Literasi

Batu Ruyud Writing Camp (3) | Lahirnya Karya-karya Penulis Lokal

Sabtu, 17 Desember 2022, 18:48 WIB
Dibaca 784
Batu Ruyud Writing Camp (3) | Lahirnya Karya-karya Penulis Lokal
Foto: Salah satu informan penulisan buku Mengenal Budaya Lengilo'

“Kalau mau menulis, tulislah hidupmu. Begitu selesai, akan ada lagi dan tidak akan pernah berhenti, menulis bukan pekerjaan. Menulislah kehidupan saya.”— Dr. Yansen TP., M.Si

Lahirnya karya-karya penulis lokal dan karya dari penulis nasional tentang Dataran Tinggi Borneo—termasuk karya-karya saya tentang budaya lokal Lengilo’, semuanya berawal dari Batu Ruyud. Pada awalnya, liburan keluarga besar yang di gagas kakek Yansen TP di Kampung halaman Ba’Binuang, Krayan Tengah. Keluarga besar di minta untuk hadir di acara tersebut, saya baru selesai kuliah mengambil magister di salah satu kampus di Yogyakarta saat itu, secara pribadi dihubungi kakek Yansen TP, untuk dapat hadir pada liburan kelurga sekaligus menulis katanya. Singkat cerita, saya kemudian berangkat dari Yogyakarta-ke Kabupaten Malinau.

Pada saat di Malinau, kami mau berangkat ke Ba’Binuang, namun saat itu pesawat yang mengangkut keluarga terbatas jumlah penerbangannya, sementara ada banyak keluarga yang ingin mengikuti liburan tersebut, kebetulan ada jalan darat Malinau-Ba’ Binuang yang boleh saya coba lalui. Saya menghabiskan waktu liburan produktif pada liburan lebaran tahun 2019 saat itu. Kisah perjalanan saya tulis di buku karya keluarga dengan judul Hidup Bersama Allah jadi Produktif, dengan judul tulisan “Tapak Tilas Pejalan Kaki Pulang Kampung Ba’ Binuang”. Dan selanjutnya buku yang di Lunching dan sekaligus bedah buku di Bang Abak, Kabupaten Malinau. Ditulis 31 orang dari keluarga besar Samuel Tipa Padan (STP).

Baca tulisan sebelumnya: Batu Ruyud Writing Camp (1) | Tubung Pelanok Untuk Mengikat Budaya Indonesia

Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) kembali mencatat sebuah rekor dunia di Kabupaten Malinau, yaitu sebuah buku yang berjudul ‘Hidup Bersama Allah jadi Produktif’ karena ditulis oleh 31 orang dari keluarga besar Samuel Tipa Padan, tercatat dengan nomor 9578/R.MURIVIII2020.

Puncaknya, lunching dan bedah buku Kaltara Rumah Kita, karya Dr. Yansen TP,M.Si. Pada saat momen peluncuran buku, saya ingat pesan yang dikirim Kakek YTP melalui WA saya, “ Pada acara Kaltara Rumah Kita, juga akan di serahkan rekor muri untuk buku Hidup Bersama Allah Jadi Produktif. Sebuah catatan sejarah telah di lakukan oleh keluarga besar S.Tipa Padan. Tercatat Sepanjang Sejarah Dunia.” Tulisnya.

Bacaan Lebih lanjut: Batu Ruyud Writing Camp (2) | Dari Batu Ruyud Untuk Indonesia

Buku yang ditulis Dr. Yansen TP,M.Si. Dengan judul, “Kaltara Rumah Kita” ini juga selesai ditulis dari dari hasil perenungan di Batu Ruyud, Fe’ Milau, Krayan Tengah. Saya menjadi saksi pada waktu itu hadir dalam proses diskusi menyelesaikan draf akhir buku tersebut di Pondok Biru di Fe’ Milau kala itu.

