Menggali Ide Menulis: What's Your Story?
Mari saya ajak kamu ke suasana newsroom sebuah media massa di mana interaktivitas atau percakapan sering terjadi antara editor dengan wartawan lapangan.
Kalimat apa yang umum diucapkan seorang editor kepada wartawannya saat ia selesai bertugas di lapangan? Ini dia: "What's your story?"
Saya terjemahkan secara bebas, "Apa ceritamu hari ini, Dek?"
Setiap wartawan lapangan harus siap dengan pertanyaan model kaset butut yang diputar berulang-ulang setiap harinya itu. Kalau tidak siap, memang sebaiknya kamu berpikir ulang untuk jadi wartawan. Berat, Dek, biar saya saja yang melakukannya!
Jelaslah, ga punya cerita, ya ga ada berita di koranmu besok, Dek! Keras sekali ya kehidupan "jurnalisme" itu. Memang, dia sebuah profesi yang menggabungkan keseimbangan antara otak dan otot.
Dengan otak, kamu harus terus-menerus menggali ide cerita/berita untuk bahan menulis. Dengan otot, kamu harus turun ke lapangan. Untuk wartawan, porsi lapangan bisa mengambil 90 persen pekerjaanmu.
Adakah para editor sekarang menanamkan pemahaman ethos kerja semacam ini kepada wartawannya? Saya ga tahu lagi, sudah lama tidak berurusan dengan pekerjaan itu. Saya hanya berbagi serpihan ingatan yang tersisa saat saya dulu menggeluti dunia jurnalistik.
"Kang, saya ini 'kan bukan wartawan profesional, bolehlah dibilang jurnalis warga atau manusia biasa tetapi suka menulis, apakah kalimat 'what's your story?" itu masih berlaku buat saya?"
Mungkin kamu bertanya dengan malu-malu begitu kepada saya, tetapi ketahulah, Dek, itu pertanyaan yang bagus!
Begini, saya mau menjawabnya tidak dengan kalimat verbatim atau definisi teoritis ini-itu. Saya mau menjawab dengan contoh kasus saja, ya. contoh kasus yang biasa saya lakukan saat saya mengadakan pelatihan menulis. Kamu tahu 'kan Dek, gini-gini juga saya tutor menulis, loh...
Umumnya para peserta itu mengaku tidak bisa menulis karena tidak punya modal untuk itu. Maksudnya bakat maupun keterampilan. Tetapi saya selalu bilang ga percaya dengan omongan mereka.
Kepada peserta pelatihan, saya sengaja mengajak mereka ke luar kelas dan meminta mereka mengamati suasana. Kebetulan di dekat pelatihan ada bazar yang lumayan besar. Ini kesempatan baik, pikir saya, dan saya minta mereka "meliput" ke bazar itu. Saya beri mereka satu jam untuk eksplorasi dan satu jam untuk menuliskan laporannya.
Namanya juga peserta pelatihan menulis, ya mereka menulislah dengan antusias. Bagaimana hasilnya? Sangat beragam.
Baiklah, saya kelompokkan ke dalam 3 golongan besar;
1. Menceritakan adanya bazar yang luar biasa besar dan ramai, banyak stand berdiri di sana menjual berbagai barang dan makanan, banyak pula pembelinya (basic).
2. Menceritakan adanya bazar di mana sebanyak 30 stand berdiri, menjual berbagai barang dan makanan, pembeli memenuhi bazar. Ada kutipan dari peserta bazar dan pembeli (intermediate).
3. Melisa, anak bungsu Bupati yang masih kuliah berjualan sate tempe camilan anak muda dengan kemasan menarik, ia berjualan di salah satu stand. Menurut Melisa, ia ingin belajar berbisnis agar tidak tergantung pada orangtuanya (advance).
Stop, cukup tiga kelompok ini saja. Sekarang saya mulai bertanya; "What's your story?"
Nah, saya pastikan sekarang kamu sudah bisa menjawab mana dari ketiga kelompok itu yang pantas menjadi jawaban atas pertanyaan "What's your story" itu, bukan?
Melisa si Anak Bupati!
Apakah peserta itu sebelumnya dibekali dengan referensi khusus atau "tools" ini dan itu? Tidak sama sekali. Ia hadir bersama peserta lainnya untuk sama-sama meliput peristiwa yang sama. Bedanya, ada yang hanya mengamati, mendeskripsikan, tetapi tidak membuka percakapan dengan mereka yang ada di lokasi.
Hanya saja, secara tidak langsung, meski tidak ada yang mengajari sebelumnya, ia sudah paham bagaimana harus membuat sebuah cerita dari apa yang ia amati. Ia mulai membuka percakapan untuk menggali berbagai keterangan dan informasi. Di sini perbedaannya dan inilah sesungguhnya "ruh" jurnalisme itu.
Pertanyaan "What's your story" ini akan menuntun kamu kelak ke sebuah kajian lainnya dalam ilmu jurnalistik yang disebut "journalist instinct".
Lain kali saya jelaskan apa dan bagaimana "basic instinct" seorang wartawan/penulis dalam menggali berita dan ide cerita.
Sekarang jawab dulu pertanyaan saya; "What's your story?"
***