Geliat Literasi dari Pelosok Waduk Jatiluhur Purwakarta
Anak-anak bersuara lantang. Terdengar seperti sekawanan lebah yang terbang ke sana ke mari. Suara mereka bersahutan dari setiap kelas di SDN 02 Cisarua – Tegalwaru Kabupaten Purwakarta, yang lokasinya tak jauh dari Waduk (Bendungan) Jatiluhur.
Sedang apakah mereka gerangan? Ternyata, anak-anak itu sedang membaca beragam buku di dalam kelasnya. Masing-masing siswa memegang satu buku. Mata mereka fokus tertuju pada deretan huruf dan gambar. Sesekali mereka mengangkatnya, lalu meletakkan kembali di meja. Seperti itulah kegiatan mereka setiap hari selama 15 menit sebelum jam pelajaran dimulai di pagi hari.
Baca juga: Peradaban Baru Literasi dari Kaltara
Di sekolah lain, yaitu SDN 01 Tegalsari -- Tegalwaru, anak-anak asyik bermain batu di selasar depan kelasnya masing-masing. Beberapa anak memainkan games masa lalu "Jarlu" atau sajajar tilu, memanfaatkan garis-garis lantai keramik. Dulu, garis itu harus dibuat di atas tanah. Siapa yang pertama kali membuat tiga batu sejajar dalam garis lurus, dialah yang akan menjadi pemenangnya.
Mereka bermain bukan sembarangan bermain melainkan mengikuti program setiap hari Rabu, Maneuh Sunda. Setelah selesai bermain, kemudian mereka membaca buku.
Sejak Dedi Mulyadi mengemban tugas sebagai Bupati Purwakarta, pada 2008 lalu, sejumlah gebrakan dilakukannya. Nama Purwakarta pun lebih dikenal ke seantero negeri. Di bidang pendidikan, Dedi membuat gebrakan literasi membaca selama 15 menit sebelum jam pelajaran dan memajukan waktu masuk sekolah satu jam lebih awal, serta program pendidikan karakter "Tujuh Poe (hari) Pendidikan Istimewa".
Program literasi yaitu membaca, menyimak, menyampaikan dan menulis, sangat penting dilakukan sedini mungkin kepada anak-anak. Siswa sekolah dasar cocok untuk melaksanakannya. Purwakarta beruntung memiliki bupati yang peduli pendidikan literasi. Dalam waktu singkat, program ini mendapatkan respon positif dari banyak kalangan. Bukan hanya praktisi pendidikan dan para orangtua, melainkan juga pihak-pihak swasta dan lembaga sosial.
Yayasan Nurani Dunia (YND) yang dikelola oleh Sosiolog Universitas Indonesia -- Imam B. Prasodjo, sudah sejak 2002 berkegiatan sosial di Purwakarta, tepatnya di desa Tegalsari, desa Cisarua dan desa Pesanggrahan, kecamatan Tegalwaru. Di sana, yayasan itu membangun kembali sekolah yang ambruk, memperbaiki berbagai sarana dan prasarana pendidikan, membangun sekolah baru tingkat SMP dan SMK, serta berbagai kegiatan pendidikan, sosial, ekonomi dan kemasyarakatan.
Baca juga: Jejak Peradaban Menulis di Tatar Sunda (2)
Yayasan ini memiliki sejumlah sarana milik sendiri berupa Rumah Ilmu, Kebun Ilmu, Rumah Kreasi, Saung Sehat dan Saung Kembar. Di sanalah, yayasan ini memberdayakan kekuatan lokal untuk membangun desanya sendiri. Bahkan, yayasan ini juga mendorong berdirinya sebuah yayasan yang dikelola oleh warga setempat yaitu Yayasan Pena Hijau.
Setelah 15 tahun berkarya, YND juga tergerak untuk mendukung program literasi yang dicanangkan pemerintah Kabupaten Purwakarta. YND sempat bekerja sama dengan Institut Penulis Indonesia (IPI) besutan Bambang Trim dan didukung oleh Petra Pertamina menyelenggarakan acara Penguatan Literasi Alam Kampung Ilmu (Pelangi) di dua desa berbeda yaitu SDN 02 Cisarua dan SDN 01 Tegalsari. Acara ini berisi kegiatan kuliah umum literasi, pelatihan terhadap guru, coaching dan pendampingan proses belajar serta festival literasi. Saya ikut serta dalam kegiatan tersebut.
Meski kedua desa ini terpencil, karena terletak di balik sejumlah bukit dan gunung, serta berada di tepi sungai Citarum dan Waduk Jatiluhur, namun dalam hal literasi, sangat mungkin lebih maju dibanding sekolah-sekolah lain yang berada di kota.
Mereka beruntung mendapatkan sentuhan literasi dari para ahlinya. Dan berkat YND, mereka juga sebelumnya sudah pernah mendapatkan kunjungan dari pejabat-pejabat tinggi negeri setingkat menteri, serta memperoleh perhatian khusus dari Pemda Purwakarta.
Maju terus anak-anak pelosok Purwakarta, papag buana, masa depan cerah ada di depan mata untuk Indonesia!
Baca juga: Jejak Peradaban Menulis di Tatar Sunda (1)
***