Politik

Beringin Rontok, Demokrat Pun Harus Waspada

Selasa, 23 Februari 2021, 09:15 WIB
Dibaca 969
Beringin Rontok, Demokrat Pun Harus Waspada
Survei Litbang Kompas 2021 (Foto: Dok. Litbang Kompas)

Pepih Nugraha

Penulis senior

Jika Anda meyakini hasil survei Litbang Kompas terbaru yang dirilis 22 Februari 2021, maka akan terlihat hasil yang sangat mengejutkan, yaitu terpuruknya elektabilitas Partai Golkar yang berada di bawah ambang batas 4 persen sesuai ketentuan. Partai yang sangat berpengalaman dan selalu berjaya pasca Pemilu 1955 ini terpuruk di angka 3,4 persen dari pencapaian Pemilu 2019 yang 12,31 persen.

Berita mengejutkan bagi pecinta literasi politik, tetapi sekaligus mengecawakan bagi kader yang bernaung di bawah pohon beringin ini. Selain Partai Golkar, Partai Nasional Demokrat (Nasdem) juga mengalami "nasib" serupa, yaitu terpuruk di angka elektabilitas yang lebih "menyedihkan" lagi, yaitu 1,7 persen, sementara hasil pemilu sebelumnya 9,05 persen.

Anda boleh skeptis atas hasil riset ini, mengingat angka golput dari survei itu juga sangat tinggi, yakni hampir 50 persen. Apalagi pencapaian Partai Golkar di bawah 4 persen dan kalau itu benar-benar terjadi di tahun 2024, maka pada Pemilu 2029 berikutnya partai yang didirikan semasa Orde Baru berkuasa ini tidak boleh ikut serta. Keterpurukan Nasdem yang didirikan Surya Paloh bukan kejutan jika dibanding "saudara tua"-nya, Partai Golkar yang legendaris itu.

Partai Demokrat yang didirikan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masih bisa lolos ketentuan ambang batas 4 persen karena pencapaiannya 4,6 persen. Meski demikian, elektabilitas partai yang kini dipimpin Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) itu merosot sekitar 40 persen dari elektabilias 7,7 persen pada pemilu sebelumnya. Mersotnya suara akan berpengaruh terhadap kepemilikan kursi di DPR, mengingat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 menentukan ambang batas parlemen sebesar 4 persen itu tadi.

Ambang batas parlemen atau parliamentary threshold merupakan ambang batas perolehan suara minimal partai politik dalam pemilihan umum untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi di DPR dan DPRD. Ketentuan ambang batas pertama kali diterapkan pada Pemilu 2009.

Di sini ambang batas dimaknakan sebagai persyaratan minimal dukungan yang harus diperoleh partai politik untuk mendapatkan perwakilan, dilihat dari prosentase perolehan suara di pemilu.

Ambang batas pernah mengalami beberapa kali perubahan, misalnya pada Pasal 202 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 ditetapkan sebesar 2,5 persen dari jumlah suara sah secara nasional dan hanya diterapkan dalam penentuan perolehan kursi DPR (tidak berlaku untuk DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota). Ketentuan ini diterapkan pada Pemilu 2009.

Berikutnya Undang-undang Nomor 8 Tahun Tahun 2012 mengamanatkan ambang batas parlemen ditetapkan 3,5 persen dan berlaku nasional untuk semua anggota DPR dan DPRD. Namun setelah digugat 14 partai politik, Mahkamah Konstitusi kemudian menetapkan ambang batas 3,5 persen tersebut hanya berlaku untuk DPR dan ditiadakan untuk DPRD. Ketentuan diterapkan sejak Pemilu 2014. Sedang untuk Pemilu 2024 menggunakan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017

PDIP Teratas

Kembali ke hasil survei terbaru Litbang Kompas -sebuah lembaga survei yang dikenal sangat independen dan terlepas dari bias kepentingan (karena membiayai survei secara mandiri)- terlihat hanya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang meraih elektabilitas lebih tinggi dari pemilu sebelumnya. Survey menunjukkan, PDIP meraih elektabilitas 19,7 persen, lebih tinggi dari perolehan suara pada pemilu sebelumnya yang 19,3 persen. 

Boleh dibilang, parpol yang masih diketuai Megawati Soekarnoputri ini tidak atau belum tergoyahkan, bahkan elektabilitasnya naik meski tidak terlalu signifikan. Meski tidak signifikan, mengingat hanya satu-satunya parpol yang elektablitasnya naik, ini memberi amunisi psikologis bagi parpol yang pernah diberangus penguasa Orde Baru ini dalam menghadapi Pemilu 2024.

Tiga parpol lainnya dalam survey itu, yaitu Gerindra, PKB dan PKS,  menunjukkan penurunan juga, namun elektabilitas tetap di atas 4 persen sehingga lolos ke Pemilu 2029.

Survey Pembanding

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, ini merupakan survey yang dilakukan Litbang Kompas, sebuah lembaga yang berada di bawah naungan Harian Kompas. Sebaiknya dilihat pula hasil survei LSI dan Voxpol, meski hasil survey keduanya dilakukan sebelum Litbang Kompas.

Khusus Partai Golkar, misaknya, LSI maupun Voxpol masing-masing memberi angka 10 persen dan 8,4 persen, yang berarti jauh di atas perkiraan Litbang Kompas. 

Namun sebagai "warning" (peringatan) serius tentu saja ditujukan kepada Partai Demokrat, di mana elektablitas hasil survey LSI (5,4 persen) dan Voxpol (5,1 persen) tidak jauh beda dengan survey Litbang Kompas.

Dengan ambang batasnya 4 persen, mengacu pada hasil LSI, Voxpol, dan Litbang Kompas memungkinkan Partai Demokrat lolos ke Pemilu 2029. Tetapi ada baiknya jika survey Litbang Kompas itu dijadikan masukan bagi pemangku kepentingan Demokrat mengingat elektabilitas yang "riskan", yang masih di sekitaran empat koma.

Jika sampai elektabilitas malah lebih kecil dari 4 persen, maka pada tahun 2029 di mana diperkirakan matangnya AHY dalam berpolitik dan menjadi calon presiden potensial, akan menjadi ganjalan serius. Apa jadinya jika hasil Pemilu 2024 nanti tidak memungkinkan Demokrat bisa ikut Pemilu 2029 yang praktis tidak bisa memajukan AHY sebagai calon presiden?

Masih ada waktu sekitar tiga tahun untuk berbenah.

***