Literasi

Batu Ruyud Writing Camp (2) | Dari Batu Ruyud Untuk Indonesia

Jumat, 9 Desember 2022, 20:58 WIB
Dibaca 668
Batu Ruyud Writing Camp (2) | Dari Batu Ruyud Untuk Indonesia
Penyambutan Peserta BWCI

Dari Batu Ruyud untuk Indonesia. Salah satu hadiah literasi dari daerah perbatasan untuk Indonesia.

Akhir bulan tepat pada tanggal 27 Oktober-04 November 2022, momentum ini bertepatan juga dengan hari sumpah pemuda, yaitu 27 Oktober 2022, saya hadir mengikuti kegiatan yang di selenggarakan di lokasi Batu Ruyud Writing Camp I (BRWC) tepatnya di Pondok Biru, Batu Ruyud Fe’Milau, Ba’ Binungan Krayan Tengah, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, Indonesia.

Kegiatan ini merupakan gagasan besar para pegiat literasi, Indonesia bapak Dr. Yansen TP, MSi, Wagup Kalimantan Utara, selain itu ia juga penulis delapan judul buku. Ada juga Masri Sareb Putra, penulis 107 judul buku—pemilik penerbit Lembaga Literasi Dayak, kemudian ada Pepih Nugraha, ia pendiri kompasiana—dua puluh enam tahun menjadi wartawan Kompas, dan ia mempunyai media PepNews.com. Kemudian Dodi Mawardi,ia merupakan penulis professional, sekaligus asesor menulis BNSP. Nama orang-orang hebat inilah yang menyalakan literasi di Perbatasan yang kemudian menggema dalam tema menjelajah misteri perbatasan.

Sebelum kegiatan di adakan, diadakan semacam sayembara terbuka untuk umum. Bagi penulis-penulis nasional yang ingin ikut dalam kegiatan ini, dipersilahkan memenuhi persyaratan yang telah dibuat oleh panitia. Panitia penyelenggara melakukan sayembara melalui sosial media dengan kata memanggil penulis keren yang di posting oleh pak Dodi Mawardi, ia penulis professional. Pada website https://ytprayeh.com/ hari Selasa, 5 Juli 2022, 16:53 WIB.

Media YTPrayeh.com merupakan salah satu media warga, wadah bagi penulis yang berminat pada literasi, kebudayaan, kebangsaan, peradaban, serta pemikiran lintas agama, etnis, dan golongan. Saya telah bergabung bergabung sejak Februari 2021. Dengan mendaftar sebagai penulis di YTPRayeh.com, sejak saat itu saya bayak menulis di website ini dengan ragam jenis tulisan, terutama tulisan-tulisan bertema kebangsaan, budaya lokal, maupun tulisan pengembangan diri, dan sumber daya manusia karena bidang-bidang tersebut menjadi fokus tulisan-tulisan saya selama menulis. Pada bagian tulisan saya yang lain akan saya bagikan pengalaman saya ini.

Kembali ke Batu Ruyud Writing Camp,  Dodi dalam tulisannya menuliskan, “Batu Ruyud Writing Camp berbeda. Kami mengajak pegiat literasi alias penulis-penulis keren untuk ikut serta dalam writing camp ini secara GRATIS. Ya, gratis. Tidak berbayar sepeser pun. Bahkan mendapatkan sejumlah uang saku.  Wow banget kan?.” Tulisanya.

Saya sebagai pemuda yang berasal dari sana, bertumbuh, belajar, dan makan dari hasil hutan di dana. Merasakan getaran dalam jiwa saya, atas gagasan besar sakaligus istimewa tersebut. Kegiatan yang digagas luar biasa dan menawarkan fasilitas bagi siapapun penulis yang siap dan berhak untuk hadir pada kegiatan tersebut. Bagai kami pemuda perbatasan baru kali pertama ada kegiatan semacam ini, yang berkaitan dengan literasi.

