The Secret of Writepreneurship|Penulis Profesional Tidak Menunggu Ilham
Adakah "rahasia" menjadi penulis-profesional?
Memang ada!
Salah satunya: gila-baca.
Tidak semua pembaca adalah penulis. Namun, setiap penulis adalah penggila-baca (bibliofili). Dalam berbagai kesempatan, hal itu saya kemukakan. Membaca-menulis bagai keping mata uang. Ia ibarat kendi. Yang jika dituangkan terus, tanpa diisi, akan kering.
Penulis yang menulis terus, tanpa membaca, lama-lama akan habis. Tulisanya kering!
Karena itu, "Ayo membaca dan menulis!"
Agar Anda tidak kehabisan ide, membacalah! Agar Anda tidak kehabisan bacaan, menulislah! Begitu seterusnya. Sebab, apa yang dibaca, jika tidak ada (orang) yang menulis?
Penulis profesional, tidak menunggu ilham datang. Ia tak pernah kehabisan ide. Senantiasa ada saja topik baru, yang ditulisnya.
Terus terang, terang terus. Saya suka dengan Web kita ini. Para munsyi, penulis-pengarang zaman now sudi berbagi. Entah pengalaman. Entah pengetahuan. Secara sukarela.
Jika mereka, para penulis prof itu, membangun kompetensi dalam puluhan tahun. Dengan membaca dan mengemulasi (read and emulate) tulisan mereka, Anda, pembaca, memotong kurva belajar.
Pepih Nugraha dan Dodi Mawardi, dua dari segelintir penulis-pengarang zaman now yang masuk kategori "writepreneur" telah pun berbagi di sini. Kali ini, giliran saya.
***
WRITEPRENEUR menunjuk ke orang. Apa, dan proses yang ia kerjakan sedemikian rupa, sehingga mencapai hasil, tinggal tambah: ship. Anda tak-menemukan term itu dalam kamus Webster, leksikon, atau ensiklopedia. Saya yang menciptakannya.
Dengan "Writepreneurship", dimaksudkan sebagai pekerjaan olah-kata. Bukan hanya menulis, melainkan juga membaca, dan berdiskusi, atau menelusuri berbagai referensi. Penulis-pengarang zaman now, tidak lagi seperti dulu. Yang menulis hanya jika ada ilham. Yang mendapat honor tidak tentu. Yang SKS - sandal, kopiah, sarungan. Tergantung pada penerbit. Hidup Senin-Kemis.
Kini era multimedia. Yang mengandalkan kata dan gambar untuk menyampaikan pesan. Itulah mediamorfosis. Nah, dalam konteks multiple intelligences (banyak dimensi intelegensi) yang dikenalkan Gardner, terdapat word smart atau kecerdasan verbal dan linguistik.
Narasi ini membahas hanya dimensi word smart saja dan bagaimana menjualnya menjadi komoditas. Karena merupakan skill, maka kecerdasan verbal dan linguistik itu bisa dipelajari. Pertama-tama dengan memahaminya. Kedua, menerapkan pemahaman itu. Ketiga, dengan berlatih secara terus-menerus.
Dengan berlatih, keterampilan akan diperoleh, setelah saraf-saraf dan otak mengalami pembiasaan. Latihan (kebiasaan baik) terus-menerus yang menghasilkan buah ini telah lama menjadi penyelidikan ilmu psikologi, terutama neuroimunologi.
Orang yang memiliki kecerdasan verbal dan linguistik (word smart) akan semakin mendapatkan tempat. Kini banyak badan penerbitan, besar kecil, amatir maupun profesional yang dapat menjadi lahan subur bagi tumbuh dan kembangnya kecerdasan word smart.
Penulis yang menulis terus, tanpa membaca, lama-lama akan habis. Tulisanya kering!Karena itu, "Ayo membaca dan menulis!"
Revolusi informasi membawa dampak bagi semakin berkembangnya bisnis tulisan. Ada hikmah tersendiri bagi orang yang memiliki word smart, ketika media elektronika dan media cetak saling jor-joran berebut iklan dan audience. Jasa menulis semakin dijunjung tinggi dan mendapatkan tempat. Bahkan, tulisan dengan topik yang sama, dapat dibuat rangkap untuk media elektronika dan media cetak sekaligus.
Hal yang mengasyikkan.Orang yang memiliki talenta ini tidak perlu susah-susah harus berkantor tetap. Dari rumah pun, bisnis tulisan dapat dimulai dan dijalankan. Dari bernegosiasi dengan penerbit/pemesan, menulis, mengirimkan, bersetuju soal kontrak hingga menerima imbalan, dapat dilakukan dari rumah.
Ada banyak ragam tulisan. Namun, ragam bisnis tulisan apa saja yang menjanjikan dan bisa ditekuni penulis profesional? Bagaimana proses kreatifnya?
Dan, paling pokok, bagaimana menjualnya?
Hal itu akan saya kupas pada narasi yang akan datang.
***