Menjelajahi Misteri Perbatasan Krayan
Ketika kami berempat --Empat Sekawan pendiri dan rekan-pendiri Web kita ini-- Dr. Yansen TP, Pepih, Dodi, dan saya diskusi hangat tentang topik Batu Ruyud Writing Camp yang final ini. Seperti dapat dilihat pada tag line "Menjelajahi Misteri Perbatasan", prosesnya panjang. Dan cukup alot baru sampai kesepakatan.
Semula, bukan begitu. Biarkan saja peserta inti, yang terdiri atas pegiat dan pekerja literasi, sesuai dengan latar pengalaman dan pengetahuan masing-masing menulis sesuai aanleg, vorurteil, serta angle masing-masing.
Ini akan memungkinkan terjadinya berbagai sudut pandang. Multifacet. Membuat peserta inti kaya mengindera, sekaligus memproduksi konten, dalam kegiatan sepekan yang diberi nama "Batu Ruyud Writing Camp" - BRWC).
Akan tetapi, diskusi terakhir, 2 pekan jelang hari H. Topik berubah total. Dan itu saya suka! Pas betul.
Dalam khasanah filsafat barat, dikenal istilah "misterium". Manakala kita buka kamus, maka tertulis yang demikian ini:
From Middle English mysterie, from Anglo-Norman misterie (Old French mistere), from Latin mysterium, from Ancient Greek μυστήριον (mustḗrion, “a mystery, a secret, a secret rite”), from μύστης (mústēs, “initiated one”), from μυέω (muéō, “I initiate”), from μύω (múō, “I shut”). Displaced native Old English ġerȳne.
mystery (countable and uncountable, plural mysteries)
Terdapat 8 bidang yang melekat, atau terhubung dengan terminologi "misteri".
1. Something secret or unexplainable; an unknown.
The truth behind the events remains a mystery.
2. Someone or something with an obscure or puzzling nature.
That man is a mystery.
3. (obsolete) A secret or mystical meaning.
4. A religious truth not understandable by the application of human reason alone (without divine aid).
5. (archaic outside Eastern Orthodoxy) A sacrament.
6. (chiefly in the plural) A secret religious celebration, admission to which was usually through initiation.
the Eleusinian mysteries
the Mysteries of Mithras
7. (Catholicism) A particular event or series of events in the life of Christ.The second decade of the Rosary concerns the Sorrowful mysteries, such as the crucifixion and the crowning with thorns.
8. A craft, art or trade; specifically a guild of craftsmen.
Nomor 1-3, dan 8 agaknya paling kena dengan topik. Menjelaskan hal yang sudah jelas, sebenarnya. Maka: just do it!
Meski baru 4 kali. Tetap saja misteri perbatasan belum seluruhnya dapat saya kuak. Meski sebuah buku 320 halaman, puluhan artikel/ feature telah saya tulis dan publikasi.
Perbatasan Indonesia dengan luar negeri, sejatinya, bukan hanya Kalimantan. Namun, Kalimantan menjadi spesial, dan menarik, karena keunikannya. Satu pulau dimiliki 3 negara. Lihatlah faktanya: makin kecil wilayah, makin tinggi status politisnya.
Brunei paling kecil: negara.
Sarawak sedang: negara bagian.
Kaltara, Kalbar, Kalteng, Kalsel, dan Kaltim paling luas: provinsi.
Unik, kan? Dan makin kecil wilayah, makin makmur. Saya punya asumsi dan hipotesis jawaban "mengapa?" tapi bukan di sini tempat pembahasannya.
Khusus Kalimantan Utara, yang menjadi locus studiorum para penulis dan pegiat literasi, banyak angle yang belum diketahui dunia luar tentangnya. Misalnya:
1. Sisi geografi, etnologi, etno-lingustik dan sejarah sosial: Berapa luasnya? Apa etnis asli? Bagaimana sejarahnya? Persebarannya? Mengapa legenda, mitos, dan sejarah sosialnya bisa sama? Mengapa wilayah ini ketika konfrontasi dengan Malaysia menjadi basis / garda terdepan membela NKRI?
