Literasi

Catatan BRWC 2022 (1): Warga Gotong-Royong Siapkan Batu Ruyud Writing Camp

Jumat, 18 November 2022, 20:38 WIB
Dibaca 607
Catatan BRWC 2022 (1): Warga Gotong-Royong Siapkan Batu Ruyud Writing Camp
Gereja Kristen Pemancar Injil (GKPI) Binuang

Kamis (3/11), pukul 06.00 pagi. TOA Gereja Kristen Pemancar Injil (GKPI) Binuang mengalunkan Janji-Mu Seperti Fajar, menyapa warga di dataran tinggi berkabut itu. Pdt. Jerry (41) menyampaikan renungan berdasarkan kisah Zakheus, yang hidupnya berubah setelah bertemu dengan Yesus. Sebuah bekal rohani untuk menjalani satu lagi hari baru di kawasan perbatasan Kalimantan Utara.

Selain untuk mengumandangkan doa pagi dan malam, TOA gereja menyiarkan berbagai pengumuman, seperti bantuan sosial atau pertemuan warga. Kejernihan udara pegunungan memungkinkan suara pelantang bertenaga aki itu menjangkau sampai ke desa-desa di sekitarnya. Sarana komunikasi ini efektif menyiasati sulitnya medan di daerah itu, dengan penghubung berupa jalan tanah liat yang berubah jadi jalur licin dan berlumpur pekat saat hujan deras.

Melalui TOA itu pula koordinasi pelaksanaan Batu Ruyud Writing Camp (BRWC) 2022 diumumkan. Camat Krayan Tengah dan istri, Marjuni dan Feth Rahayu, bersama dengan para kepala desa, menggerakkan warga untuk bahu-membahu menyiapkan pesta literasi pertama di daerah mereka.

“Ada sebelas desa di Krayan Tengah, tetapi agar efektif, yang diminta mempersiapkan acara warga yang dekat dengan lokasi Batu Ruyud saja. Ada tiga desa, yaitu Binuang, Long Mutan, dan Fe’ Milau,” kata Frand Daud (51), warga Binuang yang terlibat dalam persiapan.

Setiap desa antara lain menyiapkan 400-500 lembar atap. Seharian mereka—laki-laki, perempuan, tua, muda—masuk ke hutan mencari daun tubuh teladan, rotan, pokok kayu kinangan, kulit kayu temabar, dan bambu betung. Hari berikutnya, seharian para ibu menganyam dedaunan menjadi lembaran atap dan para bapak menyiapkan bahan lainnya. Esoknya mereka membawa semua bahan ke Batu Ruyud dan mendirikan sejumlah saung dan pondok kecil di sekitar Pondok Biru, markas utama BRWC. Orang-orang dari desa lain turut membantu. Mereka membangun saung dan pondok tanpa menggunakan paku, cukup mengikat kuat-kuat sambungan demi sambungan dengan rotan atau tali dari kulit kayu. Dalam tiga hari, tegaklah pondok kayu yang bersahaja, liat, dan kokoh, siap sebagai ruang-ruang diskusi kecil bagi peserta BRWC dan warga setempat.

Kebersamaan dan kekeluargaan tampaknya merupakan pilihan hidup yang tak terelakkan bagi warga Krayan Tengah. Bukan hanya untuk menyambut acara-acara khusus seperti BRWC, melainkan untuk menjalani keseharian di tengah medan alam yang subur namun berat dan sulit. Semangat ruyud—demikian mereka menyebutnya—mengalir di urat nadi mereka.

(Bersambung)

Catatan: Foto-foto persiapan BRWC saya peroleh dari Frand Daud.