Literasi

Membangun Literasi Bangsa

Sabtu, 9 Oktober 2021, 06:08 WIB
Dibaca 862
Membangun Literasi Bangsa
Membangun Literasi Bangsa

Judul: Membangun Literasi Bangsa

Penulis: Agus Marwan

Tahun Terbit: 2020

Penerbit: Formalindo bekerjasama dengan Ragam Pustaka          

Tebal: xvi + 104

ISBN: 978-602-51746-9-8

 

Lukman Solihin dalam bukunya berjudul “Gemar Membaca Terampil Menulis” yang terbit tahun 2019 membahas secara detail tentang sejarah program literasi di Indonesia sejak zaman Belanda, baik praktik-praktik yang diprakarsai oleh Pemerintah maupun praktik literasi yang diprakarsai oleh pihak-pihak nonpemerintah.

Solihin membuktikan bahwa negara selalu mempunyai kepentingan dalam hal literasi. Kepentingan tersebut bisa dalam bentuk untuk menyejahterakan bangsa atau untuk memberi arah kebijakan ideologi/politik tertentu. Pendirian Balai Pustaka di jaman Hindia Belanda adalah contoh bagaimana Negara menggunakan literasi untuk memberi arah ideologi/politik tertentu.

Meski cukup lengkap, buku Lukman Solihin tidak membahas upaya-upaya pemerintah daerah dalam mengembangkan literasi di daerahnya.

Buku “Membangun Literasi Bangsa – Upaya Sedang Bedagai Mewujudkan Kabupaten Literasi” karya Agus Marwan ini membahas peran Pemerintah Daerah dalam mengembangkan kompetensi literasi warganya. Berbeda dengan kasus Pendirian Balai Pustaka oleh Pemerintah Hindia Belanda, tujuan penguatan literasi yang dilakukan oleh Serdang Bedagai adalah benar-benar hanya untuk meingkatkan kompetensi literasi warganya. Bukan untuk menggiring wacana warga supaya meyakini pandangan tertentu.

Agus Marwan membingkai program literasi Kabupaten Serdang Bedagai dengan Gerakan literasi nasional. Salah satu butir Nawa Cita pemerintahan Presiden Joko Widodo berhubungan denganliterasi. Butir kedelapan Nawa Cita berbunyi: “Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia.”

Butir ini kemudian diterjemahkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015  tentang Penumbuhan Budi Pekerti (hal. 17). Konteks inilah yang kemudian memicu beberapa provinsi dan kabupaten di Indonesia mengembangkan program literasi. Termasuk Kabupaten Serdang Bedagai di Sumatra Utara.

Buku karya Agus Marwan ini sangat lengkap mengungkap praktik baik literasi di Serdang Bedagai. Ia menjelaskan praktik literasi di tingkat sekolah (hal. 66), di masyarakat, khususnya Taman Bacaan Masyarakat dan perpustakaan rumah ibadah (hal. 60) dan di instansi pemerintah (hal. 60). Program literasi di tingkat sekolah dijelaskan panjang lebar. (hal.  69 – 75). Sayang sekali kegiatan di level masyarakat dan di instansi pemerintah ini tidak dikupas lebih mendalam. Padahal praktik-praktik di masyarakat dan di instansi pemerintah juga sangat penting sumbangsihnya bagi peningkatan pemahaman literasi bagi warga Serdang Bedagai.

Buku ini sangat mendalam membahas apa saja yang dilakukan oleh Serdang Bedagai untuk menumbuhkan literasi di wilayahnya. Pengalaman Serdang Bedagai ini tentu sangat berguna bagi kabupaten dan provinsi lain yang ingin mengembangkan program literasi. Pengalaman nyata Serdang Bedagai bisa menghindarkan praktik-praktik kurang baik dalam pelaksanaan program literasi sebelumnya. Praktik buruk yang saya maksudkan adalah program yang berhenti setelah selebrasi. Banyak pengalaman dimana program literasi hanya dicanangkan secara hingar-bingar, tetapi tidak ada program yang jelas setelahnya.

Agus Marwan menyebutkan tujuh peran Kabupaten dalam program literasi (hal. 46 – 58). Peran-peran tersebut adalah: (1) Sosialisasi dan publikasi, (2) Penguatan pelaku, (3) Penyediaan buku, (4) Penguatan kelembagaan literasi, (5) Pelibatan publik, (6) Bupati sebagai model literasi, dan (7) Menjalin hubungan dengan berbagai pihak untuk memperkuat program. Dalam hal Serdang Bedagai, Agus Marwan menjelaskan kerjasama Kabupaten Serdang Bedagai dengan Proyek PRIORITAS yang didanai oleh USAID. Ketujuh peran tersebut sangat berhubungan disain Gerakan Literasi Nasional, yang menggunakan 19 indikator (hal. 20).

Selain dari ketujuh peran tersebut, Agus Marwan juga menjelaskan bahwa program-program tersebut dipayungi dengan peraturan perundangan, sehingga  program bisa mendapatkan alokasi sumberdaya dari Pemkab, termasuk pendanaan. Agus Marwan memuat secara penuh Peraturan Daerah, Surat Keputusan Bupati tentang Tim Pelaksana, Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan, dan Surat Edaran Kepala Daerah. Pemuatan penuh aturan-aturan hukum ini bisa menjadi rujukan bagi kabupaten lain yang akan membangun program sejenis.

Pengalaman Kabupaten Serdang Bedagai ini sangat menarik untuk dikaji. Sebab Serdang Bedagai bisa membangun program literasi yang komprehensif karena memiliki bupati yang memang sangat peduli dengan isu literasi. Apakah program ini masih berjalan setelah bupatinya berganti? Memang Serdang Bedagai telah mengantisipasi hal tersebut dengan mengikat program literasi melalui Peraturan Daerah (Perda). Dengan diatur dalam Perda, maka diharapkan siapapun kepala daerahnya, program ini tetap wajib dilaksanakan. Namun sejauh mana Perda ini berperan? Ataukah program literasi masih pada level selera kepala daerah saja? Semoga suatu saat ada pihak yang tertarik untuk mengkaji kasus Pergram Literasi di Kabupaten Serdang Bedagai.