Nah, jika dead-lock, antara calon Kaltim --yang mendapat giliran Presiden MADN-- Billa menjadi alternatif. Dia jangkar. Kartu Joker tadi. Kemungkinan ini harus diantisipasi!

Presiden orang Dayak unik. Dalam catatan sejarahnya, tiap-tiap klan punya raja, atau pemimpin masing-masing. Oleh sebab itu, persaingan (saling kayau), siapa terkuat dan siapa hebat, tertanam kuat di kalangan suku bangsa Dayak. Jika ada 1.000 orang Dayak, maka 999 adalah pemimpin dan 1 pengikut (rakyat).

Tapi dalam hal organisasi modern, orang Dayak juga semakin bijak dan cerdas. Untuk kemajuan dan kemuliaan serta kehormatan suku bangsa Dayak, mereka rela punya hanya satu pemimpin besar. Yakni Presiden Dayak.

"Sebelumnya, telah ada preseden. Bahwa gubernur aktif sekaligus dibaiat menjadi Presiden MADN, yakni Teras Narang dan Cornelis. Sebaiknya preseden itu diikuti juga. MADN akan lebih punya greget, lagi pula aksesnya ke atas dan ke bawah otomatis akan mudah dibangun," begitu seperti catatan Sekjen MADN, Drs. Yakobus Kumis, M.H.

Preseden pula, Sekretaris Jenderal (Sekjen) MADN dari provinsi asal Presiden. Orang dekat, dan dapat bekerja sama dengan Presiden.

Untuk mengetahui elektabilitas Calon Presiden MADN setelah Cornelis, saya menyebar 100 kuesioner ke berbagai lapisan masyarakat Dayak. Mulai dari akademisi, praktisi politik, pegamat sosial budaya, hingga masyarakat biasa.

Dari isian kuesioner di mana responden cukup "centang" saja siapa Presiden MADN pilihannya itu, saya membuat analisis. Hasil kuesioner mengerucutkan nama yang berikut ini sebagai kandidat kuat Presiden MADN yang berikutnya. 

1. Dr. Yansen TP, M.Si. (Wakil Gubernur Kaltara)
2. FX Yapan, S.H. (bupati Kutai Barat).
3. Lasarus, M.Si. (Ketua Komisi V DPR/RI), politisian.
4. Dr. Adrianus Asia Sidot, anggota DPR-RI
5. Drs. Yakobus Kumis, M.H., Sekjek MADN.
6. Agustiar Sabran, M.Kom., anggota DPR-RI, ketua DAD Kalteng.
7. Sugianto Sabran, Gubernur Kalteng.

8. Dr. Marthin Billa, politisian, anggota DPD RI dari Kaltara.

9.  Zainal Arifin (Ketua DAD Provinsi Kaltim).

10. Dr. Juhardi (DAD Kaltim).

11. Alue Dohong, Ph.D. (Wamen LHK).

12. Willy Yosep, anggota DPR RI, Ketum ICDN.

13. Dr. Ir. H. Isran Noor, M.Si. (Gubernur Kalimantan Timur).

Sebelum menimbang-nimbang mana sosok paling pas memimpin suku bangsa Dayak yang terdiri atas 405 subsuku dan 7 stammenras (rumpun besar) dengan populasi sedunia sirka 7 juta itu, ada baiknya mengingat kembali noktah sejarah yang berikut ini.

Pada Musyawarah Nasional IV Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) yang dihelat pada 18-19 September 2015, seluruh mata tertuju pada musyawarah akbar orang Dayak yang diadakan di Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Siapa kira-kira yang pantas, berkapasitas, dan pas memimpin Dayak pada saat itu? Tidak ada keraguan sama sekali. Ketika itu, Gubernur Kalbar, Drs. Cornelis, M.H. tengah bersinar. Di Kalbar, ia dianggap Oevang Oeray baru. Agitasinya luar biasa. Keberaniannya melampaui setiap orang. Ia pemimpin yang pas untuk situasi kondisi oprang Dayak dan masyarakat bangsa-dunia saat itu dan lima tahun ke muka.

Oleh karena Presiden MADN periode sebelumnya, yang juga Gubernur Kalimantan Tengah, Teras Narang, sudah habis masa baktinya, maka akan dipilh presiden baru. Pemangku jabatan politis memang bukan merupakan syarat, akan tetapi sebuah organisasi akan lancar manakala  presidennya sekaligus pemegang jabatan eksekutif. Banyak urusan bisa dilancarkan.

