Kembangkan Imajinasi Liarmu Saat Menulis!
Dalam setiap kesempatan memberi pelatihan menulis, khususnya menulis kreatif, saya selalu menyarankan tentang perlunya memelihara imajinasi seliar mungkin. Bahkan bukan sekadar memelihara, tetapi mengembangkannya.
Mengapa demikian? Sebab sebuah cerita yang tidak mudah diduga, niscya akan memberi efek kejutan yang tidak biasa, yang menghantam kesadaran terdalam pembaca, bermula dari imajinasi liar pengarangnya.
Dalam kehidupan nyata, berimajinasi atau mengembangkan imajinasi hingga berujud sesuatu, sangat penting. Imajinasi mendahului pengetahuan. Kapal terbang ada bermula dari imajinasi para penciptanya terdahulu.
Kembali kepada dunia literasi. Saya terkesan dengan cerita pendek "The Curious Case of Benjamin Button" karya F Scott Fitzgerald yang ditulis tahun 1922. Meskipun ini cerita pendek, panjang karangan itu mencapai 30-an halaman, mirip novelet (novel kecil) kalau dalam khasanah literasi Indonesia.
Ini sebuah cerpen panjang yang sangat mengesankan, setidak-tidaknya buat saya. Bagaimana mungkin seorang bayi yang baru lahir ke dunia, Benjamin, sudah memiliki fisik manusia 70 tahun!
Dan yang mengejutkan, begitu cerita bergulir, bayi 0 tahun yang sepadan dengan usia 70 tahun itu itu "tumbuh menjadi muda", bukan tumbuh semakin tua. Jadi hitunganya adalah mundur, mulai 70, 69, 60, 50, 40, 30, 17, 7, 1, dan mati pada saat 0 tahun. Luar biasa!
Bagaimana mungkin tumbuh kok mundur dari tua menjadi muda? Ya, itulah imajinasi!
Saya terperangkap dengan jalinan cerita Fitzgerald saat dia menggambarkan bagaimana susahnya orangtuanya mengurus Benjamin. Misalnya saat Benjamin di sekolahkan ke taman kanak-kanak, ia ditolak gurunya karena kerjanya di sekolah tidur melulu (usianya berarti 65 tahun).
Saat mendaftar ke universitas di umur 18 tahun, ia dikembalikkan ke rumahnya karena rambutnya sudah memutih dan kulitnya berkeriput (usianya 52 tahun). Begitulah seterusnya, adegan dramatik yang mencengangkan muncul paragraf demi paragraf, adegan demi adegan.
Tahun 2008 cerpen ini diangkat ke layar perak dengan Brad Pitt berperan sebagai Benjamin. Memang agak menyimpang dari cerpen aslinya, tetapi film Benjamin Button tidak kalah memukaunya.
Plot agak berbeda, di mana orangtua Benjamin justru membuang bayi yang baru lahir itu (tetapi berwajah tua dan keriput sebagiamana pria 70 tahun) di depan pintu pasangan Negro yang tidak dikarunia anak. Benjamin diurus oleh pasangan Negro itu yang menganggap Benjamin sebagai anugerah terbesar, sementara ayah Benjamin mengawasinya dari kejauhan.
Meski beda plot, tetapi Benjamin versi cerpen maupun film terasa memikatnya. Semua itu berpulang pada Imajinasi, dalam hal ini yang saya sebut IMAJINASI LIAR.
Nah, sekarang kamu pun bisa menciptakan dan mengembangkan imajinasi liar dan tuliskan sendiri.
Sebagai pancingan, saya punya IMAJINASI LIAR berikut: "Saya masuk ke sebuah kota yang semua penghuninya bisu dan tidak punya bahasa isyarat. Yang bicara justru benda-benda mati di sekitarnya seperti pisau, garpu, rumah dan binatang, saya bercakap-cakap dengan seluruh penduduk melalui perantaraan benda-benda mati yang bisa berbicara tersebut".
Atau begini; "Kamu seorang perempuan yang melahirkan bayi merah. Tetapi meski baru dilahirkan, di mana umumnya bayi menangis, bayimu malah bisa bicara menggunakan bahasa yang kamu mengerti. Uniknya, bayi itu bicara mengenai dunia luar yang belum dikenalinya tetapi sudah diketahuinya."
"Misalnya, bayimu itu bercerita kepadamu bahwa kamu pernah berselingkuh dengan sejumlah pria dan yang mengejutkan, saat suami berada di sampingmu, bayimu itu mengatakan siapa ayahnya yang sesungguhnya."
Berilah kejutan pada pembaca dengan imajinasi liarmu bahwa ayah bayimu itu adalah....
Sekarang, giliranmu mempraktikannya.
Keep writing!
***