Serial Kebangsaan (5) Jadilah Oposan yang Bermartabat!
Dalam khasanah politik, oposisi bermakna menentang, dipinjam dari bahasa Latin, "opponere" yang berarti melawan, menolak atau menentang itu tadi. Orang atau kelompok yang melakukan oposisi disebut "oposan". Ingat oposan, bukan oplosan!
Sebagai oposan, mereka ada di parlemen maupun jalanan, menentang kebijakan pemerintah atau golongan berkuasa yang tidak sesuai dengan kehendak rakyat. Mereka hadir menyuarakan kepentingan rakyat, sehingga selalu diletakkan di tempat terhormat. Ingat rakyat, bukan semata kepentingan diri dan kelompok.
Senjata kaum oposan adalah kritik, karenanya ada yang menyebutnya sebagai penyeimbang. Ada partai penguasa, ada pula partai oposisi.
Dengan atau tanpa solusi, kritik oposan tetap harus didengar oleh siapapun yang sedang berada di tampuk kekuasaan. Demikianlah proses demokrasi berjalan.
Akhir-akhir ini ketika negara Srilanka -dulu Majapahit menyebutnya Seilon- dilanda turbulensi politik yang mengerikan di mana rakyat menduduki istana kepresidenan sekaligus memaksa kakak-beradik mundur dari jabatan presiden maupun perdana menteri, banyak orang dan kelompok di sini "mendoakan" Indonesia rusuh seperti Srilanka dan segera mengganti presiden dengan cara paksa.
Tentu saja itu bukan "mendoakan", sebab berdoa tak lain memanjatkan permintaan kepada Allah, Sang Pencipta Langit dan Bumi, hanya yang baik-baik saja. "Mendoakan" Indonesia hancur seperti Srilanka lebih ke "ngarep" (baca: berharap) kalau kata "mengutuk" terlalu tinggi. Sebab, mengutuk seharusnya hanya milik Tuhan.
Jelas golongan orang-orang "ngarep" ini termasuk oposan, menentang pemerintah yang bukan kepentingan publik, melainkan lebih kepada melampiaskan rasa sakit hati dan kecewa sisa-sisa pertarungan masa lalu di mana mereka kalah secara tragis, bahkan mungkin memalukan.
Mereka bukanlah golongan superbia in proelia, orang-orang yang bertarung dengan kebanggaan (pride), melainkan kalah tetapi tidak pernah mau mengakui kekalahan.
Mereka juga tidak mewakili rakyat secara keseluruhan, hanya mewakili dirinya sendiri dan kelompok kecilnya saja, tetapi media massa dan media sosial membuatnya kelihatan besar. Sama seperti netizen sakit hati cuap-cuap di medsos, "ngarep" Indonesia terpuruk seperti Srilanka.
Padahal, oposisi sejatinya adalah tempat terhormat yang memiliki nilai dan tujuan jika dimanfaatkan secara benar.
Nilai, konsep, tujuan, bentuk, cara, dan alat oposisi sangatlah bervariasi. Tetapi etika politik mengatakan, nilai utamanys adalah kepentingan bersama, bukan semata-mata kepentingan pribadi atau kelompok.
Oposan bukan barang haram, bahkan sangat diperlukan dalam sebuah pemerintahan yang menganut sistem demokrasi. Tetapi yang harus diingat, oposisi punya etikanya sendiri. Maka yang terbaik adalah menjadi oposisi yang beretika.
Jadilah oposan yang bermartabat!
***
Tulisan sebelumnya: Serial Kebangsaan (4) Seni Menyiapkan Kader Penerus