Sebelum Munas dihelat, tentu saja, bursa calon presiden menjadi taruhan. Banyak yang menginginkannya. Biasanya, tiap-tiap daerah "mengelus" jago masing-masing. Jalan menuju pemuncak organisasi prestisius itu, tidak mulus. Lenggang tentu tidak lempang. Untuk itu, diperlukan lobi di sana sini.

Mengingat kini giliran Kaltim dan Kaltara, peluangnya besar. Lagi pula, IKN di sini. Tinggal lobi di internal Munas V: Yapan ataukah Isran for Presiden MADN. Lalu aklamasi!

Dalam hal organisasi modern, orang Dayak juga semakin bijak dan cerdas. Untuk kemajuan dan kemuliaan serta kehormatan suku bangsa Dayak, mereka rela punya hanya satu pemimpin besar. Yakni Presiden Dayak.
Beberapa hal  berikut ini patut dipertimbangkan.

1. Presiden MADN bergilir dari provinsi ke provisi. Sehingga calon dari provinsi yang sudah pernah (Kalteng dan Kalbar), tipis kemungkinannya terpilih kembali. Kesepakatan "Presiden MADN bergilir provinsi" ini tetap berlaku. Orang Dayak pantang melanggar sumpah. Kalsel pernah diberi kesempatan, namun dalam sejarahnya, menyatakan: belum siap. Mungkin jawaban ini, saat ini, masih sama. Maka kemungkinan terbesar calon Presiden MADN dari Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur.

2. Gubernur/ jabatan politis dan strategis diutamakan. Melihat kandidat kuat, mengacu ke Gubernur tadi, maka Yansen TP berpotensi. Posisi "Gubernur" tetap melekat padanya, meski Wakil, tapi tetap ada Gubernurnya. Strategis yang lain, pria tinggi besar ini adalah Ketua Persatuan Dayak Lundayeh (PDL) yang meliputi warga Lundayeh Idi Lunbawang di Brunei dan Malaysia yang diperkirakan populasinya sekitar 300.000. Mobilitasnya tinggi. Seorang yang energik dan punya visi. Karismanya ada. Tidak kalah kalah dibanding Presiden Dayak yang sekarang, Drs. Cornelis, M.H . Yansen juga saat ini satu-satunya orang Dayak yang memegang posisi sebagai Wakil Ketua Umum sebuah partai di Indonesia.

Nah, dalam konsiderans ke-2 ini, selain Yansen TP, maka Isran Noor amat sangat berpeluang. Asalkan keDAYAKannya bisa dibuktikan, dan tidak digosok, sebagai isu. Ia Gubernur aktif Kalimantan Timur. Berembus kuat nuansa, kaum tua, intelektual, dan kekuatan di luar manusia berpihak padanya.

3. Isu pemindahan ibunegara RI salah satu pertimbangan juga. Meski isu ini tenggelam ditelan isu pandemi. Sehingga calon dari Kaltim dan Kaltara yang juga secara geografis berdekatan, menjadi pertimbangan.

4. Relasi, pengalaman, serta ketokohan serta KADAR KEDAYAKAN calon Presiden. Ada sosok tertentu, yang dirasa kuat kadar kedayakannya dibanding yang lain.

5. Di luar itu pula, ada pernik dan dinamika sebelum Munas. Saya sempat mencatat dua calon yang digadang-gadang sowan ke Istana. Dalam pada itu, anak-anak muda (terutama Gerdayak) di Kaltim menginginkan jagonya, F.X. Yapan, terpilih dan menjadi Presiden MADN ke-3. Mengingat kini giliran Kaltim dan Kaltara, peluangnya besar.

6. Dr. Marthin Billa banyak pendukung juga. Terutama dari asalnya (Bulungan, sebelum dimekarkan). Sebagai pemuka puak Kenyah di Apau Kayan, ia tak lekang dari Kalimantan Timur. Dengan sedikit catatan: beliau ini wakil Kalimantan Utara, saat ini. Anggota DPD dari provinsi termuda. Sebelumnya, bupati Malinau. Jakarta condong melabuhkan dukungan ke penulis buku Kekayaan & Kearifan Budaya Dayak ini.

Billa adalah irisan Kaltara dan Kaltim. Ia lahir dari sejarah Kaltim, tembunik maupun darah tumpahnya dari sini, ketika Kaltara belum dimekarkan.

