Literasi

Belajar dari Sejarah Berdirinya Kampung Pelaik Sintang

Senin, 18 Januari 2021, 10:02 WIB
Dibaca 1.471
Belajar dari Sejarah Berdirinya Kampung Pelaik Sintang
Foto: Senin, 18 Januari 2021

Mengapa & Untuk Apa?
Mempelari sejarah berdirinya kampung di mana kita dilahirkan, itu sama artinya dengan mengenal diri sendiri.  Sebaliknya, melupakan sejarah di mana kita dilahirkan, itu dapat diumpamakan dengan ‘orang yang menderita hilang ingatan.’

Pentingnya mempelajari sebuah sejarah
Setiap bangsa, suku dan budaya di bumi ini mempunyai sejarah masing-masing, meskipun sejarah berdirinya tidak semua mempunyai catatan tertulis. Mempelajari sejarah berdirinya sebuah kampung, memungkinkan manusia zaman sekarang mengetahui kejadian atau peristiwa yang terjadi pada masa lalu.  Perjuangan dan jerih payah orang-orang pada masa dahulu, seharusnya memberikan motivasi untuk generasi sekarang bagaimana mengembangkan pembangunan dan selalu peduli terhadap kampung halamannya.
 
Sejarah Singkat Berdirinya Kampung Pelaik, Kecamatan Kayan Hilir, Kabupaten Sintang

(Tahun 1888-1952)

Tahun 1888, terjadi perpindahan tempat dari sungai pelaik tepatnya diperbatasan kecamatan Dedai dan Kayan Hilir, sekarang kawasan tersebut menjadi tempat pemukiman suku Lebang Inggar/Lebang Naduo.  Kampung Pelaik yang waktu itu berpenduduk 20 kepala keluarga dengan jumlah 135 jiwa terdesak pindah ke udik sungai Inggar, masuk ke sungai Telingan dan tinggal di tempat itu sampai sekarang.
Perpindahan tersebut disebabkan:
1. Karena ladang berpindah-pindah mengikuti jalur sungai serta hutan yang subur untuk berladang.
2. Karena terdesak oleh penduduk baru yang beragama Islam tinggal di pesisir sungai Inggar.
3. Menghindari kebiasaan perang suku (mengayau), apabila kampung jauh terpencil ke hulu sungai maka musuh sulit mendatanginya, penduduk merasa aman.
4. Menurut tradisi yang selalu diceritakan oleh orang tua kepada anak-anak, kampung Pelaik memiliki keistimewaan sebab pernah hidup tokoh-tokoh yang hebat, sangat dihormati dan berwibawa.
5. Dalam kebiasaan perang suku (ngayau) ada dua figur yang disegani. Mereka disebut “Manuk Sabung” (ayam jantan yang pernah menang dalam pertarungan).  Tokoh tersebut adalah dua bersaudara yaitu Ribai dan Gedun.

Ribai diberi gelar “Mangku” sehingga dia disebut sebagai Mangku Ribai.  Pada saat ada pemberontakan melawan penjajah Belanda Mangku Ribai bergabung dengan pasukan Panembah Melayu Sintang melawan serdadu Belanda.  Bersama Panembah Melayu Belanda pada malam hari dalam sebuah Bidar (perahu) di sungai Kayan.  Menurut penjelasan Bapak Saul, mantan ketua adat Desa Pelaik: “Kemenangan yang diperoleh Mangku Ribai dibuktikan dengan membawa dua tengkorak serdadu  Belanda.”

Sejak saat itu Ribai mendapat gelar ‘Mangku’  sekaligus ‘Manuk Sabung.’  Untuk menerima gelar tersebut diadakan gawai adat (pesta adat) selama lima hari. Dalam pesta tersebut Ribai dituntut untuk mendirikan ‘Tiang Sandung’ yang nantinya akan disembah oleh warga kampung Pelaik secara turun temurun.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Bapak Rampai yang mengatakan, “Tengkorak Belanda tersebut dikuburkan oleh saya atas perintah Pdt. Yafet.”  

Sekarang Sandung yang dibuat dari kayu “Tebelian” tahun 1979 diambil oleh masyarakat kampung Pelaik untuk dijadikan tiang bendera di halaman depan gedung Gereja Kemah Injil Indonesia Efrata Pelaik.

Selanjutnya Bapak Rampai juga berkata, “Kampung Pelaik adalah tempat kedudukan pemerintahan ketemengungan suku Dayak Desa.  Ketemengungan tersebut membawahi sepuluh kampung yaitu Pauh Desa, Sungai Manan, lalang, Pakak, Jantak, Buluk Jegara, Buluk Empurang, Buluk Samak, Mengkirai, Kerapa. Temengung pertama adalah menantu dari Mangku Ribai yang bernama Perincum. Gelar yang diberikan adalah ‘Petinggi.’

Penganti Perincum adalah Nuai yang diberi  gelar “Kenuruh.” Kenuruh Nuai adalah menantu dari Petinggi Perincum. Jabatan Temenggung kemudian diteruskan oleh putra Kenuruh Nuai  yang bernama Tanggok. Gelar Tanggok adalah Temenggung, sesuai dengan gelar yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Demang (Camat). Jabatan Temenggung dipegang oleh pak Tanggok sampai tahun 1952.  Inilah sejarah singkat yang dapat dihimpun dari beberapa sumber hasil wawancara. Selanjutnya sejarah Kampung Pelaik sampai hari ini, perlu dikaji ulang dan memerlukan waktu serta penelitian mendalam untuk disusun kembali menjadi sebuah sejarah yang lengkap dari tahun berdirinya sampai sekarang.

Sejarah sebagai Cermin Masa Kini dan Mendatang

Sejarah merupakan petunjuk tentang apa dan siapa manusia itu sebenarnya.  Sejarah adalah pengalaman manusia dan ingatan manusia yang diceritakan. Manusia yang berperan dalam sejarah adalah sebagai pembuat sejarah.  Karena manusia yang membuat pengalaman menjadi sejarah, sedangan manusia yang menjadi penutur sejarah adalah yang membuat cerita sejarah (sumber sejarah). Perubahan yang terjadi pada masa lampau memengaruhi kehidupan manusia di masa kini, untuk menjadi lebih baik dan berguna bagi nusa dan bangsa. 

***