Menantang Sila Kelima Pancasila
Ketika saya sedang duduk di depan teras sambil membaca berita tentang isu penundaan pilpres 2024. Tiba-tiba notifikasi hp saya berbunyi, saya pun membuka pesan WA yang ternyata berasal dari ibu saya. Dalam pesannya, ibu saya mengatakan bahwa paman saya dipanggil polisi karena diduga mencuri ikan miliki salah satu warga di kampung tempat ia tinggal. Dan di dalam pesan tersebut ibu saya juga mengatakan bahwa orang tersebut menginginkan paman saya supaya masuk penjara walaupun belum terbukti salah atau tidaknya.
Dari permasalahan yang menimpa paman saya, muncul didalam pikiran saya pertanyaan tentang negara kita tercinta. Apakah negara kita sudah sejahtera sehingga elite penguasa hanya memperhatikan bagaimana memperoleh kekuasaan saja? Atau mereka memang sengaja menutup mata terhadap kesejahteraan rakyatnya. Saya jadi bertanya-tanya apakah ini yang Namanya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia? Dan apakah semua permasalahan hanya dimenangkan oleh mereka yang punya segalanya?
Paman saya memang hanya orang miskin dan sederhana yang tidak memiliki Pendidikan yang memadai, bahkan SD pun tidak tamat. Namun hal itu tidak menutupinya dalam mendapat keadilan karena ia juga seorang warga negara Indonesia. Memang kalau soal keadilan negara ini tajam kebawah dan tumpul ke atas. Memang terkesan klise tetapi menggambarkan dengan sangat detail hukum di negara ini.
Bahkan kalau boleh saya umpamakan hukum di negara ini sama seperti “Macan yang kehilangan taringnya” atau mungkin memiliki taring tetapi tidak berdaya di depan mereka yang berkuasa. Memang terdengar kasar tetapi inilah suara dari orang yang merasakan permainan para elite penguasa. Mungkin suara saya juga mewakili suara orang-orang yang mengalami masalah yang sama namun tidak dapat bersuara seperti saya.
Dalam hal ini, saya juga melihat bahwa negara tercinta kita ini telah kehilangan jati dirinya yaitu “sikap kekeluargaan”. Pernyatan ini terbukti dari sikap main lapor dan hakim sendiri tanpa mau mendengarkan penjelasan orang lain karena menganggap dirinya lebih berpendidikan. Atau lebih tepatnya “mentalitas kapitalisme” dan sikap individualisme yang sudah merajalela. Selain itu, sila kelima seolah-olah sudah diperkosa di dalam permasalahan-permasalahan seperti ini.
Di dalam permasalahan ini saya hanya ingin bertanya kepada kita semua yang mengaku sesama manusia “Apakah kita sudah melupakan kemanusiaan kita dan menukarnya dengan kebiadaban yang rela melihat sesama menderita?”. Pertanyaan ini tidak membutuhkan jawaban melainkan aksi kita sebagai warga negara Indonesia. Satu kata yang dapat membuktikan apakah kita masih memiliki kepedulian terhadap sesama yaitu “Lawan”. Lawan semua ketidakadilan, lawan semua bentuk pemerkosaan terhadap sila kelima, dan lawan semua manusia biadab yang tidak mengerti arti persaudaraan dan kekeluargaan.
Oleh karena itu, sudah seharusnya kita mengubah sistem yang ada supaya apa yang menimpa paman saya dan orang-orang yang senasib dengan dia tidak terulang. Dan semua pemerkosaan terhadap sila kelima tidak terjadi lagi. Hingga akhirnya sila kelima bukan hanya ideologi belaka tetapi menjadi realita.
Sumber gambar: https://www.suara.com/lifestyle/2021/08/14/100500/7-contoh-pengamalan-sila-ke-5-yang-bisa-dilakukan-di-luar-rumah