Politik

Bersama Kita Kuat, Bersatu Kita Bangkit

Minggu, 29 Agustus 2021, 22:58 WIB
Dibaca 480
Bersama Kita Kuat, Bersatu Kita Bangkit
Foto: Agus Harimurti Y

Partai Demokrat (selanjutnya PD) akan HUT ke 20 pada tanggal 9 September 2021. Ibarat anak sekolah, sudah semester akhir di bangku kuliah. Sudah hampir dewasa dan matang. Itu kalau manusia. Tetapi bicara kiprah politik, PD sangat dewasa dan matang. Pertama keikusertaan dalam Pemilu 2004 langsung masuk 5 besar dengan perolehan 57 kursi (7.45% atau urut 5), bahkan langsung memenangkan kontestasi Pilpres dengan menjadikan pendiri PD, yaitu pak SBY-JK sebagai Presiden RI.

Tahun 2009, melejit dengan perolehan 148 kursi (20.85% atau urut 1) dan juga sukses mengantarkan SBY-Bodiono terpilih kembali sebagai Presiden RI. Karena kasus korupsi yang menjerat beberapa kader utama, maka secara berturut pada Pemilu 2014, perolehan suara PD terjun bebas dari 148 menjadi 61 (10.19% atau urut 4) dan pada Pemilu 2019 dari 61 menjadi 54 (7.77% atau urut 6).

Dari perjalan di atas, tergambar banyak hal yang berubah. Tentu saja. Ada dinamika dari dari nol menjadi penguasa. Ada dinamika dari penguasa menjadi oposisi. Semua partai besar, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di banyak negara lain mengalami hal yang sama. Ada pasang surut. Itu lumrah dan itu bagian dari dinamika demokrasi dalam sebuah organisasi atau partai besar yang dinamis.

Tetapi hari ini, di bawah Ketua Umum AHY, PD terus berbenah. Tidak hanya Ketua Umum saja yang muda, personalia DPP masa bakti 2020-2025 juga mayoritas anak-anak muda dengan kapasitas, kapabilitas dan energi besar.

Hal itu mencerminkan optimisme dan menunjukan kekuatan untuk bangkit kembali. Optimisme tersebut tidak hanya dapat dilihat dari perubahan kepemimpinan, program, citra dan kinerja kader-kader, baik yang ada di lapangan maupun yang ada di legislatif, tetapi juga dibutikan dengan hasil survey elektabilitas PD dan Ketua Umum AHY sebagai calon pemimpin nasional yang terus naik dari waktu ke waktu.

Trend kebangkitan sebagaimana disebut di atas secara nyata telah mengganggu dan membuat lawan-lawan gusar atau galau. Terbukti adanya upaya-upaya sistimatis dan terencana untuk menghambat dan menghancurkan trend elektabilitas yang terus naik, tetapi tidak berhasil. Justru sebaliknya, upaya-upaya tersebut justru membuat PD tambah percaya diri dan tambah kuat.

Di disinilah kapasitas, kapabilitas dan leadership Ketum SHY telah diuji sebagai pemimpin partai dan calon pemimpin nasional masa depan. Dengan pembawaan yang kalem dan santun, AHY berhasil mengelola konflik dengan cerdas yang pada akhirnya menjadikan konflik sebagai sebuah kekuatan PD. Konflik yang direncanakan oleh kekuatan eksternal bukan menghancurkan, malah membuat kader-kader PD sentaero nusantara tambah solid dan loyal di bawah Ketum AHY.

Parpol Sebagai Instrumen Demokrasi

Sebelum memahami Parpol sebagai alat demokrasi, ada baiknya kita memahami teori dan sejarah lahirnya konsep pelembagaan perwakilan politik. Berdasarkan sejarah terbentuknya negara dan praktik politik modern, “demokrasi langsung (direct demokracy) yang melibatkan warga secara langsung dalam pembuatan keputusan, menghadapi banyak kendala dan kerumitan dalam  implementasinya, antara lain wilayah yang luas dan jumlah penduduk yang terus bertambah. Kerumitan ini kemudian melahirkan konsep demokrasi tak langsung (indirect democracy), dimana rakyat menyalurkan aspirasinya melalui sebuah lembaga yang beranggotakan orang-orang yang mereka pilih melalui Pemilu” (Budiardjo, 2008: 315). Konsep lembaga dimana para wakil terpilih menjadi anggota, kemudian melahirkan lembaga parlemen (asal kata parler: bicara) sebagai lembaga perwakilan aspirasi politik rakyat (DPR).