Nota bene: Saya paling tertarik dengan angle etno-lingustik ini . Ada sedikit clue, setelah menyelami sejarah masa lampau di tahun 1932 bagaimana Pdt. Preswood dan istrinya Fiolla meminta adanya khotbah dalam bahasa Lundayeh. Padahal, sejatinya, ada banyak klan di Krayan. Kajian etno-lingustik dapat mengacu ke karya Prof. Collins yang menemukan adagium: mana komunitas yang menguasai semua dialek, ia yang arkhais (asli). Ada asumsi, hipotesis, bahwa klan asli Krayan adalah: Lengilo' --terbukti dari mitos juga tentang banjir besar yang menenggelamkan bumi Krayan dan yang tinggal: ilo' (api, terang) itu saja.
2. Adat dan Budaya: Mengapa budaya serumpun dengan 2 negara tetangga sama?
3. Kuliner: Bahan sama, tapi mengapa sajian dan kuliner Lundayeh spesial?
4. Bahasa: mengapa Lun Bawang sama bahasanya dengan Lundayeh?
6. Pembangunan: Mengapa terjadi perbedaan perhatian pada titik perbatasan antara Negara tetangga dan Negara Indonesia? Mengapa ada satire "Garuda di dadaku, Malaysia di perutku"?
7. Pendidikan: Saya mencatat Doktor Lundayeh saja berbilang angka 30, jumlah terbanyak di antara etnis Dayak lainnya. Mengapa justru perbatasan sangat peduli pendidikan dan SDM?
8. Adakah kaitan folklor dan etos masyarakat --sesuai teori N-Ach McClleland dan Teori Pembangunan Dunia Ketiga?
9. Seperti apa dinamika sosial masyarakat perbatasan ini dibanding 10, 20, 40, 50 dan 100 tahun lalu? Mengapa mayoritas penduduknya beragama Kristen?
Cukup 9 saja, angka tertinggi.
Lain-lain, silakan eksplorasi. Itulah, antara lain, "miteri perbatasan" Kalimantan Utara yang belum diketahui orang!
***
Baru 3 kali saya ke Krayan. Tiap kali, berbeda.
Yang pertama, untuk meneliti dalam rangka menulis buku bersama Dr. Yansen, hampir 2 minggu. Mulai membangun kesadaran, sekaligus menyamakan pengetahuan dan pengalaman melalui pustaka dengan lokus penelitian. Hasil amatan inderawi kami, sekaligus penafsiran (kerja hermeneutika) tertuang dalam narasi buku ini. Yang, sesuai rencana, akan disarikan sebagai "pengantar nina bobo" bagi peserta di sela-sela acara BRWC.
Wajah Buku Dr. Yansen TP dan saya, Masri Sareb Putra, M.A. Dayak menulis dari dalam!
Yang kedua, menjadi mentor bersama Dr.Yansen pelatihan menulis bagi keluarga besarnya dan menghasilkan buku dengan rekor MURI, Hidup bersama Allah Jadi Produktif.
Yang ketiga, berempat dengan Sapto dari penerbit BIP: Dodi dan Pepih. Kami menyiapkan buku pak Yansen: Kaltara Rumah Kita.
Akan yang keempat: 27 Oktober - 3 November 2022 dalam rangka menjadi mentor BRWC.
Meski baru 4 kali. Tetap saja misteri perbatasan belum seluruhnya dapat saya kuak. Meski sebuah buku 320 halaman, puluhan artikel/ feature telah saya tulis dan publikasi. Tapi tak mengapa. Sebab hal itu seturut dengan aksioma: tidak mungkin realitas yang mahaluas dipindahkan ke dalam tulisan/media yang mahasempit. Apa yang tertulis hanyalah senoktah titik pada sebuah lingkaran besar. Atau semisal memindahkan air samudera yang mahaluas ke dalam tempurung kepala yang mahasempit.