Dengan fasilitas writing camp ini siapa nanti peserta terpilih mendapatkan transportasi dari dan ke lokasi, akomodasi selama acara, uang saku dan dana penerbitan buku. Saya sebagai penulis, yang telah berkomitmen untuk terus menulis sejak tahun 2012. Baru menemukan kegiatan literasi yang mendapat fasilitas seperti ini, apalagi itu diberikan kepada seorang penulis. Wow!

Singkat cerita, beberapa bulan berlalu dan diumumkan penulis hebat hasil seleksi yang terpilih untuk mengikuti kegiatan Batu Ruyud Writing Camp I di Krayan Tengah, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Beberapa nama yang saya ketahui, dan beberapa nama lainnya belum pernah saya jumpai. Namun, saya pernah membaca buku-buku mereka.

Tercatatlah beberapa nama yang terpilih untuk hadir mengisi kegiatan pelatihan dan diskusi yang telah di hgagas panitia di BRWC nantinya. Nama-nama yang terpilih itu di antaranya Arbain Rambey, seorang fotografer senior, Wulan Ayodya, ia Penulis Buku Terbaik Perpusnas 2020, kemudian bapak Johan Wahyudi, ia Guru yang Juara  Menulis Tingkat Nasional, serta Arip Senjaya, ia Dosen, Penyair, dan Penulis Buku Terbaik Perpusnas 2022, selanjutnya  ada Herman Syahara, wartawan senior, sastrawan, dan aktivis Hari Puisi Indonesia, Eko Nugroho, ia bekerja sebagai Managing Editor Elex Media Komputindo – Gramedia, Edrida Pulungan, ia Penulis, Peraih Anugerah ASN Future Leader Kemenpan RB 2022, lalu Arie Saptaji, ia penulis 35 judul buku dan salah satu penulis kritik film terbaik Indonesia, kemudian ada lagi seorang penulis Matius Mardani, ia guru SD pegiat literasi Dayak – tinggal di Jakarta, dan Agustina, ia guru SMA dan pegiat literasi di Kalimantan Barat.  

Dari sepuluh penulis dan pegiat literasi terpilih diatas, ada nama sahabat saya, yaitu Arie Saptaji, asal Temanggung—tinggal di Yogyakarta. Kami sudah berkawan sejak lama. Ia salah satu penulis yang mengokohkan komitmen saya dalam berkarya. Terutama bidang kecakapan menulis, sampai hari ini saya berguru dengan beliau. Berdiskusi tentang literasi—menginspirasi berbagai kalangan untuk menulis. Dan yang paling spesial lagi bagi saya dapat bertemu dengan penulis dan pegiat literasi di kegiatan Batu Ruyud Writing Camp I di Krayan Tengah.

Mungkin ada yang bertanya, mengapa saya tidak ikut sayembara menulis untuk Batu Ruyud Writing Camp I di Krayan Tengah. Saya punya alasan mengapa tidak ikut— sekalipun saya hadir di kegiatan literasi ini. Ditengah kesibukan menyelesaikan penelitian doktoral di Kota Salatiga, Jawa Tengah. Saya tetap berkomitmen untuk datang menghadiri kegiatan Batu Ruyud Writing Camp I di Krayan Tengah. Bagi saya, kesempatan langka, bahkan sekali di kesempatan harus hadir. Saya juga ambil peran untuk memposting informasi kegiatan tersebut di akun sosial media saya. Salah satu sahabat saya, pak Arie Saptaji terpilih menjadi peserta pada kegiatan BRWC.

Sebelum kegitan Batu Ruyud Writing Camp I di Krayan Tengah diselenggrakan, saya diminta untuk hadir duluan, sebulan sebelum kegiatan saya juga sudah di lokasi Batu Ruyud Writing Camp untuk ikut mempersiapkan. Namun karena harus penelitian lapangan saya kembali lagi ke Pulau Jawa untuk melakukan laporan perkembangan penelitian lapangan saya bertemu informan penelitian. Satu minggu sebelum acara BRWC saya rencana kembali lagi ke Krayan. sesuai dengan permintaan YTP, saya di minta berangkat lebih dulu, tepat minggu, 23 Oktober 2022 penerbangan pergi saya dari Jakarta ke Kota Tarakan, sebagaimana dikomunikasikan oleh pak Dodi. Saya jawab, siap saja berangkat lebih awal.

