Politik

Keadilan Distributif dan Hak Warga Negara

Rabu, 15 Juni 2022, 08:44 WIB
Dibaca 637
Keadilan Distributif dan Hak Warga Negara
Ilustrasi saja.

Gas rumah tangga.

Baiklah kita jadikan kemewahan ini contoh keadilan distributif dan hak warganegara.

Sejak zaman baheula. Orang kota memang mendapat berbagai macam fasilitas. Bukan saja fasilitas umum, melainkan juga fasilitas lainnya terutama yang berada di kompleks suatu perumahan yang cukup meyakinkan.

Pajak pribadi dan perusahaan bisa dinikmati kembali lagi kepada yang memberi pajak itu. Akan tetapi, yang disebut "keadilan distributif", masih harus diperjuangkan. Negara bagai Leviathan. Demikian filsuf Thomas Hobbes, memang bisa belum bergeser posisinya sejak term itu diperkenalkan.

Selain menikmati fasilitas yang tersedia berupa jalan-jalan yang hotmix di kompleks perumahan, orang yang bermukim di perkotaan pun mendapat fasilitas berupa mengalirnya gas rumah tangga ke setiap-tiap rumah. Kita tidak lagi menggunakan ketengan atau gas tabung yang 3 kilo atau belasan kilo atau puluhan kilo. Gasnya tak pernah habis.

Itulah manfaat salah satunya tinggal di perkotaan.

Menjadi pertanyaan: apakah yang disebut "keadilan distributif" itu adalah porsi yang sama kepada warga yang sama dalam keadaan yang berbeda?

Jika kita bicara mengenai hak dan kewajiban warga negara, dan itu menjadi pelajaran Civics ketika saya SD, itu nama  mata pelajarannya, dibedakan antara hak dan kewajiban.

Kewajiban berlaku untuk seluruh warga. Tanpa pandang bulu. Misalnya, dalam keadaan negara darurat perang maka tiap-tiap warga negara wajib bela negara menjadi sukarelawan. Itulah kewajiban. Semua warga wajib melakukan kewajibannya.

Berbeda dengan hak. Tiap-tiap orang berhak mendapat sesuatu atau pelayanan atau fasilitas dari negara. Akan tetapi, hak itu dapat diambil, dapat pula tidak diambil.

Hak memilih pada Pemilu, misalnya. Semua warganegara berhak. Namun, tidak semua menggunakan hak pilihnya. Faktanya, 30% warga tidak nyoblos.

Atau contoh lain.

Terkait dengan Raskin. Atau juga jaminan sosial, atau Bansos. Apabila itu adalah uang negara, maka semestinya tiap-tiap warga negara berhak mendapatkannya. Akan tetapi, ternyata tidak setiap warga negara menerimanya. Hanya diperuntukkan bagi yang memerlukannya saja. Bahkan kalau diberi pun yang merasa tidak memerlukannya, akan menampiknya. Ada "harga diri" di sana! Sebab akan ada cap dan pemilah-milahan: orang miskin/ tidak mampu dan sebaliknya.

Jadi, apakah "keadilan" adalah kondisi adanya kesamaan untuk semua warga yang berbeda-beda?

Atau keadilan adalah di mana terjadi satu keseimbangan? Equilibrium? (Dalam hal ini, saya teringat kuliah filsafat hukum dahulu kala, yang betul itu adalah ketertiban yang adil.)

Saya ingin membaca pemikiran. Sekaligus tanggapan teman-teman atas topik keadilan distributif dan keadilan sosial warga negara ini. 

Juga negara sebagai Leviathan seperti digambarkan Thomas Hobbes.

Apakah masih sama keadaannya?

Atau telah berubah di era milenial? Di mana transparansi dan demokrasi semakin membuat orang tidak bisa lagi semena-mena dan juga otoriter? Karena akan disoroti dunia, dikontrol LSM dan dibatasi gerak atas nama HAM, serta dihukum secara sosial?