Billa bisa jadi jangkar, atau Joker dalam main remi. Ia bisa di mana-mana, tapi tidak ke mana-mana. Dayaknya kental.

Nah, jika dead-lock, antara calon Kaltim --yang mendapat giliran Presiden MADN-- Billa menjadi alternatif. Dia jangkar. Kartu Joker tadi. Kemungkinan ini harus diantisipasi!

7. Dr. Ir. H. Isran Noor, M.Si., Gubernur Kalimantan Timur sebenarnya potensial dilihat dari preseden 2 Presiden MADN yang ketika terpilih adalah Gubernur aktif. Namun, ada catatan: Ada yang meragukan "keaslian" Dayaknya. Katanya, "Dulu-dulu, gak pernah kita tahu beliau ini Dayak. Kini baru mengaku Dayak."

Dan sejauh informasi yang saya himpun selama berada di Samarinda, minggu lalu, ada sumber yang mengatakan bahwa beliau menitis darah Dayak Basap. Rumpun kecil Dayak yang dahulu kala, sebelum relokasi, tinggal di Teluk Sulaiman. Tahun 1990-an, perusahaan Timber merelokasi mereka ke Teluk Sumbang.

Sekadar untuk "tes wawasan keDAYAKan, kiranya perlu diketahui. Bahwa yang disebut "Dayak Basap", tidak pernah menyebut diri demikian. Itu sebutan orang luar. Mereka menamakan diri sebagai: Dayak Ahi atau Asi'i.  Mengacu ke asli, ke kehidupan menyatu dengan alam. Salah satu kemahirannya adalah membuat api yang tentu ada asapnya, sehingga disebut: Dayak Basap.

Bagi saya, Isran Noor ini fenomenal. Saya telah mengendus di medos, bahwa ada sebagian yang  menginginkan Presiden MADN harus "asli", tidak KW-2, apalagi KW-3. Kiranya, Deklarasi Bengkayang 2017 penting dicamkan: Siapa pun yang menitis darah Dayak, adalah Dayak. Maka "asli" dan KW ini akan jadi isu yang meramaikan Munas V MADN. Di internal MADN sendiri, ada politik. Kita lihat saja nanti, isu ini bisa digosok. Sedemikian rupa, sehingga menjadi pertimbangan mengenai: Dibawa ke mana suku-bangsa Dayak dengan populasi 7 , 6 juta hari ini?

Appendix-nya: Cukup musykil untuk menepis tidak ada interest pribadi maupun kelompok mengusung sang gubernur. Kemurnian posisi Presiden MADN untuk keDAYAKan akan diuji betul. Di sini Isran Noor bisa jadi kartu AS, sekaligus kartu mati.

8. Terakhir, tapi tidak kalah penting, adalah adagium ini: untuk membangun moral, diperlukan modal. Siapa yang dianggap kuat potensinya di dalam upaya membangun moral ini, peluang terpilihnya juga besar.

Senarai nama calon Presiden MADN yang berikutnya, setelah Cornelis, bukan harga-mati. Ia bisa berdinamika dalam Munas. Di internal MADN sendiri, terjadi politik. Bahkan bisa jadi, muncul nama di luar 13 kandidat kita itu nanti.

Namun, minimal dengan hasil survei, kita mafhum. Dan bisa mulai membaca peta.

Sebagai penutup, sedikit penerawangan, setelah mengamati fenomena pra-Munas yang mulai panas. Jika forum sepakat Presiden MADN ke-3 giliran Kaltim, maka Yapan dan Isran akan bersaing ketat.

Sekadar memetakan dukungan, sekaligus kekuatan keduanya.

Yapan digadang dan didukung kalangan milenial, terutama Gerdayak di Kaltim. Sebagai gerakan anak muda, jangan pernah diremehkan kekuatan mereka ini. Sebab ikut Munas sebagai peserta dan punya hak suara memilih. Mereka menggunakan kekuatan media (sosial) untuk mempengaruhi publik. Bisa jadi, di arena Munas, pressure mereka ini makin kuat mempengaruhi.

 Isran Noor didukung kalangan tua, politisian Dayak, intelektual serta disangga oleh kalangan penguasa dan pengusaha. Punya kekuatan modal dan pengalaman.

Siapa di antara keduanya yang menang?

Kita tunggu jawabannya, di akhir Munas.

Tags : politik