Secara umum, di negara-negara demokrasi, semua Partai Politik mempunyai tujuan atau platform yang baik. Semua partai dicita-citakan untuk memperjuangkan dan mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Dan itu normatif bagi semua Parpol, apapun nama, warna dan ideologi serta nafasnya.

Sebagai bangunan demokrasi, Partai Politik merupakan sarana saluran aspirasi rakyat kepada pemerintah. Dalam sistim negara perwakilan, rakyat tidak bisa berkomunikasi atau menyampaikan langsung aspirasinya kepada pemerintah, maka diadalah Pemilu untuk memilih perwakilan yang akan bertindak dan berbicara kepada pemerintah atas nama rakyat.

Di sinilah “kekuatan” sebuah Partai Politik yang dicitrakan atau dipotret oleh para kader atau politisi yang bernaung di dalamnya. Seberapa nyaring seorang politisi berteriak atau bersuara menyampaikan aspirasi masyarakat yang memilihnya, maka akan berbanding lurus dengan citra atau populatitas partai yang menaunginya. Tingkat kepedulian dan kepekaan sosial para kader atau politisi dalam menangkap suara dan harapan rakyat, secara otomatis akan meningkatkan simpati dan kesukaan rakyat kepada figur politisi dan partai yang menaungi.

Dalam konteks Indonesia, banyak politisi belum selesai dengan dirinya sendiri dan terjun ke politik semata-mata untuk “memenuhi” ambisi pribadi atau ladang pekerjaan. Sehingga saat terpilih, mereka lupa akan janji-janji politiknya. Mereka lupa harapan rakyat yang datang ke TPS untuk mencoblosnya. Memang tidak seluruhnya kesalahan politisi.

Ada juga kesalahan rakyat dan sistim politik kita. Cost politik yang tinggi adalah salah satu soal yang membuat politisi “terkesan lupa” akan tanggung jawabnya. Karena pada saat kampanye, seorang politisi mengeluarkan banyak uang, tidak sepadan dengan pendapatannya sebagai politisi, maka untuk mengembalikan biaya politik --- banyak politisi melakukan atau mengadaikan idealismenya dengan melakukan transaksi atau kompromi politik. Pada tahap inilah, kepentingan rakyat sering terlupakan atau terabaikan.

Memenangkan Harapan Rakyat

Pada hakekatnya seorang politisi adalah pelayan masyarakat. Melayani “hasrat” kejahteraan masyarakat yang memilihnya, rakyat yang mewalikan hak atau memberikan mandat kepadanya. Dengan demikian, apapun harapan, mimpi dan keinginan rakyat, maka itulah pula muara dari tujuan perjuangan kerja politik seorang politisi. Demikianlah idealnya kerja politik, yaitu melayani dan mengabdi kepada kepentingan rakyat yang memilihnya.

Dulu, dalam melakukan tugas pelayanan dan pengabdian, setiap politisi harus datang ke setiap daerah pemilihannya untuk berinteraksi langsung dengan rakyat yang memilihnya untuk mendapatkan apa harapan atau aspirasi mereka kepada pemerintah. Tidaklah mudah menjangkau satu-persatu wilayah yang luas dan berkomunikasi dengan rakyat pemilih satu per satu. Itu dulu, sekarang tidak.

Dengan adanya kemajuan teknologi informasi dewasa ini, tidaklah sulit menjangkau dan berkomunikasi dengan rakyat untuk memahami apa mimpi dan harapan mereka. Teknologi digital membuat jalur komunikasi menjadi cepat dan tanpa batas. Dengan membuat sebuah group media sosial, seorang politisi bisa berkomunikasi dengan ratusan orang atau rakyat pemilihnya sekaligus. Sangat mudah dan efisien. Sebaliknya juga demikian. Rakyat juga mudah berkomunikasi dengan wakil mereka setiap saat. Juga semua aspirasi mereka tersaji pada laman2 media sosial dan menjadi konsumsi publik. Sehingga sangat mudah untuk mencari jejak elektronik setiap wilayah, kota dan desa lengkap dengan petanya.