Maka pengertian manusia akan realitas makin lama makin tersingkap. Lambat laun. Itulah cara kerja mengungkap misteri. Melalui pengalaman dan pengamatan inderawi, yang disempurnakan melalui olah-intelektual dan hasil penafsiran si peneliti/ penulis melalui vorurteil. Semakin dalam dan banyak informasi dan pengertian, maka semakin terjadi fussion of horizon. Gap antara known dan unknown terjembatani melalui sang peneliti dan penulis.
Demikianlah si peneliti/ penulis di dalam kerja literasi bertindak sebagai Hermes. Tokoh dalam mitologi Yunani yang berhasil menjembatani dunia dewa (misteri) dan dunia manusia (fakta/ pengertian).
Misteri Perbatasan!
Begitulah deep structure, sensus plenior-nya!
***
Sebagai anak-kandung Varuna-dvipa --nama Borneo era pengaruh Hindu-India-- yang lahir dari perut pulau terbesar ke-3 dunia dan hidup di Jakarta, saya memandang perbatasan dari ketinggian mata elang.
Terkait dengan Perbatasan dengan negara tetangga tersebut, muncul berbagai masalah yang krusial. Bukan saja menyangkut kedaulatan dalam negeri, melainkan juga kehormatan dan nilai-nilai sosial, politik, dan ekonomi yang menyertainya. Persoalan border line menjadi penting sebagai agenda Negara terkait dengan konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Beberapa contoh betapa masalah perbatasan dengan negara tetangga ini membuat ketegangan bukan saja antar-negara melainkan menyangkut dunia internasional adalah kasus Sengketa Sipadan dan Ligitan antara Indonesia dan Malaysia. Demikian pula masalah boundary line dengan Malaysia di Pulau Sebatik, Nunukan, Kalimantan Utara, asas legalitasnya perlu untuk diketahui dengan pasti. Termasuk kasus masalah di 5 lokasi perbatasan Kalimantan Barat
dengan Sarawak, Malaysia yang menuntut untuk segera diselesaikan secara berkeadilan bagi Negara.
Kita menyadari bahwa “siapa yang menguasai informasi, dialah yang menguasai dunia” adalah peribahasa yang relevan dengan masalah perbatasan ini. Pengalaman dalam hal penyelesaian masalah perbatasan Sipadan dan Ligitan, membuat Indonesia semakin menyadari kebenaran kalimat ini. Mengapa Indonesia kalah dengan Malaysia dalam mengklaim pulau terbesar ke-3 dunia yang, menurut khasanah Kompeni Hindia Belanda (1757) disebut Tanah Dayak, binnenlander, atau Land-Dayak ini?
Tidak lain tidak bukan. Hal itu karena kita kurang siap dan lemah akan data dan informasi. Indonesia Indonesia kalah dari Malaysia dalam kepemilikan pulau Sipadan dan Ligitan karena Malaysia berhasil dan dapat membuktikan di dunia internasional dalam menjaga kelestarian lingkungan pada kedua pulau yang dipersengketakan sebagai pelaksanaan fungsi administrasi pemerintahan negeri tersebut.
Historia docet –sejarah mengajari. Kita tidak ingin kasus seperti ini terulang untuk kedua kalinya di masa-masa yang akan datang. Dalam rangka “belajar dari sejarah”, mengumpulkan sebanyak mungkin informasi, menyelami sejarahnya, dan mengetahui duduk perkara masalah perbatasan; maka semakin banyak dan lengkap informasi yang didapatkan, akan semakin akurat pula kita di dalam mengambil Keputusan.
Saya menangkap, ini visi Dr. Yansen yang sejatinya punya gawe BRWC.
Akan halnya "mengapa saya ada?" di BRWC, adalah baut, bagian dari visi besar Pak Yansen itu! Bukan semata-mata sebagai sahabat dan saudara angkat --saya digelari nama Lengilo': Derayeh Lingu Tawak Lengilo --gong yang menyaringkan kegungan orang Lengilo melalui literasi.