Literasi

Penulis| Faktor Utama dari 101 Alasan Membeli Buku

Kamis, 20 Oktober 2022, 10:05 WIB
Dibaca 398
Penulis| Faktor Utama dari 101 Alasan Membeli Buku
ILustrasi hanya penghias narasi semata. Tidak perlu dibaca.

Suatu adagium. Kebenaran yang tidak perlu dipertanyakan lagi.

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan membaca adalah hak segala bangsa. Bahwa peran Badan Penerbitan, pegiat literasi, dan juga suatu komunitas Literat memantik, sekaligus mendorong habitus baca-tulis. Sedemikian rupa, sehingga pada akhirnya bermuara pada: membeli buku.

Pada tahun 2005. Pada masa itu, saya bekerja di sebuah kompeni terbesar literasi abad itu. Bukan hanya terbesar di Indonesia, melainkan juga di Asia Tenggara. Siapa lagi, jika bukan kelompok Kompas-Gramedia.

Tahun 2005. Saya membuat 101 senarai alasan orang membeli buku. Salah satunya: Faktor sang penulisnya.

Saya Promotion Manager bagi salah satu sisters company, PT Grasindo. Oleh sebab itu, diminta secara khusus menulis buku oleh IKAPI Jaya. Ihwal pengalaman, juga pemikiran, mengenai bagaimana meningkatkan minat baca –yang kemudian mendorong daya beli- buku di Negeri Pancacila.

Metodologiya: saya riset lapangan, sekaligus ruang.

Di lapangan, saya mengamati perilaku membeli buku di institusi pendidikan.

Di ruang, saya mengamati/ menganalisis Laporan Penjualan Buku di 5 toko buku Gramedia terbesar di Jakarta.

Hasilnya?
Tahun 2005. Saya membuat 101 senarai alasan orang membeli buku. Salah satunya: Faktor sang penulisnya!

Pada zaman baheula. Sebelum semua “serba-merdeka”, termasuk belajar. Maka guru, dosen, atau seseorang disebut “kamus berjalan”. Yang pengetahuan dan pengalamannya di atas semua orang. Ia sumber-imu. Otoritas di bidangnya. Sosok yang digugu lan ditiru.

Apakah zaman now masih?
Masih!

Ade Armando, misalnya. Kami, orang media, senantiasa mengacu ke pemikiran serta analisisnya terhadap media/impact. Irwansyah di bidang teknologi media komunikasi. Tjipta Lesmana di bidang analisis konten media serta aspek komunikasi politiknya. Atau Dedi Mulyana di bidang ilmu komunikasinya,

Mereka itu seperti otoritas ilmu. Buku berjalan.

Maka tidak mengherankan. Jika menulis buku. Karya mereka akan: laku sebagai komoditas.


Baca pula, jangan sampai Sayonara: https://bibliopedia.id/menoleh-penerbitan-buku-tempo-doeloe-2/?v=b718adec73e0