Dalam realitasnya, rakyat tidak selalu mengharapkan dikasih uang oleh seorang wakil yang mereka pilih. Sentuhan fisik, jabatan tangan dan sapaan kepada mereka, sudah cukup membuat hati mereka berbunga-bunga “jatuh cinta”. Melihat foto dan membaca pahatan kata dan rangkaian kalimat oleh wakil mereka pada media cetak atau media sosial yang menyuarakan jeritan dan harapan mereka, sudah cukup membuat senyum manis dibibir mereka. Tidaklah sulit memenangkan simpati dan harapan mereka! Tentu saja tidak sebatas perjuangan pencitraan media.

Butuh kerja-kerja politik lanjutan yang tulus untuk mewujudkannya menjadi kenyataan.

Pada tahap memenangkan harapan rakyat inilah para kader Partai Demokrat diuji. Tentu saja komitmen dan idealisme masing-masing kader berbeda-berbeda karena kapasitas dan kapabilitas diri, kondisi psikologis, sosial dan karakteristik geografis dan budaya serta iklim politik daerah yang berbeda-beda. Para kader PD kuat karena sama-sama berada di bawah dan dalam naungan bendera Partai Demokrat.

Sesama kader Partai Demokrat akan mudah mengenali dari Sabang sampai Merauke karena sama-sama menggunakan atribut biru dan logo mercy. Dan itu adalah kekuatan. Ada bendera dan wadah yang mengumpul dan menjadikan para kadaer bisa bersama-sama. Namun demikian, bersama-sama belum tentu bersatu. Ada banyak faktor dan atau kepentingan yang membuat sebuah kebersamaan tidak bisa bersatu. Bisa faktor sosial, faktor kepentingan pribadi dan kelompok, dll.

Tetapi ideologi, roh atau nafas perjuangan partai pada akhirnya dapat mempersatukan sebuah kebersamaan.

Apapun kepentingan politik Partai Demokrat dan para kader harus bermuara pada kolaborasi dan sinergitas dengan harapan dan kepentingan rakyat. Itu adalah jalan menuju kebersamaan yang mempersatukan. Itu adalah jalan yang menjadikan Partai Demokrat kuat dan bangkit.

Pada akhirnya, partai Demokrat kuat karena sama-sama mengenakan jaket biru dengan logo mercy di dada dan bernaung di bawah bendera PD dan kekuatan itu akan membawa kebangkitan dan kejayaan PD di masa depan apabila kebersamaan tersebut bisa bersatu, berkolaborasi dan bersinergi untuk menjadikan HARAPAN RAKYAT sebagai PERJUANGAN DEMOKRAT, perjuangan seluruh kader dari Sabang sampai Merauke.

Kemampuan berkolaborasi dengan rakyat dan mengelola potensi yang ada, baik pusat dan daerah adalah modal kebangkitan PD pada tahun 2024. Kekuatan sebuah Partai Politik ada pada rakyat yg mewalikan atau memandatkan hak atau aspirasi politik mereka kepada kader-kader partai. Oleh sebab itu, ke depan dibutuhkan sinergitas dan kolaborasi kata dan tindakan para kader dan eksekutif PD dari pusat sampai daerah, dari Sabang sampai Merauke.

Bangkit atau tidak 2024, hak tersebut ada pada rakyat yg mempercayakan, memandatkan hak politik, harapan dan mimpi mereka pada PD. Jadi utk memenangkan harapan tersebut, DPP kuat karena ada DPD, DPC, dst, dan sebaliknya, DPD, DPC kuat karena ada DPP yang menaunginya. Ayooo..... dengarkan suara "pemilik demokrat" ada pada tingkat bawah, tingkat DPD, DPC, DPAC dan DPAR.

DIRGAHAYU KE 20 DEMOKRATKU, BANGKIT DAN JAYA 2024!!

***

*) Ditulis dalam rangka memperingati HUT ke 20 Partai Demokrat;

Penulis: Gat Khaleb, Anggota Fraksi PD Kab. Nunukan, Kalimantan Utara.