 “Kalau mau menulis, tulislah hidupmu. Begitu selesai, akan ada lagi dan tidak akan pernah berhenti, menulis bukan pekerjaan. Menulislah kehidupan saya.”— Dr. Yansen TP., M.Si

Pada akhirnya, sebagai salah satu penulis pada buku Hidup Bersama Allah jadi Produktif, saya sangat senang, gembira, sekaligus mengucap syukur kepada yang Maha Esa, dari pada-Nya segala akal budi dan kesehatan. Sehingga, keluarga berhasil menerbitkan buku melalui penerbit Gramedia dan mendapat rekor Museum Rekor Indonesia (MURI). Banyak yang mengatakan buku ini terunik di dunia. Buku yang ditulis 31 anggota keluarga inti, dari rentang usia 9-60 tahun. Itu terjadi di Batu Ruyud!

Batu Ruyud sebagai Simbol Literasi

Tidak hanya itu, geliat literasi keluarga YTP menginspirasi saya— beserta keluarga untuk menulis buku tunggal, alhasil lahir buah-buah pemikiran berbentuk karya buku Dr. Samuel TP (almarhum) ia menulis buku dengan judul, “Modal alam dalam pembentukan daerah otonomi baruKabupaten Krayan Nunukan”, lalu buku Hepi Rahmat (Media Pembelajaran Kreatif), serta karya Dr. Afri ST Padan (judul: Sawah Sebagai Kearifan Lokal), dan Tirusel dengan judul (Jejak Peradaban Manusia Sungai Krayan (Lengilo’) di Sungai Krayan ditulis). Selanjutnya karya Yudan Frans Rining dan Lio Bijumes dengan judul, "Mengenal Budaya Dayak Lengilo' di Dataran Tinggi Borneo." Lagi-lagi itu terjadi di Batu Ruyud!

Sampai di sini saja dulu ya! Kita kembali ke Batu Ruyud Writing Camp. Sesungguhnya, tulisan ini memberikan rangkaian tapak tilas gambaran singkat gelora literasi di Batu Ruyud terus menggema dari Batu Ruyud, Fe’ Milau, Krayan Tengah, Indonesia. Spirit literasi dimulai dari keluarga. Hal ini pernah saya tulis di buku berjudul “Yansen TP Life Begins at 61.”

Penegasan Batu Ruyud di sampaikan oleh Dr. Yansen TP,M.Si, “Batu Ruyud ini lahir dari sebuah gagasan, karena menghargai menghormati perjuangan Samuel Tipa Padan, adalah orang tua saya,” lebih lanjut YTP mengungkapkan penegasannya atas lahirnya gagasan Batu Ruyud.

Lebih lanjut ia menyampaika bahwa, “Dahulu kala, 52 tahun yang lalu, ia mengambil keputusan untuk pindah dari Krayan ini ke kota dengan tujuan mengejar pendidikan, bagaimana membangun masa depan keluarga terutama anak-anaknya supaya menjadi orang yang berhasil. Saat ini, 52 tahun setelah itu, hari ini kita bisa membuktikan buah dari karya ayahnda Samuel Tipa Padan."

"...Lahirnya saya sebagai salah satu bagian dari pemimpin Kalimantan Utara, itu tidak lepas dari perjuangannya— demikian juga adik-adik dan keluarga besar lainnya sehingga lahirnya gagasan itu, bangkitnya semangat itu lahirnya buah dari perjuangannya maka, muncullah Batu Ruyud sebagai simbol dari kebangkitan literasi di sungai Kerayan.”ucap YTP saat di sekitar tumpukan Batu Ruyud di Fe’Milau."

Oleh karena itu, Batu Ruyud merupakan simbol bahwa kebangkitan literasi di daerah perbatasan akan semakin menggeliat dan kokoh seperti Batu Ruyud. Selain sebagai simbol kebangkitan literasi, sekaligus mengandung filosofi yang sangat dalam. Hidup yang menggambarkan adanya kerja sama, selalu kompak, adanya sikap tolong-menolong, adanya kebersamaan, adanya sikap saling memberi, sikap rela berkorban dan peduli bagi sesama.

Penegasan Batu Ruyud adalah setiap peribadi dapat memberi sumbangsih untuk suatu hal sekecil apa pun sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Ibarat tumpukan-tumpukan Batu Ruyud, menggambarkan semangat dan kekuatan.

***