Kebetulan posisi sedang di kota Salatiga, Jawa Tengah, maka saya harus kembali ke Yogyakarta untuk penerbangan ke Jakarta sehari sebelum keberangkatan. Rute perjalanan saya, Salatiga-Yogyakarta-Jakarta-Balikpapan-Tarakan-Nunukan- Krayan Tengah. Beginilah rute penerbangan yang biasa saya, dan teman-teman diperbatasan lalui untuk meraih impian dan cita-cita kami di perkotaan.

Saya dari Salatiga saya menggunakan Bus ke Yogyakarta, paginya saya menggunakan kereta bandara menuju Bandar Udara Internasional Yogyakarta, setelah itu saya bertolak ke Jakarta menggunakan pesawat Super Air Jet, mendarat dengan aman. Saya nginap di tempat keluarga di Jakarta satu malam, keesokan paginya saya berangkat lagi menuju Badar Udara Soekarno Hatta, terminal 2E domestik dengan maskapai penerbangan Lion Air JT 760, sesampai di Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan International Airport—Balikpapan transit lagi menggunakan peswat Wings Air 142 menuju Bandar Udara Internasional Juwata Tarakan. Dari Tarakan saya menuju pelabuhan feri juata laut, dari sini saya mengunakan jalur laut ke Kabupaten Nunukan, waktu tempuh 3-4 jam perjalanan—tergantung kondisi cuaca.

Selama perjalanan saya menyempatkan waktu untuk mengerjakan tugas saya sebagai mahasiswa yang masih aktif di program doctoral Universitas Kristen Satya Wacana di Kota Salatiga. Kebetulan saya terpilih menjadi salah satu mahasiswa yang mendapat hibah penelitian dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. Hal inilah yang saya coba selesaikan selama perjalanan, tidak mau ada waktu yang terbuang.

Selain fokus mengerjakan laporan penelitian, pada saat di dalam pesawat pun saya menyempatkan membaca buku, salah satu buku yang jadikan teman perjalanan saya kali ini adalah buku karya William Zinsser dengan judul On Writing Well. Buku ini pernah saya baca tahun 2013 pada saat berkomitmen mengembangkan kecakapan menulis, dan saya menghasilkan satu buku yang berjudul, “Writing is Menulis”.

Kutipan yang saya suka dalam buku ini, kembali menegaskan bahwa menjadi penulis, “Berapapun usia Anda, jadilah diri Anda saat menulis. Menulislah untuk diri sendiri, satu audiens saja.”tulisnya. Hal inilah yang saya coba mulai terapkan dalam tulisan saya, yaitu menjadi diri sendiri saat menulis, saya menulis pun dengan senang hati. Alhasil, saya merasakan diri saya lebih siap, siap menjumpai diri saya dalam alam-alam pikiran kreatif, ketimbang memikirkan banyak hal dalam proses menulis.

Selain buku itu, ada beberapa buku yang saya baca selama dalam perjalanan, misalnya e-book Jejak Peradaban Manusia Sungai Krayan (Lengilo’) di Sungai Krayan ditulis oleh Tirusel STP— pada bab lainnya saya akan menulis hasil resensi buku ini. Tidak hanya buku itu, teman perjalan saya selama perjalanan pulang kampung halaman yaitu buku, A Journey to Krayan; Perjalan Penulis Ibu Kota ke Hutan Perbatasan di tulis oleh Dodi Mawardi, ia penulis profesional, asesor menulis BNSP. Pengalaman saya membaca tulisan-tulisan penulis yang saya kenal dan anggap sebagai guru kepenulisan ini, mampu membawa saya kembali keberbagai berpetualang di lembah sungai Krayan dengan berbagai perspektif dan pengalaman yang di sajikan melalu tulisan-tulisannya.

“Budaya Literasi Menjadi Penting Bagi Kemajuan Suatu Peradaban Bangsa.”

***